-------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 14 November 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (35):
Abu
Jahal Bersumpah Menghantam Kepala Muhammad dengan Batu
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Darul
Arqam
Waktu terus berjalan.
Kegigihan dakwah Rasulullah ﷺ mulai berbuah, sedikit demi sedikit, para pemeluk
Islam mulai bertambah. Rumah Rasulullah yang kecil itu mulai terasa sempit.
“Ya Rasulullah, alangkah
baiknya jika kita memindahkan tempat pertemuan ke rumahku,” usul Arqam, “Rumahku
cukup luas untuk menampung jumlah kita yang sudah puluhan orang. Lagi pula,
letaknya ada di puncak bukit. Orang-orang jahat tidak mudah mencapai tempat itu
untuk mengganggu kita.”
Rasulullah pun setuju.
Oleh karena itu, pertemuan setiap malam pun pindah ke rumah Arqam. Sebagian
pemeluk Islam waktu itu adalah orang-orang lemah, yaitu para budak, buruh,
orang miskin, perempuan-perempuan fakir, serta orang tertindas lain. Sisanya
adalah golongan orang terpelajar dan pedagang kaya.
Sebenarnya, kebanyakan
pedagang mulanya agak ragu. Bagaimana jika nanti ajaran baru ini menutup Mekah
dari rombongan saudagar dari tempat-tempat lain? Kalau demikian yang terjadi,
kita akan bangkrut,” ujar seorang pedagang.
Namun, keraguan itu
ditepis Rasulullah. Islam tidak akan menutup Mekah. Islam juga tidak akan
mengubah musim ziarah ketika justru banyak pedagang mancanegara berdatangan ke
Mekah. Islam tidak melarang semua itu.
Rasulullah mengatakan, hal
yang dilarang adalah (1) Menyembah berhala, (2) Menyerahkan persembahan dan
korban kepada bangsawan Quraisy, (3) Bertelanjang ketika thawaf di Ka’bah, (4)
Menyelenggarakan pelacuran, dan (5) Mengeluarkan kata-kata kotor dan tindakan
buruk lain saat melaksanakan ziarah
Rencana
Para Pemuka Quraisy
Setelah mendengar
penjelasan Rasulullah, para pedagang pun merasa lega. Kebanyakan mereka bukan
pedagang budak dan tidak menarik untung dari korban yang dipersembahkan untuk
bangsawan-bangsawan Quraisy. Iman mereka pun semakin kuat.
Melihat Islam semakin
dicintai para pengikutnya, para pembesar Quraisy pun menyusun rencana lain...
“Apa yang harus kita
lakukan?” teriak seorang pemuka Quraisy.
“Abu Bakar dan
teman-temannya terus membebaskan budak-budak kita! Tidak ada jalan lain, bunuh
budak-budak itu agar yang lain ketakutan!” usul yang lain.
“Tidak! Sumayyah telah
kubunuh, tapi itu tidak membuat yang lain takut. Cari saja cara yang lain!” geleng
Abu Jahal lemah.
Seorang pemuka Quraisy
berdiri cepat,
“Pukuli Muhammad sampai
remuk! Dengan demikian, wibawanya akan hancur dan pengikutnya pun bubar
ketakutan!” muncul sebuah usul.
“Keluarga Muhammad dari
Bani Hasyim pasti akan membelanya!” lengking yang lain.
“Siapa? Abu Thalib sudah
terlalu tua! Yang harus kita takuti dari Bani Hasyim adalah Hamzah! Namun,
engkau lihat sendiri, Hamzah sibuk berfoya-foya sendiri! Ia tidak peduli pada
nasib keponakannya itu! Pilihlah dua orang yang paling ditakuti di Mekah untuk
melaksanakan tugas ini!” sebuah usul lainnya.
Sejenak, orang-orang
terdiam sambil memandang berkeliling. Kemudian, seorang dari mereka menunjukkan
jarinya kepada pemuda bertubuh tinggi besar.
“Engkau, Umar bin
Khattab! Engkau dan Abu Jahal! Tidak ada orang lain yang berani melawan kalau
kalian memukuli Muhammad!” kata orang itu.
Orang-orang berseru, “Setujuuu.”
“Sabar,” tiba-tiba
seseorang berseru, “Langkah awal bukanlah serangan fisik! Hancurkan dulu
wibawanya! Saya usulkan agar kita suruh para budak melempari Muhammad dan
meneriakinya sebagai pembohong, orang gila, dan tukang sihir!"
Usul itu disetujui. Mulai
hari itu, setiap Rasulullah melewati jalan-jalan di Mekah, para budak, para
wanita yang nasibnya justru sedang diperjuangkan Rasulullah, meneriaki beliau, “Pembohong
besar! Orang gila! Tukang sihir!”
Suara mereka keras dan
tajam layaknya orang sedang mengusir kucing yang masuk dapur. Kemudian, apa
yang terjadi jika Abu Jahal atau Umar mulai memukuli Rasulullah
Kuda
Jantan
Saat itu merupakan masa
yang berat bagi Rasulullah. Beliau pergi ke sebuah tempat yang teduh, berbaring
di atas batu, dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh. Tidak ada yang
lebih menyakitkan dibanding cacian dan celaan dari orang-orang yang justru
sedang diperjuangkan Rasulullah mati-matian.
Sementara itu, di depan
Ka’bah, Abu Jahal berkoar di depan teman temannya, “Aku bersumpah untuk
menghantam kepala Muhammad dengan sebuah batu ketika dia sedang sujud kepada
Tuhannya!”
Beberapa orang bersorak
memberi semangat, sedangkan yang lain saling pandang dengan terkejut. Itu
adalah sebuah tindakan kejam yang dapat menimbulkan kematian. Jika Muhammad
meninggal, Bani Hasyim pasti akan menuntut balas dan Mekah akan terpecah oleh
perang saudara.
Namun, Abu Jahal telah
mengucapkan sumpah yang tidak dapat ditarik lagi tanpa mencoreng mukanya
sendiri. Oleh karena itu, mereka memilih untuk mengamati apa yang terjadi
dengan dada berdebar-debar.
Kesempatan yang ditunggu
Abu Jahal pun tiba. Saat itu, Rasulullah sedang shalat di depan Ka’bah. Ketika
beliau sujud, Abu Jahal dengan cepat melangkah mendekat. Kedua tangannya yang
menggenggam batu terangkat tinggi-tinggi, matanya menyala buas.
Namun, ketika batu akan
dihujamkan sekuat tenaga, mendadak Abu Jahal berbalik pergi. Batu di tangannya
lepas dan wajahnya pucat ketakutan.
“Ada apa?” semua teman-
temannya bertanya kebingungan.
Dengan napas
tersendat-sendat, Abu Jahal berkata, “Demi Tuhan, di depanku tadi berdiri
seekor kuda jantan. Belum pernah aku menyaksikan seekor kuda jantan serupa itu.
Kepala, tengkuk, dan giginya sungguh mengerikan. Aku yakin dia akan menelanku
seandainya batu tadi kuhantamkan!”
Abu Jahal pergi cepat-cepat untuk menenangkan diri. Orang-orang memandang Rasulullah dengan heran dan takjub. Sementara itu, Rasulullah tetap melanjutkan shalat dengan khusyuk. Wajah beliau begitu teduh dan tenteram. (bersambung)
-------