Dengan suara lirih ia berkata, “Wahai Rasulullah.......”
Semua orang di Darul Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya, “Aku datang kepadamu untuk beriman kepada Allah dan Utusan-Nya.”
Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh rasa syukur, “Subhanallah .....”
--------
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 20 November 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (40):
Umar
bin Khattab Masuk Islam
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Surat
Thaha
Akan tetapi, Umar tidak
bisa melawan rasa sayang kepada adiknya. Amarahnya padam seperti api terguyur
hujan. Ia duduk, diam dalam penyesalan. Ditatapnya wajah adiknya dalam-dalam,
disesalinya luka akibat tamparannya tadi.
“Perlihatkan
lembaran-lembaran tadi yang kalian baca agar aku tahu apa yang Muhammad bawa,”
pinta Umar.
“Kami khawatir engkau merampas
lembaran-lembaran itu,” kata adiknya, Fatimah.
“Tidak perlu takut, perlihatkanlah.
Aku bersumpah akan mengembalikannya,” kata Umar.
Saat itu, timbul harapan
di hati Fatimah agar kakaknya memeluk Islam.
“Kakak, engkau adalah
penyembah berhala, karena itu engkau kotor. Sesungguhnya, lembaran ini tidak
boleh disentuh kecuali orang yang suci,” kata Fatimah.
Tanpa berkata lagi, Umar
berdiri lalu mandi. Setelah itu ia kembali dan membaca lembaran-lembaran yang
berisi surat Thaha.
طه
Thaahaa.
مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ
لِتَشْقَىٰ
Kami tidak menurunkan Al-Qur’an
ini kepadamu agar kamu menjadi susah;
إِلَّا تَذْكِرَةً لِمَنْ يَخْشَىٰ
tetapi sebagai peringatan
bagi orang yang takut (kepada Allah),
تَنْزِيلًا مِمَّنْ خَلَقَ
الْأَرْضَ وَالسَّمَاوَاتِ الْعُلَى
yaitu diturunkan dari
Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi.
الرَّحْمَٰنُ عَلَى الْعَرْشِ
اسْتَوَىٰ
(Yaitu) Tuhan Yang Maha
Pemurah. Yang bersemayam di atas ´Arsy.
لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمَا تَحْتَ الثَّرَىٰ
Kepunyaan-Nya-lah semua
yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua
yang di bawah tanah.
وَإِنْ تَجْهَرْ بِالْقَوْلِ
فَإِنَّهُ يَعْلَمُ السِّرَّ وَأَخْفَى
Dan jika kamu mengeraskan
ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi.
اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا
هُوَ ۖ لَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَىٰ
Dialah Allah, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al asmaaul husna
(nama-nama yang baik),
............
Umar terus membaca
sebagian besar lembaran-lembaran tadi, lalu berhenti. Tangannya terkulai.
Matanya sayu. Dikembalikannya lembaran-lembaran tadi ke tangan Fatimah. Dengan
rasa heran dan penuh harap, Fatimah memerhatikan wajah kakaknya.
Kemudian di dengarnya
Umar mendesah, “Alangkah bagus dan agung kata-kata ini.”
Seolah mendadak matahari
yang terang benderang muncul dari balik awan. Khattab bin Al Arat segera keluar
dari persembunyiannya.
“Wahai Umar!” serunya
meluap-luap, “Aku sungguh berharap mudah-mudahan Allah mengistimewakan dirimu.
Kemarin kudengar Rasulullah berdoa, “Ya Allah! Kuatkanlah Islam dari dua Umar,
Abu Jahal bin ‘Amr bin Hisyam atau Umar bin Khattab!”
Mendengar itu, Umar
segera bangkit dan bergegas menuju Darul Arqam. Namun, tangannya masih
menghunus pedang dan wajahnya seperti singa padang pasir yang siap bertarung.
Ke-Islam-an
Umar bin Khattab
Berdentum-dentum pintu
Darul Arqam diketuk Umar. Sebelum membuka pintu, seorang sahabat mengintip
keluar dan terkejut, seperti baru mengalami mimpi buruk.
“Pengetuk pintu adalah
Umar bin Khattab!” desisnya panik kepada Rasulullah dan orang-orang di dalam, “Dia
datang dengan pedang terhunus!”
Hamzah bin Abdul Muthalib
berdiri dan berkata tenang, “Biarkan saja dia masuk. Jika dia datang dengan
maksud baik, kita sambut dengan baik. Namun, jika dia datang dengan maksud
jahat, kita bunuh saja dia dengan pedangnya.”
Setelah berkata begitu,
tangan Hamzah bergerak meraba gagang pedangnya. Suasana tambah mencekam ketika
pintu dibuka. Namun, Umar tidak juga masuk, ia tetap berdiri dengan sikap
garang di depan pintu.
Melihat itu, Rasulullah
pun berdiri dan berjalan cepat menghampiri Umar. Dengan kecepatan yang bahkan
tidak terduga oleh Umar sendiri, tangan Rasulullah yang mulia bergerak dan
mencengkeram leher baju Umar dengan kuat.
Dengan suara tegas yang
tidak bisa dibantah, Rasulullah berkata, “Wahai Umar! Dengan maksud apa engkau
datang? Demi Allah, aku tidak akan melihat engkau berhenti dengan sikap dan
tindakanmu terhadap kami hingga Allah menurunkan bencana untukmu.”
Kerongkongan Umar
tersekat karena begitu terkejut. Kesombongannya runtuh, bahkan rasa takut
menguasai dirinya. Dengan suara lirih ia berkata, “Wahai Rasulullah.......”
Semua orang di Darul
Arqam tercengang. Mereka lebih tercengang lagi mendengar Umar bin Khattab, sang
Singa Quraisy, melanjutkan kata-katanya, “Aku datang kepadamu untuk beriman
kepada Allah dan Utusan-Nya.”
Rasulullah melepaskan cengkeramannya dan berkata penuh
rasa syukur, “Subhanallah .....”
Takbir Hamzah membahana.
Pada bulan Dzulhijjah tahun keenam kenabian itu, Umar bin Khattab, sahabat
berperang dan teman minumnya, menjadi saudara seiman. Hati mereka terikat dalam
tali yang tidak bisa putus lagi sampai ke akhirat.
Dengan kegembiraan yang tiada tara, Rasulullah mengusap dada Umar agar sahabat barunya itu tetap dalam keimanan. (bersambung)
Kisah sebelumnya: