------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 16 November 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (37):
Muhammad
Ditawari Harta, Kedudukan, dan Biaya Pengobatan
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Tawaran
Utbah bin Rabi’ah
“Sesak dadaku melihat
Muhammad dan para pengikutnya!” teriak seorang pembesar Quraisy.
“Setiap hari mereka
semakin kuat!” geram yang lain.
“Semua gangguan dan
siksaan kita seolah tidak berpengaruh apa-apa. Sangat mengherankan!” gerutu
yang lain menggelengkan kepala.
Ketika suasana bertambah
panas, Utbah bin Rabi’ah berdiri. Semua orang memandangnya dan menunggu.
“Kalau jalan kekerasan
tidak membuahkan hasil, sudah saatnya kita mencoba cara lain,” kata Utbah bin
Rabi’ah.
Suaranya pelan dan
tenang.
“Kalau kalian setuju, aku
akan bicara dengan Muhammad dan menawarkan beberapa hal menarik kepadanya.
Apakah kalian setuju?” tanya Utbah.
Setelah terdiam sejenak,
akhirnya orang orang Quraisy itu pun setuju.
“Coba laksanakan usulmu!
Kami bersedia memberi apa saja asal Muhammad mau bungkam!” kata mereka.
Utbah bin Rabi’ah pun
menemui Rasulullah.
“Anakku,” katanya lembut,
“Engkau adalah orang terhormat. Namun kini, engkau membawa soal besar sehingga
masyarakat kita tercerai-berai. Sekarang dengarlah, kami menawarkan kepadamu
beberapa hal, mungkin sebagiannya bisa engkau terima. Anakku, kalau yang engkau
inginkan adalah harta, kami siap mengumpulkan dan memberikan harta kami
sehingga engkau akan menjadi seorang paling kaya. Kalau engkau ingin kedudukan,
akan kami angkat engkau sebagai pemimpin kami sehingga kami tidak akan
mengambil keputusan tanpa persetujuanmu. Kalau engkau ingin menjadi raja, akan
kami nobatkan engkau menjadi raja kami. Jika engkau diserang penyakit yang
tidak dapat engkau sembuhkan sendiri, akan kami biayai pengobatannya dengan harta
kami sampai engkau sembuh.”
Rasulullah terdiam
sejenak. Utbah bin Rabi’ah merasa kata-katanya yang berbunga itu seolah menguap
tanpa jejak ke udara.
Surat
Fushilat
Rasulullah lalu membaca
ayat-ayat Al Qur'an Surat Fushilat mulai dari ayat pertama:
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Dengan menyebut nama
Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(1). حم
Haa Miim. (Haa Miim)
hanya Allah saja yang mengetahui arti dan maksudnya.
(2). تَنْزِيلٌ مِنَ الرَّحْمَٰنِ
الرَّحِيمِ
Diturunkan dari Tuhan
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.
(3). كِتَابٌ فُصِّلَتْ آيَاتُهُ
قُرْآنًا عَرَبِيًّا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui,
(4). بَشِيرًا وَنَذِيرًا فَأَعْرَضَ
أَكْثَرُهُمْ فَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ
yang membawa berita
gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka berpaling
(daripadanya); maka mereka tidak (mau) mendengarkan.
(5). وَقَالُوا قُلُوبُنَا
فِي أَكِنَّةٍ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ وَفِي آذَانِنَا وَقْرٌ وَمِنْ بَيْنِنَا
وَبَيْنِكَ حِجَابٌ فَاعْمَلْ إِنَّنَا عَامِلُونَ
Mereka berkata: “Hati
kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan
di telinga kami ada sumbatan, dan antara kami dan kamu ada dinding, maka
lakukanlah (sesuai kehendak kamu); sesungguhnya kami akan melakukan (sesuai
kehendak kami).”
Rasulullah terus membacakan ayat-ayat lanjutannya yang menuturkan tentang Rasulullah hanyalah seorang pemberi peringatan, tentang gunung-gunung yang kokoh, tentang penciptaan langit dan tujuh lapisannya, tentang azab petir yang menimpa kaum Tsamud, tentang ngerinya nasib kaum kafir yang menolak wahyu dari Allah.
Ayat-ayat itu begitu
memesona Utbah sampai ia lupa pada apa yang ia tawarkan kepada Rasulullah.
Hatinya semakin hanyut, larut, dan...
“Cukuplah Muhammad.
Cukuplah sekian saja!” seru Utbah.
Ia diam sejenak, lalu
kemudian bertanya lagi, “Apakah engkau dapat menjawab selain yang tadi engkau
baca?”
“Tidak,” kata Rasulullah.
Utbah terpana.
“Jadi, inilah Muhammad,”
pikirnya.
Dalam hati ia mengatakan,
“Laki laki ini bukanlah orang yang ingin memiliki gunungan harta, kedudukan,
kerajaan, dan sama sekali bukan orang sakit. Ia hanyalah orang yang ingin
mempertahankan tugasnya dengan baik sekali dan ia tadi mengucapkan kata-kata
penuh mukjizat...”
Begitulah, akhirnya Utbah
bin Rabi'ah kembali dengan tangan hampa. Para pembesar Quraisy pun kecewa
karena Rasulullah menolak tawaran mereka. Kemudian, penganiayaan dan siksaan
terhadap kaum Muslimin pun berlanjut dan semakin ganas. (bersambung)