-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 04 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (51):
Abu
Lahab Lepas Perlindungan Bani Hasyim kepada Rasulullah, Orang Tha’if Melempari
Batu
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Tindakan
Bengis Abu Lahab
Sepeninggal Abu Thalib, Abu Lahab terpilih sebagai
ketua Bani Hasyim. Segera setelah ia terpilih, Abu Lahab menyatakan melepas
perlindungan terhadap diri Rasulullah dengan memberikan pengumuman secara terbuka
di Pasar Ukazh dan di Ka’bah. Ini adalah tindakan yang amat kejam, sampai
Rasulullah sempat minta perlindungan dari keluarga selain Bani Hasyim.
Bani Hasyim adalah satu di antara sekian banyak
kabilah. Pemimpin sebuah kabilah dipilih karena bijak, berani, dan tegas.
Pemimpin kabilah menduduki kedudukan terhormat. Pemimpin kabilah biasanya
dipilih setelah berusia 40 tahun.
Dalam pertempuran, kaum muda berjuang di garis depan
melindungi pemimpin kabilah dan sesepuh di garis belakang.
Cara
Rasulullah Berdakwah
Ada 6 cara yang dilakukan Rasulullah untuk berdakwah:
1. Mengumpulkan orang.
2. Mendatangi tempat-tempat pertemuan dan keramaian.
3. Mendatangi kota-kota lain.
4. Menugasi setiap muslim untuk berdakwah.
5. Menugasi muslim pilihan untuk mengajar.
6. Mengirimkan surat dan utusan kepada para raja dan
pemimpin.
Tha’if
Rasulullah berdakwah ke Tha'if pada tahun 10 kenabian
(akhir Mei 619). Tha'if terletak 100 kilometer sebelah tenggara Mekah. Tha'if
adalah kota pegunungan dengan ketinggian hampir 2.000 meter di atas permukaan
laut. Tha'if adalah kota dagang dengan hasil bumi dan perkebunan buah seperti
anggur.
Rasulullah mencoba mengalihkan dakwah langsung keluar
Kota Mekah. Bersama Zaid bin Haritsah, Rasulullah pergi ke kota Tha'if. Tiba di
kota itu, Rasulullah menemui tiga orang pembesar kota dan menawarkan Islam
kepada mereka. Apa tanggapan mereka?
“Bahkan akan kusobek-sobek selubung Ka’bah untuk
membuktikan bahwa demikian tidak percayanya aku padamu!” ujar seseorang.
Mendengar temannya bicara seperti itu, yang lain
tersenyum mengejek sambil berkata, “Apakah Tuhan tidak mendapatkan orang yang
lebih baik daripada kamu? Kalau engkau seorang nabi, pastilah engkau terlalu
mulia untuk menjadi teman bicaraku. Kalau bukan, maka engkau terlalu rendah
kulayani.”
Rasulullah meminta tiga pembesar Tha'if yaitu Mas'ud,
Abdu Yalail, dan Habib, tidak mengumumkan kepada masyarakat penolakan mereka
terhadap beliau. Akan tetapi, ketiga pembesar itu tidak mengabulkan permintaan
Rasulullah. Mereka malah menghasut agar para pemuda mengolok-olok Rasulullah.
Mereka keluar dan berteriak kepada orang banyak, “Wahai
penduduk Tha'if! Lihat orang ini! Ia mencoba mengganti para berhala kita dengan
satu Tuhan baru yang tidak terlihat!”
Para pemuda mulai datang bergerombol dengan wajah
memerah karena murka.
“Orang ini rupanya berniat menipu dan membodohi kalian!
Apa yang akan kalian perbuat?” kata mereka.
“Usir dia!” ujar yang lain.
“Jangan cuma diusir, lempar dia dengan batu agar jera
dan tidak berani membawa kegilaannya kemari!” timpal yang lain lagi.
Kemudian, mulailah para pemuda melempari Rasulullah
dengan batu. Melihat hal itu, orang-orang kaya tidak mau ketinggalan. Mereka
menyuruh budak-budaknya,
“Hei, tunggu apalagi? Ambil batu dan lempari dia! Sekaranglah
saatnya kalian bersenang-senang!” kata salah seorang di antara mereka.
Rasulullah dan Zaid berlari di sepanjang jalan ke luar
Kota Tha'if. Mereka diikuti hujan batu disertai gemuruh caci maki dan cemooh
gerombolan pemuda dan budak. Batu-batu terbang berbunyi debag-debug menghantam
seluruh tubuh Rasulullah meski sudah dilindungi Zaid. Darah suci Rasulullah
berceceran di sepanjang jalan.
Doa
Rasululllah
Setelah jauh keluar dari kota, gerombolan orang yang
mengejar Rasulullah pun membubarkan diri dengan senyum puas dan mengejek. Saat
itu Rasulullah bertemu dengan seorang istri pembesar Tha'if dari Bani Jumah
yang sedang lewat. Perempuan itu memandang Rasulullah dengan rasa kasihan
bercampur heran.
“Lihatlah, apa yang ditimpakan kepada kami oleh rakyat
suamimu,” sabda Rasulullah.
Mendengar orang Tha'iflah yang menganiaya beliau,
perempuan itu berlalu dengan perasaan takut jika diketahui orang bahwa ia
menunjukkan belas kasihan kepada Rasulullah.
Untuk melepas lelah dan membasuh luka, Rasulullah dan
Zaid berlindung di sebuah kebun anggur milik Utbah dan Syaibah. Keduanya anak
Rabi'ah, seorang pembesar Quraisy. Saat itu, keluarga Rabi'ah memerhatikan
Rasulullah dari jauh, tetapi mereka tidak berbuat apa pun.
Setelah napasnya kembali normal, Rasulullah mengangkat
kepala dan menengadah ke langit. Beliau memanjatkan doa yang amat mengharukan.
“Allahuma ya Allah, kepada-Mu juga aku mengadukan
kelemahanku, kurangnya kemampuanku, serta kehinaanku di hadapan manusia,” kata
Rasulullah.
Beliau melanjutkan, “Oh Tuhan Maha Pengasih, Maha
Penyayang, Engkaulah Pelindungku. Kepada siapa hendak Engkau serahkan aku?
Kepada orang jauh yang berwajah muram, kepadaku, atau kepada musuh yang akan
menguasai diriku?”
“Asalkan Engkau tidak murka kepadaku, aku tidak
peduli, karena sungguh luas kenikmatan yang Engkau limpahkan kepadaku. Aku
berlindung kepada nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan, dunia, dan akhirat. Janganlah
kemurkaan-Mu menimpa aku,” pinta Rasulullah.
Kemudian beliau melanjutkan, “Kepada-Mu lah aku
menghamba sampai Engkau puas sesuai kehendak-Mu. Tiada yang lebih kuat dan
kuasa dari pada-Mu.” (bersambung)