-----
PEDOMAN KARYA
Kamis, 02 Desember 2021
Kisah
Nabi Muhammad SAW (50):
Rasulullah
Mengenang Keluhuran Budi Khadijah
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Kenangan
akan Khadijah
Kenangan akan Khadijah
tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat pernikahan
mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang
dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus.
Saat pernikahan itu,
Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai
yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam
walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah
dan sirup mawar.
Selama beberapa hari,
semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada orang-orang
miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian.
Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah
mereka rasakan sebelumnya.
Rasulullah juga terkenang
saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta
kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah.
Beliau telah mendapatkan
Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu
Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan
harga di matanya.
Rasullullah menjadi
satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan
diri sepenuhnya pada kehidupan
Rasulullah.
Saat-saat didampingi
Khadijah boleh dikatakan merupakan saat-saat yang sangat membahagiakan
Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri
Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi
cahaya mata ayahnya.
Tidak ada laki-laki lain
yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya mereka
sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu
Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai
akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang
menarik hati Khadijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya.
Itulah yang ada dalam diri Rasulullah.
Rumah
di Surga
Dalam Shahih Al Bukhari,
Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, “Wahai
Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya
ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya
dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang
di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan.”
Khadijah
Wanita Sempurna
Sebelum kedatangan Islam,
Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi
beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummul mukminin).
Saat itu, sebagian kaum
Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena
orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak
memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum
Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khadijah.
Khadijah juga memberi mereka
tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang
Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan
Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para
pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi.
Khadijah tidak pernah
menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para
pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu
kepada anaknya.
Seorang ibu rela
mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa
merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan
anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya
dan rela menahan lapar.
Bahkan jika anak-anaknya
merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa
senang dan kenyang, sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta
seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan
penuh kasih.
Dengan keluhuran budi
istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat berduka
ketika Khadijah wafat.
Rasulullah
Amat Mencintai Khadijah
Begitu besarnya cinta
Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, “Demi Allah! Allah tidak menggantikan
Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat
orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang mendustaiku.
Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan
Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.”
Setelah
Abu Thalib Tiada
Ketika ibunya wafat,
Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih
basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang
sejadi-jadinya.
Para tetangga mereka
seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat
sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu,
tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke
dalam panci masakan Rasulullah yang siap disajikan.
Kejadian paling ringan
yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya
di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah
tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh
tanah.
Di rumah, Fatimah
membersihkan kepala ayahnya sambil menangis. Tidak ada yang lebih pilu rasanya
hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini
adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya
Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.
Muhammad adalah ayah yang
bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau
lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Allah
dengan keimanan sepenuh hati.
“Jangan menangis,
putriku,” begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air
matanya, “Sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu.”
Rasulullah kemudian
berkata, “Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa
menggangguku.”
Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi? (bersambung)
Kisah sebelumnya:
Abu Thalib dan Khadijah Wafat, Keluarga dan Sahabat Berupaya Menghibur Rasulullah