Madinah Terjangkit Wabah Demam, Banyak Sahabat Yang Shalat Duduk

Madinah kala itu merupakan bumi Allah yang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat Rasulullah yang terjangkit sakit demam. Allah menjaga Rasulullah ﷺ sehingga beliau tidak terjangkit wabah demam. Abu bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu Aisyah menjenguk mereka.


 


------

PEDOMAN KARYA

Ahad, 16 Januari 2022

 

Kisah Nabi Muhammad SAW (76):

 

 

Madinah Terjangkit Wabah Demam, Banyak Sahabat Yang Shalat Duduk 

 

 

Penulis: Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi

 

Sahabat-Sahabat Rasul Yang Sakit

 

Aisyah رضي الله عنهما mengisahkan saat Rasulullah sampai di Madinah, Madinah kala itu merupakan bumi Allah yang paling potensial untuk wabah penyakit demam. Dampaknya banyak sahabat Rasulullah yang terjangkit sakit demam.

Allah menjaga Rasulullah ﷺ sehingga beliau tidak terjangkit wabah demam. Abu Bakar, Amir bin Fuhairah, dan Bilal tinggal satu rumah. Mereka semua terjangkit wabah demam. Lalu Aisyah menjenguk mereka.

Peristiwa ini terjadi saat hijab belum diwajibkan. Mereka bertiga diserang demam tinggi yang hanya Allah saja yang tahu.

Aisyah mendekat kepada Abu Bakar dan bertanya, “Bagaimana kabar ayahanda?”

Abu bakar menjawab, “Semua manusia disambut ria oleh keluarganya di pagi hari, sementara maut lebih dekat padanya daripada tali sandalnya sendiri.

Aisyah berkata, “Demi Allah, ayah tidak sadar akan apa yang ia katakan.”

Aisyah mendekat kepada Amir bin Fuhairah, dan bertanya, “Bagaimana kabarmu wahai Amir?”

Amir Bin Fuhairah menjawab, “Telah aku jumpai kematian sebelum mencicipinya. Sesungguhnya kematian datang pada para pengecut dari atasnya. Setiap orang itu berjuang dengan kekuatannya, sebagaimana sapi jantan menjaga kulitnya dengan tanduknya.”

Aisyah berkata, “Demi Allah, Amir tidak menyadari apa yang dikatakannya.”

Adapun Bilal, bila demam menyerangnya, ia berbaring di emperan rumah, dengan mengangkat suaranya sambil berkata, “Wahai, bisakah aku kembali bermalam di Fakh (tempat di luar Mekah), sementara di sekitarku terdapat Idzkhir (nama pohon beraroma wangi) dan Jalil (nama tumbuh-tumbuhan). Mampukah suatu saat aku berada di mata air Majannah? Adakah Gunung Syamah dan Gunung Thafil terlihat olehku?”

Aisyah lalu menceritakan apa yang ia dengar kepada Rasulullah.

 

Doa Untuk Para Sahabat


Aisyah ra berkata kepada Rasulullah, “Mereka bertiga bicara asal-asalan dan tidak sadar dengan apa yang mereka ucapkan akibat serangan demam tinggi.”

Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana telah Engkau jadikan kami mencintai Mekah, atau kokohkanlah rasa cinta kami kepada Madinah. Berilah kami keberkahan di dalam mud, dan sha' Madinah (yakni makanannya). Alihkan serangan wabahnya ke Mahyaa'h.”

Mahyaa'h adalah Al-Juhfah.

Akibat serangan demam ini banyak sahabat yang mengerjakan shalat dengan cara duduk.

Rasulullah SAW keluar menemui mereka yang kala itu menunaikan shalat dengan cara duduk dan berkata, “Ketahuilah wahai sahabat-sahabatku bahwa shalat orang yang duduk itu pahalanya setengah shalat orang yang berdiri.”

Maka para sahabat berupaya untuk berdiri sekuat mungkin walaupun mereka demikian lemah dan sedang sakit dengan harapan mendapatkan pahala.

 

Penanggalan Hijrah

 

Rasulullah sampai di Madinah pada hari Senin 12 Rabiul Awal. Pada saat waktu Dhuha berakhir, saat matahari tidak begitu panas. Rasulullah sampai di Madinah saat usia beliau 53 tahun, 13 tahun setelah beliau diutus menjadi Nabi dan Rasul.

Rasulullah tinggal di Madinah pada akhir Rabiul Awal, Rabiul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya'ban, Ramadhan, Syawal, Dzul Qa'dah, dan Dzul Hijjah.

Pada bulan-bulan inilah dan bulan Muharram tahun berikutnya Rasulullah tidak berperang melawan kaum musyrikin.

Pada bulan Shafar, tepat setahun setelah kedatangan Rasulullah ke Madinah, beliau keluar untuk berperang dan berjihad untuk melawan musuhnya sesuai yang Allah perintahkan, serta memerangi orang-orang musyrik.

Rasulullah menunjuk Sa'ad Bin Ubadah sebagai penggantinya di Madinah selama beliau berada di medan jihad.

 

Diizinkan Berperang

 

Dalam situasi genting yang dapat mengancam eksistensi kaum muslimin di Madinah di mana kaum Quraisy tidak sadar dari kesesatannya dan sama sekali tidak mau menghentikan kejahatannya, Allah mengizinkan kaum muslim untuk berperang.

Allah berfirman, “Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu,” (Surah Al-Hajj 22:39)

Ayat tersebut turun dalam rangkaian ayat yang menunjukkan kepada mereka bahwa izin tersebut hanyalah untuk menyingkirkan kebatilan dan menegakkan syiar-syiar Allah.

“(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma´ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan. (Surah Al-Hajj 22:41)

Pendapat yang benar dan tidak ada pilihan lain bahwa izin tersebut diturunkan di Madinah, setelah hijrah tidak di Mekah.

Sikap bijak harus diambil untuk menghadapi kondisi saat itu di mana sumber utamanya adalah kekuatan dan kesewenang-wenangan kaum Quraisy.

Kaum muslimin harus membentangkan kekuasaan mereka pada jalur perdagangan dari Mekah ke Syam. Dalam hal ini Rasulullah ﷺ menempuh dua langkah yaitu:

Pertama mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak melakukan permusuhan dengan kabilah-kabilah yang berdekatan dengan jalur perdagangan itu.

Selain itu, mengadakan perjanjian persekutuan atau tidak mengadakan permusuhan dengan kabilah Juhairah, sebelum melakukan kegiatan militer.

Kedua melakukan ekspedisi-ekspedisi secara bergantian ke jalur tersebut. (bersambung)


------

Kisah sebelumnya:

Abu Amir bin Shaifi dan Abdullah bin Ubay 

Perintah Allah Mengalihkan Kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama