Sejumlah 400 orang sahabat dipimpin Rasulullah ﷺ berhasil melakukan serangan mendadak terhadap kumpulan pasukan Bani Ghatafan di Nakhl.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan rasa takut di hati pasukan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar itu sehingga mereka lari pontang-panting tanpa bertempur sama sekali. Harta dan kaum wanita ditinggalkan begitu saja untuk ditawan pasukan muslim.
------
PEDOMAN KARYA
Senin, 28 Maret 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (107):
Allah
Turunkan Rasa Takut, Pasukan Ghatafan Lari Pontang-panting
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Perang
Sobekan Kain
Rasulullah ﷺ menyerahkan kepemimpinan Madinah kepada
Abu Dzar Al-Ghifari, kemudian beliau berangkat bersama pasukannya secara
diam-diam. Tujuannya menyergap musuh sebelum mereka sempat mempersiapkan diri.
Abu Musa Al-Asy'ari menceritakan perang itu, “Waktu
itu, setiap 6 orang dari kami bergantian menaiki seekor unta. Kemudian telapak
kaki pecah-pecah. Telapak kaki saya sendiri pecah dan kuku-kukunya copot. Waktu
itu, kami membalut kaki-kaki kami dengan sobekan kain, karena itu aku menyebut
peperangan ini dengan Dzatur Riqo atau sobekan kain.”
Sejumlah 400 orang sahabat dipimpin Rasulullah ﷺ
berhasil melakukan serangan mendadak terhadap kumpulan pasukan Bani Ghatafan di
Nakhl.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan rasa takut di hati pasukan musuh yang
jumlahnya jauh lebih besar itu sehingga mereka lari pontang-panting tanpa
bertempur sama sekali. Harta dan kaum wanita ditinggalkan begitu saja untuk
ditawan pasukan muslim.
Setelah kemenangan gemilang itu Rasulullah ﷺ dan para
sahabatnya bersiap diri menghadapi serangan balik musuh. Dalam keadaan seperti
itu, Rasulullah ﷺ memimpin sahabatnya melakukan shalat khauf (shalat dalam
keadaan takut).
Satu kelompok berbaris bersama Rasulullah ﷺ, sedangkan
kelompok yang lain menghadap musuh. Kelompok pertama kemudian shalat bersama
Rasulullah ﷺ lalu beliau berdiri tegak ketika kelompok pertama menyempurnakan
shalatnya.
Setelah itu kelompok pertama tadi mundur dan berbaris
menghadapi musuh sedangkan kelompok kedua maju dan Rasulullah ﷺ mengimami
mereka meneruskan shalatnya yang belum selesai. Kemudian Rasulullah ﷺ duduk
sementara mereka menyempurnakan shalat, kemudian mereka mengikuti
Rasulullah ﷺ.
Dalam pertempuran ini, dua orang sahabat, satu dari
Muhajirin dan satu dari Anshar mendapat giliran jaga malam, sedangkan
saudara-saudara mereka yang lain beristirahat. Sahabat Muhajirin melakukan shalat
malam dan terkena panah musuh, tetapi dicabutnya panah itu dengan tenang dan
meneruskan shalatnya.
Demikian sampai tiga kali. Ketika sahabat Anshar itu
mengetahuinya dia bertanya, “Mengapa kamu tidak memberi tahu aku?”
“Engkau sedang membaca satu surat dan aku tidak ingin
memutuskannya,” jawab sahabat Muhajirin.
Sifat pengecut tidak akan kita temukan dalam kisah
Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya. Jika menjadi pengecut, ilmu kita akan padam.
Orang lain bahkan diri sendiri tidak akan mendapat manfaatnya. Orang pengecut
pekerjaannya akan sia-sia. Duduknya di bawah, tidak berani di atas, dia hanya
menjadi pengikut tidak berani diikuti.
Bani
Musthaliq
Setelah kemenangan pada Perang Badar kedua, Rasulullah
ﷺ memerintahkan para penyair muslim untuk menyebarkan syiar Islam tentang
kemenangan dan kegagalan pasukan Quraisy. Tidak hanya sampai di situ, para
penyair itu juga mencela Abu Sufyan dan pasukannya.
Hal itu tidak dibiarkan oleh sekutu Quraisy yang
paling kuat yaitu Bani Musthaliq. Bani Musthaliq adalah penguasa perdagangan.
Mereka mempunyai banyak harta dan budak-budak kulit hitam, selain itu mereka
membiarkan orang-orang Quraisy menjadi pemimpin mereka karena orang-orang
Quraisy-lah yang tinggal di dekat Kabah tempat patung-patung Tuhan mereka
diletakkan.
Bani Musthaliq mengutus para penyairnya menemui Abu
Sufyan untuk menghibur pemimpin Quraisy itu. Para penyair melantunkan kata-kata
cacian bagi Rasulullah ﷺ dan para sahabatnya.
Al Haris, pemimpin Bani Musthaliq, juga mengajak
suku-suku di sekitar Bani Musthaliq untuk berkumpul menyusun pasukan. Semua
suku yang mendukungnya adalah mereka yang bertempat tinggal di tepi laut merah.
Selanjutnya Bani Musthaliq maju sebagai komandan
perang pasukan gabungan itu. Bendera kini diserahkan orang Quraisy kepada Al
Haris. Dari kemampuan tempur, Al Haris memang lebih pantas menjadi panglima
dibandingkan Abu Sufyan. Di bawah kepemimpinannya semua persiapan pasukan dilakukan
dengan sungguh-sungguh.
Rasulullah ﷺ mengetahui bahwa pasukan ini akan
menyerang Madinah, maka Rasulullah ﷺ pergi meninjau wilayah musuh untuk
mengetahui tempat terbaik bagi kaum muslimin apabila harus bertempur.
Setelah mengadakan musyawarah dengan para sahabatnya,
Rasulullah ﷺ memutuskan untuk menyambut
pasukan musuh.
Yang menakjubkan adalah cara Rasulullah ﷺ menjinakkan
hati Abdullah bin Ubay yang sebenarnya sangat membenci kaum muslimin. Abdullah
bin Ubay ditugasi pemimpin pasukan Anshar dari Suku Khazraj.
Rasulullah ﷺ kemudian mengundi di antara
istri-istrinya, siapakah di antara mereka yang akan diajak mengikuti
pertempuran. Ternyata nama Aisyah yang keluar. Maka Aisyah bisa dinaikkan ke
unta yang khusus disediakan untuk beliau.
Penyair berperan penting dalam perang urat syaraf.
Rasulullah ﷺ pernah berkata kepada Hasan bin Tsabit seorang penyair.
“Wahai Hasan, engkau berjuang melawan orang kafir dan Jibril selalu bersamamu. Ketika sahabatku bertempur menggunakan senjata, engkau bertempur dengan kata-katamu,” kata Rasulullah. (bersambung)
------
Kisah sebelumnya: