“Berita mengejutkan, saudara-saudara!” seru seorang Arab pedalaman kepada orang-orang di sukunya.
“Orang-orang Quraisy mengundurkan diri sebelum bertempur, sementara Muhammad dan para sahabatnya menunggu mereka di Badar selama berhari-hari!”
Temannya berdiri dan meludah ke tanah, “Pengecut! Padahal mereka telah memukul Muhammad di Uhud! Jika terus begini, kesudahan orang-orang Mekkah sudah dapat diramalkan dari sekarang!”
------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 25 Maret 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (106):
Orang-orang
Quraisy Mundur Sebelum Perang Badar, Pasukan Muslim Menang Tanpa
Perang
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Suasana Madinah pun menjadi tentram setelah Bani
Nadhir dikeluarkan. Hati mereka semua lega dengan suasana yang begitu tenang
tentram dan aman. Al Muhajirin kini dapat hidup mandiri berkat tanah-tanah yang
dibagikan dan itu membuat orang-orang Anshar turut bergembira.
Namun peristiwa Perang Uhud sudah hampir setahun
berlalu, Rasulullah ﷺ teringat ancaman Abu Sufyan yang diucapkan ketika Perang
Uhud berakhir, “Yang sekarang ini untuk peristiwa Perang Badar. Sampai jumpa
tahun depan.”
Kata-kata itu adalah tantangan untuk bertempur lagi di
lembah Badar. Rasulullah ﷺ mewaspadai apa yang akan dilakukan orang-orang
Quraisy. Kekhawatiran beliau ternyata benar-benar terjadi karena tidak lama
kemudian, tibalah seorang utusan Quraisy dan membawa sebuah pesan
Badar
Terakhir
Utusan Quraisy itu bernama Nu’aim bin Mas’ud. Ia tiba
di Madinah dan mengabarkan: “Orang-orang Quraisy telah mengerahkan tentaranya
dalam jumlah yang begitu besar dan tidak ada taranya dalam sejarah bangsa Arab.
Tentara besar itu kini sudah bergerak ke lembah Badar, mereka siap memerangi
kalian, sekaligus meluluh-lantakkan kalian hingga tidak bersisa. Jika kalian
berani pergi ke lembah Badar.”
Mendengar berita itu banyak kaum muslimin menunjukkan
keengganannya.
“Lebih baik kita abaikan saja tantangan itu,” kata
mereka.
Akan tetapi Rasulullah ﷺ menjadi marah terhadap sikap
lemah dan ingin mundur itu. Rasulullah ﷺ bahkan bersumpah bahwa beliau akan
tetap pergi ke Badar walau seorang diri.
Melihat kemarahan Rasulullah ﷺ itu, lenyaplah rasa
ragu dan takut di hati kaum muslimin. Mereka segera pulang ke rumah dan
menyiapkan segala sesuatunya. Bekal makanan, senjata, dan berpamitan kepada
keluarga yang ditinggalkan.
Setelah itu 1500 orang prajurit muslim di bawah
komando Rasulullah ﷺ langsung berangkat meninggalkan Madinah.
Sebenarnya Abu Sufyan sendiri enggan berperang pada
tahun ini, musim kering tengah mengganas. Harapan Abu Sufyan sebenarnya agar
perang diadakan pada waktu lain saja. Namun ia terlanjur melepaskan kata-kata
tantangan pada Perang Uhud akhir itu.
Karena itu, ia tidak mungkin tidak berangkat memenuhi
tantangannya sendiri. Hal itu akan membuat cemar Quraisy di mata orang-orang
Arab. Akhirnya Abu Sufyan memutuskan untuk mengirim Nu'aim masuk ke Madinah.
Nu'aim disuruhnya mengeluarkan kata-kata untuk menggertak kaum muslimin dan
melemahkan semangat mereka.
Walaupun demikian Abu Sufyan tetap memimpin pasukan
sebesar 2000 orang. Mereka keluar dari Mekkah tidak dengan semangat sebesar
dulu ketika menyongsong Perang Uhud. Apalagi mereka juga mendengar bahwa kaum
muslimin telah menanti mereka di lembah Badar dengan semangat tinggi.
Syaja’ah adalah keberanian. Orang yang disebut berani
adalah orang yang tidak gentar menghadapi bahaya dan menghindarkan bahaya yang
lebih besar. Ia maju menghadapi kesulitan karena yakin bahwa dibalik kesulitan
itu akan lahir sebuah kebahagiaan.
Kemenangan
Pasukan Quraisy sudah berjalan selama dua hari dan
tiba di Zahran. Mereka bermalam di Majannah, sebuah pangkalan air di daerah
itu. Namun hati Abu Sufyan semakin berat. Ia memikirkan lagi akibat perperangan
dengan kaum muslimin. Ketakutan membayangi hatinya. Puncaknya Abu Sufyan
berusaha mencari alasan untuk pulang.
Abu Sufyan berkata kepada teman-temannya, “Saudara-saudara
Quraisy, sebenarnya yang cocok buat kita hanyalah dalam musim subur, sedang
sekarang kita dalam musim kering. Saya sendiri mau kembali pulang, maka dari itu
pulang sajalah kamu sekalian.”
Tidak ada yang menentang pendapat itu karena semua
prajurit Mekah juga dilanda ketakutan yang sama. Akhirnya pasukan Quraisy pun
kembali pulang. Sementara itu Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin terus-menerus
menantikan mereka selama delapan hari.
Kesempatan itu digunakan kaum muslimin untuk
berdagang. Perdagangan itu menghasilkan keuntungan yang banyak. Kaum muslimin
pun kembali ke Madinah dengan gembira, karena Allah telah memberikan keberuntungan
yang demikian besar.
“Berita mengejutkan, saudara-saudara!” seru seorang
Arab pedalaman kepada orang-orang di sukunya.
“Orang-orang Quraisy mengundurkan diri sebelum
bertempur, sementara Muhammad dan para sahabatnya menunggu mereka di Badar selama
berhari-hari!”
Temannya berdiri dan meludah ke tanah, “Pengecut!
Padahal mereka telah memukul Muhammad di Uhud! Jika terus begini, kesudahan
orang-orang Mekkah sudah dapat diramalkan dari sekarang!”
Dengan demikian, Perang Badar terakhir itu benar-benar
telah menghapus kemenangan Quraisy pada Perang Uhud. Tindakan pengecut Quraisy
yang menarik diri sebelum tiba di tempat pertempuran telah membuat nama mereka
tercemar melebihi ketika mereka kalah pada Perang Badar pertama.
Sementara itu walaupun pasukannya mendapatkan
kemenangan. Rasulullah ﷺ tetap waspada.
Terbukti, tidak lama setelah itu terdengar berita bahwa pasukan Bani Ghafatan dari Najd tengah berkumpul untuk menyerang Madinah dalam jumlah yang sangat besar. (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya: