Mulai curiga karena Haram bin Milham tidak kunjung kembali, kaum muslimin di Bi'ir Mau'nah mulai meningkatkan kewaspadaan. Namun segala tindakan untuk menarik diri dari tempat itu sudah terlambat, karena dari segala penjuru para prajurit Najd muncul mengepung.
Segera saja kaum muslimin mencabut pedang dan siap bertarung. Pertempuran tidak seimbang segera pecah. Para dai itu bertempur mati-matian tanpa sedikit pun niat untuk menyerah. Hampir seluruh sahabat Rasulullah ﷺ di Bi'ir Mau'nah gugur kecuali dua orang.
-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 19 Maret 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (103):
Tragedi
Bi’ir Maunah, 70 Da’i Utusan Rasulullah Dibunuh di Daerah Najd
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Khubaib
Bin Adiy
Khubaib bin Adiy sedang berada di dalam penjara.
Orang-orang Mekah menyeretnya keluar untuk disalib di hadapan umum.
Sebelum naik kayu salib, Khubaib bertanya, “Dapatkah
kamu membiarkan aku sekedar melakukan shalat dua rakaat?”
Permintaan itu dikabulkan. Khubaib melakukan shalat
dua rakaat dengan baik dan sempurna.
Setelah shalat ia membalikkan badannya, menghadapi
semua orang. Lalu berkata, “Kalau bukan karena kamu akan menyangka aku sengaja
memperlambat karena takut dibunuh, niscaya aku masih akan shalat lebih banyak
lagi.”
Setelah itu, orang-orang Quraisy menaikkan ke atas
tunggak kayu. Dengan mata sayu, Khubaib memandangi orang-orang yang menontonnya
sambil berseru, “Ya Allah, hitungkan jumlah mereka itu, binasakan mereka dalam
keadaan tercerai berai, jangan biarkan hidup seorang pun!”
Mendengar suara yang keras itu, para penonton gemetar.
Sebagian dari mereka bahkan merebahkan diri seolah-olah takut terkena kutukan.
Sesudah itu, Khubaib dibunuh.
Seperti halnya Zaid, Khubaib pun gugur sebagai syahid
yang memegang teguh amanat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. Dua roh suci ini
melayang memasuki surga yang dijanjikan.
Seandainya mau, terus saja mereka dapat menyelamatkan
diri mereka. Keduanya tinggal berkata bahwa mereka akan kembali ke agama nenek
moyang, dan orang-orang Quraisy bersenang hati menerima para prajurit segagah
mereka.
Namun keyakinan keduanya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
dan hari kemudian sudah sedemikian tinggi. Keimanan mereka sudah sekokoh karang
dan tidak bisa lagi dikikis oleh siksaan atau tawaran harta duniawi.
Mereka melihat maut bukan sebagai akhir segalanya,
namun justru sebagai cita-cita hidup di dunia ini. Lagi pula mereka yakin bahwa
darah mereka yang tumpah akan memanggil-manggil saudara-saudara muslim mereka
supaya memasuki Kota Mekah sebagai pemenang.
Saudara-saudara muslim mereka akan menghancurkan
pertahanan dan perbuatan syirik. Kesucian sebagai rumah Allah akan dipulihkan.
Tidak ada lagi nama berhala yang disebut kecuali nama-nama Allah yang Mahasuci.
Rasulullah
Berduka
Rasa duka menyelimuti Madinah, awan tampak
bergumpal-gumpal. Mendung di hati Rasulullah ﷺ dan kaum muslimin membuahkan air
mata duka yang membasahi pipi. Penyair Rasulullah, Hasan bin Tsabit membacakan
syair-syair duka untuk mengenang kepergian enam orang syuhada itu.
Beban di benak Rasulullah terus bertambah berat.
Beliau khawatir kejadian seperti itu akan terulang lagi. Orang-orang Arab yang
masih membenci kaum muslimin akan terdorong melakukan hal serupa di kemudian
hari.
Tiba-tiba datanglah Abu Bara Amir bin Malik seorang
pemuka masyarakat di daerah Najd. Rasulullah ﷺ pun menawarkan kepadanya, agar
ia mau memeluk agama yang mulia ini. Namun Abu Bara menolak.
Meskipun demikian Abu Bara tidak menunjukkan sikap
yang memusuhi Islam. Ia bahkan berkata, “Muhammad, saya mempersilakan engkau
mengutus sahabat-sahabatmu ka Najd dan mengajak mereka itu mau menerima
ajaranmu. Saya berharap banyak orang yang akan memeluk Islam.”
Ini adalah sebuah peluang besar, namun Rasulullah ﷺ
masih khawatir. Beliau takut akan terjadi penghianatan lagi terhadap para
sahabatnya. Dia tidak bisa segera menjawab permintaan Abu Bara. Melihat keraguan
di wajah Rasulullah ﷺ. Abu Bara pun mengerti.
“Saya menjamin mereka! Kirimkanlah utusan ke sana
untuk mengajak mereka menerima ajaran-Mu,” tegas Abu Bara.
Rasulullah ﷺ melihat kejujuran di mata Abu Bara,
beliau juga tahu bahwa Abu Bara adalah orang yang dapat dipercaya. Dia adalah
orang yang ditaati masyarakatnya. Setiap kata-katanya akan dituruti orang-orang
Najd. Siapa pun yang sudah pernah diberikan perlindungan oleh Abu Bara, tidak
pernah diganggu oleh orang lain.
Berdasarkan pertimbangan ini dan peluang besar
berkembangnya Islam di Jazirah Arabia. Rasulullah ﷺ memanggil Al Mundir bin Amr
dari Bani Sa'idah. Beliau menugasi Al Mundir memimpin 70 orang muslim pilihan
untuk menyebarkan ajaran Islam di Najd.
Rombongan dai itu pun berangkat dengan penuh harap
akan datangnya kebaikan. Apakah benar mereka akan diterima dengan baik atau
sebaliknya malah dikhianati.
Tragedi
Bi'ir Maunah
Ketika tiba di Najd, tepatnya di Bi'ir Ma'unah, ke-70
muslim itu berhenti. Daerah itu terletak di antara wilayah Bani Amir dan Bani
Sulaim. Al Mundir mengutus Haram bin Milhan menemui Amir bin Ath Thufail, pemimpin
Bani Sulaim.
Haram ditugasi menyampaikan surat Rasulullah ﷺ kepada
pemimpin-pemimpin Najd, namun Amir bin
Ath Thufail sama sekali tidak membaca surat Rasulullah ﷺ itu. Ia bahkan
memerintahkan agar Haram bin Milhan dibunuh.
Setelah itu Amir meminta bantuan Bani Amir untuk
membunuh kaum muslimin yang lain. Bani Amir menolak karena mereka adalah suku
Abu Bara. Mereka tidak ingin melanggar perlindungan yang diberikan pemimpin
mereka sendiri.
Amir bin Ath Thufail cepat berpaling ke suku-suku Najd
yang lain. Beberapa suku menyatakan dukungan atas penghianatan Amir. Dengan
cepat mereka berkumpul dan berangkat mengepung sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ di
Bi'ir Mau'nah.
Mulai curiga karena Haram bin Milham tidak kunjung
kembali, kaum muslimin di Bi'ir Mau'nah mulai meningkatkan kewaspadaan. Namun
segala tindakan untuk menarik diri dari tempat itu sudah terlambat, karena dari
segala penjuru para prajurit Najd muncul mengepung.
Segera saja kaum muslimin mencabut pedang dan siap
bertarung. Pertempuran tidak seimbang segera pecah. Para dai itu bertempur
mati-matian tanpa sedikit pun niat untuk menyerah.
Al Mundir yang saat itu tengah menengok ternak yang
menjadi perbekalan mereka, berlari dan terjun ke pertempuran. Hampir seluruh
sahabat Rasulullah ﷺ di Bi'ir Mau'nah gugur kecuali dua orang.
Kaab bin Said disangka telah mati, namun begitu
pasukan Najd pulang, Ka'ab bangun dan pulang ke Madinah dengan tubuh dipenuhi
luka. Satu orang lagi bernama Amir bin Umayyah.
Di tengah perjalanan pulang ke Madinah Amir bin
Umayyah bertemu dua orang yang mencurigakan. Dikiranya kedua orang itu termasuk
pasukan yang menyergap dan membunuh para sahabatnya. Pada tengah malam Amir menyerang
dan berhasil membunuh kedua orang itu.
Sampai di Madinah Amir mengakui semuanya, termasuk dua orang yang ia bunuh. Namun kedua orang itu ternyata bukanlah musuh. Mereka justru termasuk suku Bani Amir yang telah terikat perjanjian jiwar atau bertetangga baik dengan kaum muslimin. (bersambung)
----
Kisah sebelumnya: