“Kami sudah cukup lama tinggal di tempat ini dan mengepung Muhammad. Menurut hemat kami, besok kalian harus sudah menyerbu Muhammad dari belakang dan kami akan menyusul,” tulis Abu Sufyan.
“Besok hari Sabtu. Pada hari Sabtu, kami tidak dapat berperang atau bekerja apa pun,” balas Kaab.
-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 20 April 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (115):
Nu’aim
bin Mas’ud Pecah Belah Pasukan Quraisy dan Pasukan Bani Quraizhah
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Rasulullah
Mengutus Nu’aim Bin Mas’ud
Bersabar bukan berarti berdiam diri. Rasulullah ﷺ
memanggil Nu'aim bin Mas'ud yang baru saja masuk Islam dan hal itu tidak
diketahui oleh musuh. Pada masa jahiliyah Nu'aim sangat erat bersahabat dengan
bani Quraizhah dan Ghathafan.
“Ya Rasulullah, sesungguhnya kaum saya tidak
mengetahui ke-Islam-an saya. Karena itulah, silahkan kalau mau berbuat apa saja
yang engkau inginkan terhadap diri saya,” kata Nu'aim.
Rasulullah ﷺ menjelaskan rencananya kepada Nu'aim,
setelah itu Rasulullah ﷺ bersabda, “Laksanakanlah rencana ini Nu'aim, karena
suatu pertempuran itu memang penuh tipu daya.”
Apa yang dilakukan Rasulullah ﷺ adalah strategi yang
luar biasa untuk memecah-belah musuh. Atas perintah Rasulullah ﷺ, Nu'aim pergi
menemui Bani Quraizhah. Nu'aim berkata, “Kalian semua telah tahu betapa aku
sangat mencintai kalian.”
“Kami memang tidak menaruh curiga sama sekali
kepada-mu,” jawab Bani Quraizhah.
Nu'aim melanjutkan, “Sebenarnya orang-orang Quraisy
dan Ghathafan tidak sama dengan kalian, sebab ini adalah negeri kalian. Di sinilah
kalian menyimpan harta dan istri-istri kalian. Sementara itu harta dan
istri-istri orang Quraisy serta kekuatan ada di tempat masing-masing.
Lagipula pengepungan sudah berjalan terlalu lama.
Orang Quraisy dan Ghathafan mulai kehabisan bekal. Kuda-kuda dan unta-unta
mereka sudah semakin kurus karena rumput di sekitar Madinah telah menggundul.
Sebentar lagi mereka akan pulang, sementara kalian akan ditinggalkan sendiri
untuk menghadapi Muhammad dan pengikutnya.
Mengapa kalian sampai hati menghianati Muhammad?
Bukankah kalian mengetahui bahwa Muhammad itu sangat jujur dan setia? Ia pasti
akan membela kalian jika kalian dalam kesulitan seperti yang tertera dalam
perjanjian di antara kalian dan Muhammad.
Jika pasukan al-Ahzab datang, posisi kalian akan
terjepit. Yang pasti, kalian tidak akan mampu menghadapi Muhammad dan para
pengikutnya, jika kalian dan mereka saling berhadapan langsung.”
“Apa yang harus kami lakukan?” tanya orang Yahudi itu
bingung.
“Minta sandera dari pihak Quraisy dan Ghathafan.
Dengan demikian, keduanya tidak akan pulang melainkan bertempur bersama kalian.
Janganlah kalian mau disuruh menyerang sebelum sandera-sandera dari pihak Ahzab
ada di tangan kalian,” jawab Nu'aim bin Mashud.
Bani Quraizhah menyetujui usul yang menurut mereka
sangat baik ini.
Musuh
Terpecah Belah
Kemudian secara diam-diam Nuaim melanjutkan visinya,
ia pergi ke perkemahan Bani Ghathafan yang juga sahabatnya.
Kepada mereka Nuaim berkata, “Sebenarnya Bani
Quraizhah merasa menyesal telah memusuhi Muhammad. Mereka enggan meneruskan
pertempuran di pihak kalian. Hati-hati, mereka akan berpura-pura meminta
sandera kepada kalian, padahal sandera itu akan diserahkan kepada Muhammad,
agar Muhammad memaafkan perbuatan mereka.”
Mendengar itu para pemimpin Ghathafan dan Quraisy jadi
ragu-ragu terhadap Bani Quraizhah. Abu Sufyan pun menulis surat kepada Kaab
pemimpin Bani Quraizhah.
“Kami sudah cukup lama tinggal di tempat ini dan
mengepung Muhammad. Menurut hemat kami, besok kalian harus sudah menyerbu
Muhammad dari belakang dan kami akan menyusul,” tulis Abu Sufyan.
“Besok hari Sabtu. Pada hari Sabtu, kami tidak dapat
berperang atau bekerja apa pun,” balas Kaab.
“Cari hari Sabtu lain saja sebagai pengganti Sabtu
besok, sebab besok Muhammad sudah harus diserbu. Kalau kami sudah mulai
menyerang Muhammad, sedang kamu tidak turut serta dengan kami, persekutuan kita
dengan sendirinya bubar dan kamulah yang akan kami serbu lebih dahulu sebelum
Muhammad!” tandas Abu Sufyan dalam surat balasannya dengan nada mengancam.
Bani Quraizhah tidak berani melanggar pantangan pada
hari Sabtu. Mereka mengulangi jawaban itu dengan tambahan bahwa ada golongan
mereka yang dapat kemurkaan Tuhan karena telah melanggar hari Sabtu, sehingga
berubah menjadi monyet dan babi.
Kemudian Bani Quraizhah malah meminta sandera dari
pihak Ahzab untuk ditahan di benteng mereka agar yakin bahwa orang Quraisy dan
Ghathafan tidak akan pergi begitu saja.
Mendengar itu, yakinlah pasukan Ahzab bahwa apa yang
dikatakan Nu'aim benar. Keraguan besar segera melanda pasukan Ahzab. Jika Bani
Quraizhah tidak menyerang dari belakang, mereka terpaksa harus menyerang dari
depan melalui parit. Padahal parit itu tidak akan bisa diseberangi dengan cara
bagaimanapun.
Karena orang Quraisy menolak menyerahkan sandera. Yakinlah Bani Quraizhah bahwa mereka akan ditinggalkan. (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya: