------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 15 April 2022
Kisah
Nabi Muhammad SAW (114):
Pasukan
Kafir Quraisy Putus Asa Hadapi Pasukan Muslim
Penulis:
Abdul Hasan Ali Al-Hasani An-Nadwi
Kaum
Muslimin Sangat Terkejut
Tentu saja Rasulullah ï·º dan para sahabatnya terkejut
setelah mendengar Yahudi Bani Quraizhah telah membelot ke pihak musuh. Ini
berarti pasukan muslim yang jumlahnya jauh lebih sedikit itu harus membagi
pasukan dalam dua kelompok pertempuran. Keadaan ini benar-benar memberatkan.
Rasulullah ï·º mengutus Saad bin Muadz pemimpin Suku Aus
yang pernah menjadi sekutu sekaligus pelindung Bani Quraizhah ditemani Sa'ad
bin Ubadah pemimpin Suku Khazraj dan beberapa orang sahabat Rasulullah ï·º meminta
mereka mengecek keadaan Bani Quraizhah.
Para sahabat itu kemudian pergi menemui Bani Quraizhah
yang telah mengurung diri dalam benteng mereka. Saad bin Muadz mencoba
mengingatkan perjanjian damai yang berisi saling bantu antara kaum muslimin dan
Bani Quraizhah.
“Antara kami dan Muhammad tidak ada ikatan apa-apa dan
tidak ada perjanjian apa-apa,” jawab Bani Quraizhah kepada Saad bin Muadz.
Saad berusaha menyadarkan Bani Quraizhah terhadap
risiko yang akan mereka hadapi karena membelot dari perjanjian dengan kaum
muslimin. Saad meminta mereka agar tetap mau menjadi sekutu dengan segala
kejujuran sebagaimana pada masa-masa lalu dan tetap menjaga hak kedua belah
pihak agar tidak mengecewakan Rasulullah ï·º pada saat-saat sulit seperti ini.
Namun jawaban Bani Quraizhah sangat kasar dan
menghina. Saad bin Muadz marah sekali sampai terjadi perang mulut antara Saad
bin Muadz dan Bani Quraizhah. Akhirnya Saad dan para sahabat yang lain pulang
dengan hati kesal.
“Biarkan mereka menentang dirimu, sebab jika dilayani
hanya akan menambah ramai pertengkaran antara kita dan mereka,” hibur Sa'ad bin
Ubadah kepada Saad bin Muadz.
Saad bin Muadz menemui Rasulullah ï·º dan melapor, “Ya
Rasulullah, mereka telah melanggar perjanjian sebagaimana dulu dilakukan suku
Adhal dan Qarah.”
Mendengar itu Rasulullah ï·º bersabda, “Allahu akbar, bergembiralah wahai kaum muslimin!”
Sa'ad bin Muadz masuk Islam pada usia 31 tahun. Pada
usia 37 tahun, ia pergi menemui syahidnya. Hari-hari ke-Islam-an sampai
wafatnya diisi semua dengan karya-karya gemilang dalam berbakti kepada Allah
dan rasul-Nya.
Suara
Kaum Munafik
Kata-kata hiburan Rasulullah ï·º yang penuh semangat itu
tidak ditanggapi dengan baik oleh orang-orang munafik dan mereka yang lemah iman.
Memang benar, keadaan seperti itu membuat hampir
seluruh sahabat dilanda kecemasan. Al-Qur’an melukiskan bahwa keadaan kaum
muslimin waktu itu sedang diuji dengan guncangan yang amat dahsyat
sampai-sampai tidak tetap lagi penglihatan mereka.
Terasa sesak naik sampai ke tenggorokan dan mereka
menyangka bermacam-macam terhadap Allah. Akan tetapi bagaimanapun keadaannya
orang yang imannya kuat tidak beranjak dari sisi Rasulullah ï·º.
Berbeda halnya dengan orang-orang munafik. Mereka
berkata, “Muhammad berjanji kepada kita semua bahwa suatu saat kita akan
merebut kekayaan Kaisar Persia dan Romawi. Nyatanya? Hari ini saja tidak
seorang pun dari kita merasa aman, bahkan untuk sekedar pergi ke jamban.”
Suara-suara sumbang yang lain juga terdengar, “Muhammad, rumah kami saat ini sedang kosong tak berpenghuni. Ijinkanlah kami keluar dari
barisan tempur untuk pulang ke rumah masing-masing karena rumah kami terletak
di luar Madinah.”
Para sahabat setia menjadi marah, “Mereka
sungguh-sungguh pengkhianat. Ya Rasulullah, ijinkanlah kami memenggal
leher-leher mereka!”
Rasulullah ï·º tidak ingin memaksa seseorang untuk
bertempur. Beliau mengijinkan orang-orang lemah iman itu untuk pulang, biarlah
hanya orang-orang yang mampu menghadapi bahaya dan benar-benar menginginkan mati
syahid saja yang tetap bertahan di barisan pasukan. Orang-orang lemah iman
justru akan menularkan rasa takutnya kepada banyak orang.
Dan penilaian Rasulullah ï·º ini tepat sekali. Setelah
perginya orang-orang pengecut, barisan tempur yang tersisa justru semakin bulat
tekadnya untuk bertempur dan berjuang.
Rasulullah ï·º menyampaikan wahyu Allah bahwa, jika
orang melarikan diri dari kematian, seandainya pun bisa hanya akan mengecap
kesenangan dunia sebentar saja. Tak layak seorang lari dari bencana, padahal
bencana itu datang atas izin Allah dan Allah-lah yang satu-satunya sumber
pertolongan dan perlindungan.
Pasukan
Quraisy Mulai Putus Asa
Rasulullah ï·º merancang suatu strategi baru. Beliau
ingin menawarkan kepada pasukan Ghathafan sepertiga hasil perkebunan Madinah
jika mereka mau kembali pulang. Tidak ragu lagi. Orang Ghathafan pasti akan
menyambut baik dan jika mereka pulang pasukan musuh yang tersisa tinggal 4 ribu
prajurit Quraisy.
Rasulullah ï·º meminta pendapat terlebih dahulu kepada
Saad bin Muadz dan Sa'ad bin Ubadah sebagai pemimpin penduduk asli Madinah.
“Ya Rasulullah, jika Allah yang memerintahkan, kami
pasti tunduk dan patuh,” demikian jawab keduanya, “Namun jika ini pendapat tuan,
kami tidak sependapat. Dulu orang Ghathafan tak pernah merasakan kurma Madinah,
kecuali dengan membeli atau sedang diundang jamuan, padahal waktu itu kami
semua masih musyrik. Lalu mengapa kini setelah Allah memuliakan kami dengan
Islam, kami harus menyerahkan harta kami seperti itu? Demi Allah, kami tidak
akan memberikan sesuatu kepada mereka kecuali tebasan pedang.”
Rasulullah ï·º mengangguk setuju, “Ini memang pendapatku
sendiri sebab aku melihat orang-orang Arab menyerang kita dengan panah.”
Pertempuran dilanjutkan, Rasulullah ï·º memerintahkan
agar prajuritnya tidak menampakkan diri kecuali dengan berbaju besi lengkap.
Namun Saad bin Mu'adz terkena panah hingga menembus urat tangannya. Saat itu ia
hanya mengenakan baju besi yang pendek.
Doa Saad pada waktu itu adalah, “Ya Allah, sesungguhnya
engkau tahu bahwa aku amat mencintai jihad melawan orang-orang yang mendustakan
Rasulullah dan mengusirnya. Ya Allah, jika engkau masih menyisakan sedikit
peperangan melawan orang-orang Quraisy, berikanlah sisa kehidupan kepadaku agar
aku bisa memerangi mereka karena Engkau semata.”
Pada suatu malam, pasukan Quraisy yang sudah hampir
kehilangan akal untuk menerobos parit mencoba kembali menyeberangi parit dengan
pasukan berkuda pimpinan Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan muslim menebarkan hujan
panah. Dalam gelap Rasulullah ï·º berhasil memanah Ikrimah sehingga pasukan musuh
terperosok dan kembali mundur.
Abu Sufyan mengirim surat kepada Rasulullah ï·º yang
isinya menuduh Rasulullah ï·º sebagai pengecut, Abu Sufyan menantang muslimin
untuk bertempur di lapangan terbuka.
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam tersenyum dan membalas surat itu. Isinya mengatakan bahwa dalam waktu dekat ini beliau memang akan keluar menemui mereka untuk mengikis habis berhala-berhala Quraisy di Mekah. Pada hari-hari ini kesabaran memang menjadi senjata terampuh untuk meraih kemenangan. (bersambung)
-----
Kisah sebelumnya: