Usdar mengajak Usamah Kadir membuat proposal penerbitan Bina Baru, untuk dihadapkan ke Aksa Machmud, siapa tahu Aksa Machmud mau membantu modal penerbitan. Proposal itu tak jadi dibawa ke Aksa, Usdar dan Usamah membelok menemui Alwi Hamu. Ketika Alwi Hamu disodori proposal, langsung saja menyatakan setuju.
-----
PEDOMAN KARYA
Jumat, 30 September 2022
Obituari
Usdar Nawawi (4):
Menghidupkan
Koran Bina Baru Yang Kemudian Berubah Menjadi Harian Beritakota Makassar
Oleh:
M Dahlan Abubakar
(Wartawan)
Dalam kurun waktu 1984
hingga tahun 1992, sesungguhnya Usdar tak hanya menjadi wartawan Majalah FAKTA.
Selain di FAKTA, dia merangkap jadi pelaksana Pemimpin Redaksi SKU Pancasila,
dan memimpin Majalah Semangat Baru. Nanti ketika dia menjadi Redpel di SKU Bina
Baru (sekarang Harian Berita Kota Makassar), dia baru melepaskan diri dari
Majalah FAKTA Surabaya.
Mingguan SKU Bina Baru,
adalah milik Syamsuddin Palussai, yang berkantor di Jl. Tamalate IV, Perumnas
Panakkukang, Makassar. Koran ini, ketika Syamsuddin Palussai masih sehat,
terbitnya sangat teratur. Oplahnya cukup besar merambah wilayah Sulsel.
Ketika beliau mendekati
hari-hari terakhirnya di Rumah Sakit Akademis, dia tiba-tiba ingat surat
kabarnya yang terbengkalai.
“Coba cari itu Usdar,
supaya dia bisa melanjutkan itu surat kabar,” kata Truitje Musila, istri
Syamsuddin Palussai, menirukan ucapan almarhum suaminya sebelum berpulang,.
Padahal sebetulnya, Usdar
tidak pernah bergabung di Bina Baru. Hubungan pribadi antara Syamsuddin
Palussai dengan Usdar juga tidak terlalu dekat. Beberapa bulan setelah
Syamsuddin Palussai meninggal, Usdar pun dipanggil Truitje Musila, untuk
menyampaikan pesan almarhum suaminya.
Usdar tak sendiri
menerima amanah ini. Dia mengajak Usamah Kadir membuat proposal penerbitan Bina
Baru, untuk dihadapkan ke Aksa Machmud, siapa tahu Aksa Machmud mau membantu
modal penerbitan.
Proposal itu tak jadi dibawa
ke Aksa, Usdar dan Usamah membelok menemui Alwi Hamu. Ketika Alwi Hamu disodori
proposal, langsung saja menyatakan setuju.
“Sudahlah, karena Bina
Baru juga masih ada utang cetak di percetakan Fajar, maka sekalian dilanjutkan
saja dengan kerja sama,” kata Alwi Hamu kepada Usdar dan Usamah.
Sejak saat itulah, di
awal tahun 1992, Usdar dan Usamah Kadir menjalankan penerbitan SKU itu,
Pemimpin Redaksinya adalah H. Syamsu Nur.
Trutje Musila duduk dalam jajaran direksi.
Awalnya, koran ini terbit
sekali seminggu. Lama-lama jadi dua kali seminggu, dan pada tahun keempat,
terbit dengan oplag 8.000 eksamplar. Pada saat itu koran ini berhasil menjadi
mingguan terbesar di Sulsel. Lalu akhirnya menjadi Harian Beritakota Makassar.
KM
Atirah
Tahun 1994, KM Atirah milik
M. Jusuf Kalla, diresmikan sebagai kapal pengangkut tenaga kerja ke Malaysia di
Pelabuhan Surabaya. Dua wartawan dari Makassar diundang mengikuti perjalanan
perdana KM Atirah rute Surabaya – Johor Bahru, Malaysia Barat, yakni Usdar
Nawawi dari Bina Baru dan Anto dari Harian Fajar.
Perjalanan dari Makassar
- Surabaya – Johor Bahru Malaysia, merupakan perjalanan jurnalistik pertama
Usdar Nawawi dalam sejarah kariernya sebagai wartawan. Yang pertama kali
merasakan naik pesawat terbang, dan yang pertama kalinya pula dia naik kapal
laut. Dan langsung pula menginjak tanah negeri jiran, Malaysia.
“Saya merasakan benar-benar nikmat menjadi
wartawan pada masa itu,” kenang Usdar.
Pola perjalanan ke
Malaysia, yakni menumpang KM Atirah ke Johor. Lalu Usdar tinggal di Johor,
sementara KM Atirah kembali ke Surabaya. Satu minggu kemudian, baru KM Atirah
berlabuh di pelabuhan Johor. Karena itulah, dia leluasa selama satu minggu
melihat langsung bagaimana kehidupan tenaga kerja Indonesia di Malaysia pada
saat itu.
Saat turun dari kapal,
Usdar was-was jangan sampai rokok dji sam soe filter yang dia bawa dalam tas
sebanyak 5 slof disita oleh petugas bea cukai. Kata orang, kalau ada rokok yang
lebih dari sebungkus, pasti disita. Namun ketika Kapten KM Atirah memberitahu
petugas di pelabuhan, bahwa Usdar adalah wartawan dari Indonesia, ternyata
petugas tidak berminat lagi memeriksa tas koper milik Usdar. Rupanya, petugas
bea cukai di Johor itu, grogi juga sama wartawan.
Dari hasil investigasi,
ternyata di pelabuhan tersebut juga sangat rawan pungli. Daripada diliput
wartawan, lebih baik loloskan saja dan tak usah diperiksa-periksa lagi.
(bersambung)
(Artikel ini diambil dari buku, “Menerobos Blokade Kelelawar Hitam” 2010, oleh M. Dahlan Abubakar)
----
Artikel sebelumnya:
Wartawan Menyamar Jadi Tamu Warung Remang-remang
Usdar Nawawi Jadi Wartawan Mimbar Karya dan Tugas Pertama Meliput KUD Mattirobulu Bulukumba
Usdar Nawawi: Membuat Majalah Kampus dan “Berpolemik” tentang RRI di Pedoman Rakyat