-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 21 September 2022
OPINI
Jangan
Belokkan Jalan Sejarah G30S/PKI (3-habis):
Operasi
Terselubung PKI dan Hilangnya Patung Para Jenderal di Museum Kostrad
Oleh:
Achmad Ramli
Kronologi G30S/PKI
Tindakan dan
penyebarluasan ideologi komunis yang dilakukan oleh PKI menimbulkan kecurigaan
dari kelompok anti-komunis. Tindakan tersebut juga mempertinggi persaingan
antar-elit politik nasional.
Kecurigaan semakin
mencuat dan memunculkan desas-desus di masyarakat, terlebih menyangkut
kesehatan Presiden Soekarno dan Dewan Jenderal Angkatan Darat.
Di tengah kecurigaan tersebut,
Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Kawal Resimen Cakrabirawa, yakni
pasukan khusus pengawal Presiden, memimpin sekelompok pasukan dalam melakukan
aksi bersenjata di Jakarta.
Aksi tentara tersebut
pada tanggal 30 September 1965 berhasil menculik enam orang perwira tinggi
Angkatan Darat. Selain itu, gugur pula ajudan Menhankam/Kasab Jenderal AH
Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, dan pengawal Wakil Perdana
Menteri II Dr J Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun.
Salah satu Jenderal yang
berhasil selamat dari serangan PKI adalah AH Nasution. Namun, putrinya yang
bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak bisa diselamatkan. Sementara itu, G30S/PKI
di Yogyakarta yang dipimpin oleh Mayor Mulyono menyebabkan gugurnya TNI
Angkatan Darat, Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono.
Kolonel Katamso merupakan
Komandan Korem 072/Yogyakarta, sedangkan Letnan Kolonel Sugiyono merupakan
Kepala Staf Korem. Keduanya diculik dan gugur di Desa Kentungan, sebelah utara
Yogyakarta.
Latar
Belakang
G30S/PKI dilatarbelakangi
oleh dominasi ideologi Nasionalisme, Agama, dan Komunisme (Nasakom) yang
berlangsung sejak era Demokrasi Terpimpin diterapkan, yakni tahun 1959-1965 di
bawah kekuasaan Presiden Soekarno.
Beberapa hal lain yang
menyebabkan mencuatnya gerakan yang menewaskan para jenderal ini adalah
ketidakharmonisan hubungan anggota TNI dan juga PKI. Pertentangan pun muncul di
antara keduanya.
Selain itu, desas desus
kesehatan Presiden Soekarno juga turut melatar belakangi pemberontakan G30S/PKI.
Itulah sejarah G30S PKI. Setelah gerakan tersebut berhasil ditumpas, muncul
berbagai aksi dari kalangan masyarakat untuk membubarkan PKI.
Hilangnya
Patung Para Jenderal
Adakah kaitan antara
penyebaran isu dan fitnah di masyarakat, kalau PKI adalah korban Orde Baru yang
didalangi oleh Soeharto, dengan hilangnya patung para jenderal TNI pelaku
sejarah penumpasan G30S/PKI di Museum Dharma Bhakti Kostrad?
Sepertinya ada operasi
terselubung oleh kelompok tertentu untuk memutarbalikkan fakta sejarah yang
berkaitan dengan peristiwa G30S/PKI tersebut, guna membersihkan dan
mengembalikan citra PKI di tengah-tengah masyarakat di era globalisasi.
Selain hilangnya patung
para jenderal di Museum Dharma Bhakti Kostrad, juga larangan pemutaran Film G30S/PKI,
sementara Jenderal Gatot Nurmanto selaku Panglima TNI, memerintahkan untuk
diputar ulang Film G30S/PKI setiap tanggal 30 September.
Demikian juga hilangnya tokoh-tokoh
Islam pejuang kemerdekaan yang dihapus dalam kamus sejarah Indonesia yang
diterbitkan oleh Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, serta munculnya isu
Islamiphobia dan stigma terorisme, radikalisme, dan poltik identitas yang sengaja
dilekatkan ke agama Islam, utamanya para ulama dan tokoh Islam yang taat pada
agamanya.
Karena stigma ini
sesungguhnya bentuk teror yang dapat menimbulkan rasa takut serta sikap saling
curiga mencurigai satu sama lain di dalam masyarakat yang pluralis.
Begitu pula menunjukkan
indikasi bentuk politik adu domba dan pecah belah seperti yang pernah
diterapkan oleh penjajah Belanda sebelum kemerdekaan, dan PKI pada tahun 1948
di Madium, di Parlemen konstituante hasil pemilu 1955, serta saat meletusnya
G30S/PKI 1965, guna memecah belah kekuatan umat dan bangsa Indonesia.
Sementara PBB telah
mengeluarkan resolusi tentang anti Islamophobia yang harus dijalankan di
Indonesia.
Alibi yang yang dibangun
oleh seseorang dengan menyebarkan informasi bahwa PKI adalah korban dari Orde
Baru, adalah pembohongan publik yang dilakukan dengan sengaja.
Fakta yang tidak bisa
terbantahkan adalah rencana penculikan dan pembunuhan terhadap Jenderal
Nasution yang gagal, kenapa ia tidak bergabung dengan pasukan Cakrabirawa
(Pasukan Pengawal Presiden Sukarno), tetapi memilih berlindung di balik
Jenderal Soeharto dan Angkatan Darat.
Jika nurani Jenderal AH
Nasution menganggap Soeharto berkhianat, maka tidak mungkin ia bergabung dengan
Soeharto. Itu berarti bahwa Jenderal AH Nasution yakin kalau G30S didalangi
oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).
Fakta lain, ulama, mahasiswa,
masyarakat, dan TNI bersatu menggayang Partai Komunis Indonesia (PKI) saat itu.
Sekarang dengan
terbukanya hubungan kerjasama (MoU) antara dua negara (bilateral), yaitu
Indonesia dengan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang diprakarsai oleh PDIP dengan
Partai Komunis Tiongkok, secara psikologis membuka luka lama tentang ajaran
marxisme dan lenimisme (Komunisme) di Indonesia. Di mana hubungan bilateral
antara kedua negara ini, sudah diputus hubungan diplomatik sejak 1966 oleh
Pemerintah Indonesia saat itu, setelah meletusnya G30S/PKI.
Harian Angkatan
Bersendjata milik ABRI (25 April 1966), menerbitkan artikel bertajuk “Kisah
gagalnya Coup Gestapu jang dimasak di Peking”.
Ada pula tulisan di
harian Angkatan Bersendjata itu yang berjudul “Rezim Peking Perintahkan Bunuh 7
Djenderal & Semua Perwira Reaksioner”, dan RRT sanggupi pengiriman senjata
& perlengkapan untuk 30.000 orang.
Di masa Orde Lama, Partai
Komunis Indonesia (PKI) sangat kuat dan berkembang pesat, karena anggota dan
simpatisan PKI berada di semua lini kekuasaan. Petinggi dan anggota PKI ada di
kekuasaan (eksekutif), DPR (legislative), dan Lembaga peradilan (yudikatif).
PKI sangat dekat dengan
kekuasaan dan penguasa, khususnya Bung Karno sebagai Presiden RI, sehingga
segala kebijakan pemerintah menguntungkan PKI. Kekuatan utama PKI adalah
menguasai TNI dan parlemen, sehingga PKI menjadi partai kekuatan dan benteng
bagi penguasa (Bung Karno). Akankah terulang sejarah tersebut? ***
…..
Penulis, Drs Achmad Ramli SH MH, adalah Ketua Bidang Advokasi & Perlindungan Hukum APSI Pusat, Ketua APSI Provinsi Sulsel Periode 2017-2022, Alumni Fakultas Hukum 92 UMI Makassar
Artikel sebelumnya:
PKI Ingin Hancurkan NKRI dan Jadikan Indonesia Negara Komunis
Jangan Belokkan Jalan Sejarah G30S/PKI