“Usdar seorang penulis yang berbakat. Bahasanya sederhana, lembut dan tidak terkesan menggurui. Membuka-buka kliping masa lalu, saya menemukan dua tulisan budayanya. Dia mengulas tentang karya saya. Tulisan Usdar terasa sejuk dan enak dibaca. Bakat itulah yang menggiringnya menjadi pekerja dan pemikir pers. Hingga di akhir hidupnya, ia berhasil menjadi Wakil Ketua PWI Sulsel, Bidang Pembelaan Wartawan.”
- Mahrus Andis -
-
-----
PEDOMAN KARYA
Ahad, 25 September 2022
Usdar
Nawawi Telah Pulang:
Rupanya
Engkau Pamit Di Meja Solusi, Sahabatku
Oleh:
Mahrus Andis
Mendengar kabar
kematiannya (Ahad siang, 25 September 2022, red), saya tidak percaya. Keraguan
bahwa itu berita hoaks membuat saya mencari info lain di WA Kafe Baca, tempat
para wartawan membincangkan diri dan profesinya.
Benar saja. Di grup
wartawan itu sudah banyak ucapan belasungkawa. Usdar Nawawi, sahabat saya di
dunia literasi kreatif, telah berpulang ke rahmatullah. Dia meninggal di RS
Hermina Makassar, tadi siang, akibat serangan jantung (?).
Kepergian Usdar membuat
saya tercenung. Seusai salat ahsar, bersama istri, saya mengangkat tangan: mengirimkan berkah Alfatihah seraya
memohonkan ampunan dan keselamatan almarhum menuju Hadirat Allah Rabbun Gafur.
Usdar, tidak hanya seasal
dari Tanete Bulukumba, tapi juga kami seprofesi dalam dunia sastra. Kehadiran
Usdar di wilayah tulis-menulis sangat membungai media cetak Sulawesi Selatan di
tahun 80-an. Selain aktif sebagai wartawan, ia pun menulis banyak karya sastra,
termasuk Apresiasi Puisi.
Ada beberapa tulisan
Usdar yang sempat saya kliping. Dua di antaranya adalah artikel budaya yang
mengulas puisi dan esai saya di koran terkemuka Harian Pedoman Rakyat, saat itu.
Ketika bedah buku
berjudul “Surat untuk Maria”, karya Ramli S Nawi, di Kafebaca Adyaksa-Makassar,
Usdar Nawawi sempat hadir dan turut memberikan pujian terakhir atas karya novel
teman seprofesinya.
Di forum hari itu, Ahad
18 September 2022, sedianya saya yang mestinya juga tampil sebagai Pembincang.
Namun, saya berhalangan hadir sehingga tidak bertemu dengan sahabat yang sudah
berpisah selama puluhan tahun itu. Rupanya memang sudah takdir. Usdar hadir di
Meja Solusi Kafebaca, di antara kerumunan para sahabatnya, seakan hanya pamit
untuk hijrah ke alam lain.
Usdar seorang penulis
yang berbakat. Bahasanya sederhana, lembut dan tidak terkesan menggurui. Membuka-buka
kliping masa lalu, saya menemukan dua tulisan budayanya. Dia mengulas tentang
karya saya.
Yang satu, artikel berupa
tanggapan atas esai saya di koran Pedoman
Rakyat, 1989, berjudul “Alai Cedde’E Narekko Mappidecengngi”. Dan kedua,
sejenis apresiasi sastra terhadap tematik “matahari” dalam sajak-sajak saya.
Tulisan Usdar terasa
sejuk dan enak dibaca. Bakat itulah yang menggiringnya menjadi pekerja dan
pemikir pers. Hingga di akhir hidupnya, ia berhasil menjadi Wakil Ketua PWI
Sulsel, Bidang Pembelaan Wartawan.
Semoga semua tulisan yang
pernah lahir dari tangan Usdar Nawawi, memiliki nilai ibadah dan menjadi
syafaat, mengiringi perjalanannya ke Pangkuan Allah SWT.
Allahummagfirlahu, warhamhu,
wa aafihi wa'fuanhu. Aamiin, yaa arhamarraahimiin.
Selamat Datang di pintu
surga-Nya, wahai sahabat yang baik.
Bulukumba, 25 September
2022