-----
PEDOMAN KARYA
Rabu, 28 September 2022
Obituari
Usdar Nawawi (3):
Wartawan
Menyamar Jadi Tamu Warung Remang-remang
Oleh:
M Dahlan Abubakar
(Wartawan)
Setelah menimba ilmu dan
praktik jurnalistik di mingguan bertiras besar di Sulsel itu (Mimbar Karya, red),
Usdar berpikir mencari suasana baru.
Tahun 1984, dia pindah ke
Harian Berita Buana, Jakarta, dengan wilayah tugas di Sulawesi Selatan. Di situ
dia berkenalan dengan Moelawarman dan Ajiep Padindang. Namun cuma satu tahun bertahan, Ketua Yayasan
Pers Indonesia (1986-1988) ini kemudian pindah ke Majalah FAKTA Surabaya.
Waktu itu, Majalah FAKTA
mencapai oplag 10.000 eksemplar yang beredar di Sulsel. Di majalah inilah dia
menjalani hari-harinya sebagai wartawan Hukum dan Kriminal selama 8 tahun untuk
wilayah Sulawesi Selatan.
Sekali waktu, dia
memprogramkan untuk membongkar praktik prostitusi di sejumlah warung
remang-remang di salah satu kabupaten, dekat perbatasan dengan salah satu kota
madya.
Lelaki yang pernah
berkiprah sebagai Eksekutif Penerbitan Majalah “Potensi” ini berpikir, wah…,
ini sudah tidak benar. Daerah yang dipimpin Mansyur A. Sultan waktu itu,
sekitar tahun 1986, dikenal dalam sejarah sebagai daerah santri yang sangat
diperhitungkan. Kok bisa-bisanya praktik haram itu tumbuh dengan aman di daerah
itu.
Menggunakan sepeda motor
butut, anggota Dewan Redaksi Tabloid “Gema” tersebut – ketika itu --, pun meluncur dari Makassar ke daerah yang
dimaksud. Setelah melewati kota, dia tiba di lokasi, tempat terdapat delapan
warung remang-remang yang sedang ramai ditandangi pengunjung.
Para pengunjung ini
rupanya dari kalangan sopir truk angkutan barang yang getol singgah minum kopi,
sambil menikmati kehangatan Penjaja Seks Komersial (PSK) yang berkedok sebagai
penjaga warung.
Setiap warung dilengkapi
dengan sedikitnya tiga kamar tempat berkencan. Dinding kamarnya terbuat dari
bahan bambu, yakni “gamacca” (gedek), dengan ukuran kamar 2 X 3 m2. Itulah
potret rumah bordil kelas kambing. Di depan warung memang banyak truk yang
parkir.
Hampir tengah malam, sang
Dewan Redaksi Tabloid Borgol (2001-2010)
ini masuk ke salah satu warung dengan menyamar sebagai tamu yang
kemalaman dalam perjalanan ke Parepare. Dia memesan secangkir kopi, sekalian
minta satu kamar untuk menginap, plus disiapkan seorang pelayan wanita yang tak
lain adalah PSK kelas kambing itu.
Meski kelas kambing,
mereka cantik juga tampaknya. Sebab, lampu warungnya remang-remang, yang dipadu
warna merah dan kuning. Seandainya PSK-nya sudah nenek-nenek, mungkin saja
masih bisa dikira cantik, bak gadis 19 tahun. Bah !
Saat semua warung sedang
ramai-ramainya, tempat wartawan yang berani jalan sendirian ini, masih menikmati kopi dan
pelan-pelan mengorek informasi dari PSK yang duduk di dekatnya, tiba-tiba
datang polisi dua truk melakukan penggerebekan. Seluruh warung digerebek, Semua
PSK-nya diangkut ke kantor Polsek setempat.
Selama penggebekan yang
berlangsung sekitar setengah jam, Usdar merasakan juga dag dig dug kencang di
jantungnya. Jangan-jangan polisi juga akan mempersilakan dia ikut naik ke truk.
Apa kata dunia nanti. Tapi anehnya, satu-satunya PSK yang tidak digelandang ke
truk polisi, cuma PSK yang duduk di samping si “wartawan asal Tanjung Bira”
ini.
Kemudian, seorang polisi
mendekat dan berbisik: “Pak, bapak tenang-saja di situ. Tak usah khawatir ..
Ini perintah Kapolres.”
Usdar menjadi bingung
juga, apa maksud polisi ini. PSK yang diinvestigasi Usdar itu memang tidak
ditangkap, tapi juga sudah lari ketakutan entah ke mana. Rupanya, sejak Usdar
menyamar di situ sebagai tamu, ada intel polisi yang mengetahuinya, setelah
melihat sticker Majalah FAKTA yang terpasang di kap motor milik Usdar.
Kapolres yang dilapori
soal kehadiran wartawan di rumah bordil itu, ternyata otaknya encer juga. Dia
langsung memerintahkan penggerebekan, agar supaya aksi penggerebekan ini dapat
dipublikasi di Majalah FAKTA.
Maklum saja, Majalah
FAKTA saat itu beredar luas di kepolisian seluruh Indonesia. Tentu saja
Kapolres tak mau menyia-nyiakan kesempatan publikasi. Promosi gratis.
Usdar tidak tidur sampai
pagi. Dia menggeledah warung satu per satu, mengumpulkan bahan tulisan yang
diperlukan. Kemudian pagi hari dia langsung menemui bupati untuk mengonfirmasi
soal keberadaan “warung koboi” yang baru saja digrebek aparat kepolisian pada
malam harinya.
Rupanya, bupati tidak
tahu kalau di daerahnya telah berkembang bisnis haram yang dapat membahayakan
moral generasi muda di kabupaten yang dipimpinnya. Apalagi, sudah ada satu dua
PSK di situ yang berasal dari daerah itu sendiri. Dari hasil konfirmasi Usdar
itulah, ternyata membuat sang bupati jadi malu dan marah besar.
Tiga hari kemudian, ke
delapan warung remang-remang itu, ludes dilalap api. Dibakar atas perintah
Bupati. Beritanya kemudian ditulis Usdar di Majalah FAKTA dengan sangat
manis.
Pengalaman jurnalistik Usdar di dunia kriminal, yang dijalaninya selama delapan tahun, dirasakan sebagai ilmu yang sangat besar manfaatnya. Dengan tulisan-tulisan yang banyak memborbardir dunia prostitusi, dia lebih fokus pada tata aturan yang dilanggarnya. Kalau melanggar aturan, ya usaha itu harusnya ditutup. Kalau dibiarkan, pasti mereka akan makin besar. (bersambung)
-----
Artikel sebelumnya:
Usdar Nawawi Jadi Wartawan Mimbar Karya dan Tugas Pertama Meliput KUD Mattirobulu Bulukumba
Usdar Nawawi: Membuat Majalah Kampus dan “Berpolemik” tentang RRI di Pedoman Rakyat