PEDOMAN KARYA
Jumat, 18 Desember 2015
PROFIL TOKOH
KH
Ahmad Dahlan Sang Pencerah, Pendiri Muhammadiyah
Oleh: Asnawin Aminuddin
Nama organisasi
Muhammadiyah tidak bisa dilepaskan dari Kiyai Haji Ahmad Dahlan. Pria yang
lahir dengan nama Muhammad Darwis, di Yogyakarta, pada 1 Agustus 1868, adalah
pendiri organisasi Muhammadiyah, dan perjuangannya bersama Muhammadiyah itulah
yang mengantarkannya menjadi Pahlawan Nasional.
KH Ahmad Dahlan yang
meninggal dunia di Yogyakarta, pada 23 Februari 1923, adalah putera keempat
dari tujuh bersaudara dari keluarga KH Abu Bakar. Sang ayah adalah seorang
ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kasultanan Yogyakarta pada masa itu,
sedangkan ibunya adalah puteri dari Haji Ibrahim yang juga menjabat penghulu
Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pada masa itu.
Dari garis
keturunannya, KH Ahmad Dahlan termasuk keturunan keduabelas dari Maulana Malik
Ibrahim, salah seorang di antara Walisongo, pelopor penyebaran agama Islam di
Pulau Jawa.
Silsilahnya tersebut
ialah Maulana Malik Ibrahim, Maulana Ishaq, Maulana 'Ainul Yaqin, Maulana
Muhammad Fadlullah (Sunan Prapen), Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom),
Demang Djurung Djuru Sapisan, Demang Djurung Djuru Kapindo, Kyai Ilyas, Kyai
Murtadla, KH Muhammad Sulaiman, KH Abu Bakar, dan Muhammad Darwisy (Ahmad
Dahlan).
Pada umur 15 tahun, ia
pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad
Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam,
seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika
pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, ia berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.
Pada tahun 1903, ia
bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, ia
sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH
Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman,
Yogyakarta.
Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawan Nasional, dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH Ahmad Dahlan mendapat enam anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah.
Selain itu, KH Ahmad
Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H Abdullah. la juga pernah
menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH Ahmad Dahlan juga mempunyai
putera dari perkawinannya dengan Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur
yang bernama Dandanah. Ia pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman
Yogyakarta.
Pengalaman
Organisasi
Selain aktif dalam
menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga dikenal
sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang
saat itu merupakan profesi wiraswasta yang cukup menggejala di masyarakat.
Sebagai seorang yang
aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang,
Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat,
sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul
Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Pada tahun 1912, Ahmad
Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaruan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu
pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la
ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan
al-Qur'an dan al-Hadits.
Perkumpulan ini berdiri
bertepatan pada tanggal 18 November 1912, dan sejak awal Dahlan telah
menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik, melainkan bersifat
sosial dan bergerak di bidang pendidikan.
Difitnah
Gagasan pendirian
Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari
keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan
hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam.
Ada yang menuduhnya
kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di
sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan
dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain.
Saat itu, Ahmad Dahlan
sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah
khusus Belanda untuk anak-anak priyayi. Bahkan ada pula orang yang hendak
membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan
pembaruan Islam di Tanah Air, sehingga bisa mengatasi semua rintangan tersebut.
Pada tanggal 20
Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
Belanda untuk mendapatkan badan hukum.
Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22
Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini
hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta.
Dari Pemerintah Hindia
Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Maka dari itu kegiatannya
dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti
Srandakan, Wonosari, Imogiri dan lain-lain telah berdiri cabang Muhammadiyah.
Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda.
Untuk mengatasinya,
maka KH Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah
di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan,
Al-Munir di Ujung Pandang, Ahmadiyah di Garut.
Sedangkan di Solo
berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan
dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan
adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan
kepentingan Islam.
Berbagai perkumpulan
dan jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, antara lain
Ikhwanul-Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub,
Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal
birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul
Mubtadi.
Dahlan juga bersahabat
dan berdialog dengan tokoh agama lain seperti Pastur van Lith pada 1914-1918.
Van Lith adalah pastur pertama yang diajak dialog oleh Dahlan. Pastur van Lith
di Muntilan yang merupakan tokoh di kalangan keagamaan Katolik. Pada saat itu
Kiai Dahlan tidak ragu-ragu masuk gereja dengan pakaian hajinya.
Gagasan pembaharuan
Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke
berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya.
Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan
kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah.
Muhammadiyah makin lama
makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada 7 Mei 1921,
Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan
cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.
Sebagai seorang yang
demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan
juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan
pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan
dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota
(sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering
(persidangan umum).
Pahlawan
Nasional
Atas jasa-jasa KH Ahmad
Dahlan dalam membangkitkan kesadaran bangsa Indonesia melalui pembaharuan Islam
dan pendidikan, maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional dengan surat Keputusan Presiden, Nomor 657, Tahun 1961.
Dasar-dasar penetapan
itu ialah pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam
untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan
berbuat.
Kedua, KH Ahmad Dahlan
dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya, telah banyak memberikan
ajaran Islam yang murni kepada bangsanya. Ajaran yang menuntut kemajuan,
kecerdasan, dan beramal bagi masyarakat dan umat, dengan dasar iman dan Islam.
Ketiga, KH Ahmad Dahlan
bersama Muhammadiyah, telah mempelopori amal usaha sosial dan pendidikan yang
amat diperlukan bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa, dengan jiwa ajaran Islam.
Keempat, KH Ahmad
Dahlan bersama Muhammadiyah bagian wanita (Aisyiyah), juga telah mempelopori
kebangkitan wanita Indonesia untuk mengecap pendidikan dan berfungsi sosial,
setingkat dengan kaum pria.
Film
“Sang Pencerah”
Kisah hidup dan
perjuangan Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadyah diangkat ke layar lebar
dengan judul Sang Pencerah.
Tidak hanya
menceritakan tentang sejarah kisah Ahmad Dahlan, film ini juga bercerita
tentang perjuangan dan semangat patriotisme anak muda dalam merepresentasikan
pemikiran-pemikirannya yang dianggap bertentangan dengan pemahaman agama dan
budaya pada masa itu, dengan latar belakang suasana Kebangkitan Nasional.
----
-- Ditulis ulang dari http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan
sang pencerah
BalasHapus