BINGUNG. Meskipun sudah menjadi penerus atau pewaris jabatan Ketua Pengurus Klenteng Pan Gu Di Wang, Dusun Suli, Desa Galesong Baru, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten Takalar, sejak 2009, Herianto, tetap merasa bingung dengan agama yang dianutnya. (Foto: Asnawin Aminuddin)
-------------
Jumat,
27 November 2015
Ketua Klenteng
Galesong: Saya Bingung Agama Saya Apa?
Takalar,
(PEDOMAN KARYA).
Meskipun sudah menjadi penerus atau pewaris jabatan Ketua Pengurus Klenteng Pan
Gu Di Wang, Dusun Suli, Desa Galesong Baru, Kecamatan Galesong Selatan, Kabupaten
Takalar, sejak 2009, Herianto, tetap merasa bingung dengan agama yang dianutnya.
“Saya juga bingung, agama saya apa
sebenarnya. Buddha atau Khonghucu?” katanya kepada “Pedoman Karya”, di sela-sela
acara Ulang Tahun ke-103 Dewa Pan Ko Ong, di Klenteng Pan Gu Di Wang, Jumat, 27
November 2015.
Selama ini, kata suami dari Ernawati dan
ayah dari tiga anak, dirinya merasa sebagai umat Buddha, tetapi dalam
prakteknya, ibadah yang mereka lakukan lebih dekat dengan agama Khonghucu.
“Selama ini saya dan keluarga disebut
menganut agama Buddha, tetapi kalau saya lihat dan yang kami lakukan selama
ini, rasanya ibadah kami lebih dekat dengan agama Khonghucu. Kami sembahyang di
Klenteng, selalu ada dupa dan lilin, dan kami menyembah dewa. Semua itu mirip
pengamalan agama Khonghucu?” tuturnya.
Tentang klenteng yang dikelolanya, Heri-sapaan
akrab Herianto-mengatakan, klenteng tersebut terbuka untuk umum. Siapa pun dan
agama apa pun, boleh datang melakukan sembahyang dan berdoa.
Yang datang ke klenteng juga bukan hanya
yang beragama Buddha, tetapi juga yang beragama Hindu atau Khonghucu. Hal itu
terbukti dengan datangnya seratusan umat Khonghucu, Hindu, atau Buddha,
melakukan persembahyangan secara bergiliran guna memeringati ulang tahun ke-103
Dewa Pan Ko Ong, di Klenteng Pan Gu Di Wang, kemarin.
Umat Khonghucu bahkan datang dalam
jumlah yang cukup besar yakni sekitar 20 orang dan dipimpin langsung Ketua
Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin) Sulsel, Fredy Sutono.
“Klenteng kami ini setiap hari terbuka,
siapa saja boleh datang sembahyang dan berdoa,” kata Heri. (hs)
Salah satu penyebab nya adalah dengan keluarnya Perpres no.14 tahun 1967 yang membuat umat Khonghucu tidak mendapatkan pelayanan hak" sipil nya. Umat Khonghucu dipaksa untuk memilih 5 agama lain nya yang saat itu pada UU.Nomor 1 pnps tahun 1965 mengatakan ada 6 agama yg dianut oleh warga Indonesia. Akibat perpres tersebut kemudian Klenteng "terpaksa" berganti nama menjadi Vihara. Hal" ini lah yang kemudian kembali diluruskan oleh Bapak Alm.Gus Dur dgn Inpres no.6 Tahun 2000..
BalasHapusTerima kasih pedoman karya.
Salam hormatku,
Js.Erfan Sutono..
Ketua Generasi Muda Khonghucu Sulawesi Selatan