Menjelang berakhirnya masa jabatannya, tiba-tiba berembus fitnah bahwa Abunawas telah memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi. Fitnah itu semakin kencang berembus ketika masa jabatan Abunawas berakhir dan setelah terpilih Kepala Kampung yang baru. Nama baik Abunawas pun tercemar.
---------
Sabtu, 5 Desember 2015
Anekdot:
Ketika Abunawas Dicemarkan Nama Baiknya
Abunawas tidak pernah berniat menjadi Kepala Kampung, karena dirinya tahu bahwa jabatan itu sungguh sangat berat untuk dipikul, tetapi ketika Kepala Kampung mangkat, semua orang sepakat memilihnya sebagai pelanjut.
Apa boleh buat, karena diminta dan
dipilih secara aklamasi, maka Abunawas pun menerima amanah tersebut. Ia
berupaya menjalankan tugas dengan baik dan masyarakat kampung pun senang dengan
kepemimpinannya.
Menjelang berakhirnya masa jabatannya
tiba-tiba berembus fitnah bahwa Abunawas telah memanfaatkan jabatannya untuk
kepentingan pribadi. Fitnah itu semakin kencang berembus ketika masa jabatan
Abunawas berakhir dan setelah terpilih Kepala Kampung yang baru.
Nama baik Abunawas pun tercemar. Usut punya
usut, ternyata fitnah itu disebar oleh seseorang yang memang ingin menjatuhkan
nama baik Abunawas.
Meskipun telah dicemarkan nama baiknya,
Abunawas tenan-tenang saja. Ia juga tidak bermaksud melapor ke pihak berwajib,
meskipun sudah mendapatkan informasi mengenai pelaku penyebar fitnah.
Suatu sore, ketika Abunawas sedang ngopi
di bale-bale rumahnya, seorang pria datang bertamu. Pria tersebut kemudian memperkenalkan
diri dan mengakui bahwa dirinyalah yang menyebarkan fitnah sehingga nama baik
Abunawas tercemar.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya,”
kata pria tersebut.
“Iya, saya terima permintaan maafmu saudaraku,”
ujar Abubawas.
“Abunawas, katakan kepadaku apa yang
harus kulakukan untuk menebus kesalahanku,” tanya pria itu.
“Tidak perlu. Tidak ada saudaraku,” kata
Abunawas.
“Tapi saya ingin menebus dosaku.
Perintahkanlah kepadaku satu hal untuk menebus dosaku itu,” desak pria itu.
“Baiklah saudaraku. Kalau saudaraku
meminta, maka saya hanya minta saudaraku mengambil dan membawa bantal bulu
kepadaku,” kata Abunawas.
Si pria itu pun bergegas pulang ke
rumahnya dan segera kembali ke rumah Abunawas membawa bantal bulu.
“Sekarang berdirilah di tengah jalan dan
bukalah bantal itu,” kata Abunawas.
Orang itu melakukan apa yang
diperintahkan Abunawas. Bulu-bulu yang ada di dalam bantal pun beterbangan kemana-mana
ditiup angin.
“Sekarang apa lagi Abunawas?” tanya pria
itu.
“Sekarang kumpulkanlah kembali bulu-bulu
itu dan masukkan ke dalam bantal seperti semula,” kata Abunawas.
“Itu tidak mungkin Abunawas. Bulu-bulu
itu sudah terbang jauh ditiup angin,” kata pria itu.
“Begitulah saudaraku. Bulu-bulu itu
sudah terbang jauh seperti fitnah yang telah engkau sebarkan untuk mencemarkan
nama baikku. Beritanya sudah tersebar luas dan tak mungkin lagi ditarik, tetapi
saya sudah memaafkan dirimu saudaraku,” kata Abunawas. (ditulis ulang dan dikreasi
oleh Asnawin Aminuddin)