ANGGOTA PIMPINAN (pengurus harian) Wilayah Muhammadiyah Sulsel yang berjumlah 13 orang, hasil Musyawarah Wilayah di Kota Palopo, Jumat, 25 Desember 2015, didominasi oleh dosen, tepatnya sebelas dosen berbanding dua bukan dosen. (Foto: Asnawin Aminuddin)
------------
Sabtu,
26 Desember 2015
Pengurus Harian Muhammadiyah Sulsel Didominasi Dosen
PALOPO,
(PEDOMAN KARYA).
Anggota Pimpinan (pengurus harian) Wilayah Muhammadiyah Sulsel yang berjumlah
13 orang, hasil Musyawarah Wilayah di Kota Palopo, Jumat, 25 Desember 2015, didominasi
oleh dosen, tepatnya sebelas dosen berbanding dua bukan dosen.
Ke-11 dosen tersebut adalah Dr Irwan Akib
(Rektor Unismuh Makassar), Mawardi Pewangi (dosen Unismuh Makassar), Dokter M
Furqaan Naiem (dosen Unhas), Prof Gagaring Pagalung (dosen Unhas), Prof Ambo
Asse (dosen UIN Alauddin), Prof Abdullah Renre (dosen UIN Alauddin), Dr
Muhammad Alwi Uddin (dosen UIN Alauddin), Prof Ali Parman (dosen UINAlauddin),
serta Dr Mustari Bosra (dosen Universitas Negeri Makassar).
KH Andi Iskandar Tompo memang dikenal
sebagai ulama, tetapi mantan Anggota DPRD Sulsel dan anggota DPRD Kota Makassar itu
juga tercatat sebagai dosen Unismuh Makassar. Begitu pun dengan Syaiful Saleh
yang merupakan birokrat, juga tercatat sebagai dosen Unismuh Makassar.
Hanya dua Anggota Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Sulsel yang bukan dosen, yaitu Yunan Yunus Kadir (penguasaha) dan KH Ahmad
Tawalla (ulama).
Menanggapi hasil pemilihan Anggota
Pimpinan tersebut, Rektor Universitas Muhammadiyah Parepare (Umpar) Dr
Syarifuddin Yusuf mengatakan bukanlah sesuatu yang mengejutkan jika anggota
pimpinan Muhammadiyah didominasi oleh akademisi.
“Pada kepemimpinan Muhammadiyah tingkat pusat
juga begitu. Kebanyakan akademisi, bahkan sebagian bergelar profesor. Jadi kalau
anggota pimpinan di tingkat wilayah (Muhammadiyah Sulsel) didominasi oleh dosen
atau akademisi, saya kira biasa-biasa saja, karena memang banyak kader Muhammadiyah
yang berprofesi sebagai dosen,” ujarnya kepada “Pedoman Karya”, Jumat, 25 Desember
2015.
Dia mengatakan, basis perkaderan di
Muhammadiyah memang diawali pada tingkat pelajar melalui Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM), kemudian pada tingkat mahasiswa melalui Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM), dan selanjutnya ke Pemuda Muhammadiyah atau Nasyiatul
Aisyiyah, sebelum masuk sebagai pengurus di Muhammadiyah atau Aisyiyah.
“Jadi kalau kemudian banyak dosen yang
masuk sebagai pengurus Muhammadiyah atau Aisyiyah, maka saya kira itu wajar-wajar
saja,” kata Syarifuddin.
Pendapat yang sama diungkapkan mantan
Wakil Rektor III Unismuh Makassar yang juga mantan Ketua Badan Pembinaan Kader
(BPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel, Kamaruddin Moha.
“Dominasi dosen pada tingkat anggota
pimpinan menunjukkan bahwa Muhammadiyah itu adalah gerakan pemikiran dan
digerakkan oleh para intelektual,” katanya.
Ketua Ikatan Keluarga Alumni (IKA)
Unismuh Makassar yang sehari-hari bertugas sebagai Guru SMA Negeri 3 Maros,
mengatakan, anggota pimpinan atau pengurus harian di Muhammadiyah memang
bertugas memikirkan umat dan bangsa melalui Muhammadiyah.
“Tugas mereka memang berpikir untuk
kepentingan umat dan bangsa. Untuk pelaksanaan dari hasil pemikiran mereka,
diserahkan kepada pengurus majelis, lembaga, dan badan yang ada dalam struktur atau
sayap organisasi Muhammadiyah,” kata Kamaruddin yang juga pernah menjabat sebagai
Wakil Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang membidangi perkaderan
dan alumni. (win)
Tags
Liputan Utama