"Orangtua saya sungguh sangat mencintai ponsel pintar mereka. Mereka peduli ponsel pintar mereka, sehingga kadang-kadang mereka lupa untuk peduli kepada saya. Ayah saya pulang dari kantor dalam keadaan lelah, tetapi ia masih memiliki banyak waktu untuk ponsel pintarnya, tapi tidak untuk saya."
---------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
25 Januari 2016
Anekdot:
Ingin Jadi
Ponsel Pintar
Setelah makan malam dan setelah
anak-anaknya pada tidur, seorang guru mulai memeriksa PR (pekerjaan rumah) yang dikerjakan oleh
para siswanya. Saat itu, suaminya berjalan di dekatnya dengan ponsel pintar
sambil belajar bisnis online.
Ketika membaca catatan terakhir, ibu
guru itu mulai menangis dengan air mata berlinang. Melihat isterinya menangis,
sang suami pun bertanya.
“Mengapa mama menangis sayang? Apa yang
terjadi?” tanyanya.
“Kemarin saya memberikan pekerjaan rumah
kepada para siswa. Saya meminta mereka menulis sesuatu dengan topik: Yang Saya
Inginkan. Mereka saya minta menulis apa saja yang mereka inginkan,” jawab sang
isteri sambil menangis.
“Oke say, tetapi mengapa kamu menangis?”
tanya si suami.
“Memeriksa catatan mereka, itulah yang
membuat saya menangis.”
“Apa yang tertulis dalam catatan mereka yang
membuat kamu menangis say?”
“Ini saya ambilkan salah satu tulisan
mereka. Dengarkanlah say, saya akan bacakan,” kata sang isteri sambil tetap
menangis.
“Keinginan saya adalah ingin menjadi
sebuah ponsel pintar,” kata sang isteri membacakan tulisan muridnya.
“Orangtua saya sungguh sangat mencintai
ponsel pintar mereka. Mereka peduli ponsel pintar mereka, sehingga
kadang-kadang mereka lupa untuk peduli kepada saya. Ayah saya pulang dari
kantor dalam keadaan lelah, tetapi ia masih memiliki banyak waktu untuk ponsel
pintarnya, tapi tidak untuk saya,” tutur sang isteri dengan derai air mata.
“Ketika orangtua saya melakukan beberapa
pekerjaan penting dan ponsel pintar berdering, dengan segera mereka mengangkat
teleponnya, tapi tidak untuk saya, bahkan jika saya merengek dan menangis pun. Mereka
bermain game di ponsel pintar, mereka tidak bermain dengan saya,” ujar sang
isteri dengan derai air mata.
“Mereka berbicara dengan seseorang di
telepon pintar mereka, mereka tidak pernah mendengarkan saya, bahkan sekalipun
saya mengatakan sesuatu yang penting. Jadi, keinginan saya adalah untuk menjadi
sebuah Ponsel Pintar,” kata sang isteri.
Keduanya kemudian saling menatap satu
sama lain, lalu berlari masuk ke kamar anak-anak mereka, menatap anak mereka
yang sedang tertidur lelap dan langsung memeluk serta menciumi anak mereka
sambil menangis. (Ditulis ulang dan dikreasi oleh Asnawin)