-----
PEDOMAN KARYA
Selasa, 26 Januari 2016
CERPEN:
Saya Tidak Bisa
Memberitahu karena Anda Bukan Wartawan
Karya: Asnawin Aminuddin
Suatu malam saat sedang hujan, sebuah
mobil yang sedang melaju tiba-tiba berhenti di tepi jalan, tepat di depan
kantor sebuah media massa. Mobil tersebut mogok. Seorang pemuda tampak keluar
sambil memegang payung dan memerhatikan mobilnya.
Setelah itu, ia melihat ke arah kantor media
yang tampak terang-benderang karena cahaya lampu, namun kelihatan sepi karena
waktu sudah menunjukkan sekitar pukul satu dinihari.
Si pemuda kemudian memutuskan masuk ke
halaman kantor media massa tersebut untuk meminta pertolongan. Ia memencet bell
di pintu pagar dan tak lama kemudian, keluarlah seorang lelaki yang juga tampak
masih muda dan tidak lain adalah pemilik perusahaan sekaligus pemimpin redaksi
majalah bulanan tersebut.
“Maaf pak, mobil saya mogok, bolehkah saya
menumpang tidur malam ini di kantor Bapak?” katanya.
Dengan senang hati, si pemilik media
mengiyakan dan mengajak tamunya bersama-sama mendorong mobilnya yang mogok di
tepi jalan untuk dimasukkan ke halaman kantor.
Si pemilik media dengan senang hati pula
menyiapkan kamar dan juga menyiapkan makanan serta minuman untuk tamunya.
Mereka berdua berbincang sejenak dan setelah itu, si pemilik media
mempersilakan tamunya beristirahat.
Saat berbaring dan hendak memejamkan mata,
tiba-tiba si pemuda mendengar bunyi yang aneh. Ia ingin keluar kamar untuk
mengetahui bunyi yang didengarnya tersebut, namun dibatalkannya karena badannya
sudah terlalu letih dan mengantuk.
Keesokan paginya, si pemuda agak terlambat
bangun. Setelah mandi dan keluar kamar, ia melihat si pemilik media sudah duduk
di ruang tamu sambil membaca majalah. Di meja tamu sudah tersedia makanan dan
minuman untuk sarapan.
Setelah sarapan bersama, si pemuda
bertanya kepada sang pemilik media tentang bunyi aneh yang didengarnya tadi
malam.
“Mohon maaf, saya tidak bisa
memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh langsung pulang,
karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Tentu saja si pemuda kecewa dan juga malu.
Tak lama kemudian ia pamit sambil mengucapkan terima kasih. Dalam perjalanan
pulang, ia masih memikirkan bunyi aneh yang didengarnya tadi malam sebelum
tertidur.
Satu tahun kemudian, kembali terulang
peristiwa yang sama. Mobil si pemuda lagi-lagi mogok di tempat dan jam yang
sama, serta juga dalam situasi yang sama, yakni pada saat hujan deras.
Si pemuda kembali diterima dengan tangan
terbuka oleh sang pemilik media. Ia dijamu dengan baik dan juga tidur di kamar
yang sama.
Dan seperti pada tahun sebelumnya, ia
kembali mendengar bunyi aneh yang sama sebelum tertidur, dan dirinya pun
semakin penasaran.
Keesokan paginya, kembali ia bertanya
tentang bunyi aneh yang didengarnya dan lagi-lagi sang pemilik media
mengemukakan jawaban yang sama.
“Mohon maaf, saya tidak bisa
memberitahukan, karena Anda bukan wartawan, tetapi Anda boleh langsung pulang,
karena mobil Anda sudah saya perbaiki,” kata si pemilik media.
Namun karena tak mampu melawan rasa ingin
tahunya, si pemuda pun terpaksa menyatakan bersedia menjadi wartawan.
“Jika memang saya harus menjadi wartawan
untuk mengetahui bunyi aneh tersebut, saya bersedia menjadi wartawan.
Jelaskanlah bagaimana caranya saya jadi wartawan, latihlah saya menjadi
wartawan, dan berilah kesempatan kepada saya untuk merasakan suka duka sebagai
wartawan,” kata si pemuda.
Maka si pemuda pun direkrut menjadi
wartawan dan setahun kemudian ia sudah menjadi wartawan andalan di majalah
bulanan tersebut.
Karena masih penasaran dengan bunyi aneh
yang pernah dua kali didengarnya, maka si pemuda pun menagih janji sang pemilik
media.
Sang pemilik media memenuhi janjinya
dengan mengajak si pemuda tetap tinggal di kantor hingga malam hari. Sekitar
pukul satu dinihari, sang pemilik media mengajak si pemuda menuju sebuah pintu
rahasia.
“Bunyi aneh itu ada di belakang pintu
rahasia ini,” katanya sambil menyerahkan sebuah kunci.
Si pemuda dengan rasa penasaran, langsung
membuka pintu kayu tersebut. Namun setelah terbuka, di dalamnya hanya ada pintu
yang terbuat dari plastik. Si pemuda tentu saja kecewa tetapi tetap penasaran.
Sang pemilik media kembali menyerahkan
sebuah kunci dan si pemuda pun membuka pintu platik tersebut, namun setelah
terbuka, dia kembali mendapat di dalamnya ada pintu yang terbuat dari besi.
Sang pemilik media kembali menyerahkan
kunci dan si pemuda pun membuka pintu besi tersebut, namun lagi-lagi
didapatinya sebuah pintu, tetapi kali ini pintunya terbuat dari seng.
Si pemuda mulai keringatan, tetapi ia pun
semakin penasaran. Kemudian sang pemilik media memberikan kunci, dan setelah
membuka pintu seng, ternyata di dalamnya masih ada pintu lagi, kali ini terbuat
dari batu marmer yang cantik.
Dengan wajah yang mulai agak kesal, si
pemuda meminta kunci kepada sang pemilik media dan sebaliknya sang pemilik
media menyerahkan kunci sambil tersenyum.
“Inilah pintu terakhir yang harus Anda
buka,” kata sang pemilik media.
Perasaan kesal si pemuda langsung hilang
dan berubah menjadi perasaan gembira, karena sebentar lagi dirinya akan
mengetahui bunyi aneh yang didengarnya dua kali dalam dua tahun berturut-turut.
Setelah pintu yang terbuat dari batu
marmer tersebut dibuka, si pemuda akhirnya melihat benda yang menimbulkan bunyi
aneh tersebut. Ia sangat kagum melihat benda tersebut dan juga sangat menikmati
bunyi aneh tersebut.
Sayangnya, si pemuda tidak boleh memberitahu kepada siapa pun benda apa yang dilihatnya yang menyebabkan terjadinya bunyi aneh tersebut, kecuali kecuali kepada wartawan.***