------------
PEDOMAN
KARYA
Senin,
29 Februari 2016
Kebanggaan Semu
Masyarakat Takalar
- Kurang
Menghargai Pahlawan Nasional
Senin siang, 29 Februari 2016, saya ke Takalar. Saat tiba di Kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU), saya melihat bendera Merah Putih dikibarkan setengah tiang. Tentu saja saya penasaran dan bertanya dalam hati, ada apa sampai instansi pemerintah mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang.
Dari beberapa pegawai di kantor tersebut, saya mendapatkan informasi bahwa bendera Merah Putih dikibarkan setengah tiang untuk mengenang gugurnya dua pahlawan nasional asal Kabupaten Takalar, yakni Ranggong Daeng Romo (gugur pada 27 Februari 1947) dan Padjonga Daeng Ngalle Karaeng Polongbangkeng (gugur pada 23 Februari 1958).
Sebagai wartawan, saya langsung curiga bahwa kemungkinan besar banyak instansi pemerintah, apalagi lembaga atau perusahaan swasta dan masyarakat umum, yang tidak mengibarkan bendera Merah Putih setengah tiang.
Dengan segera saya ke Kantor Bupati Takalar. Saya sudah yakin bahwa bendera setengah tiang pasti dikibarkan, jadi tujuan saya ke kantor bupati memang hanya untuk mengabadikan pengibaran setengah tiang Sang Saka Merah Putih dan keyakinan itu memang benar adanya.
Setelah itu, saya mendatangi beberapa kantor, termasuk Rumah Jabatan Bupati Takalar dan ternyata semuanya mengibarkan bendera satu tiang penuh, tak ada satu pun kantor yang mengibarkan bendera setengah tiang, bahkan banyak kantor yang tidak mengibarkan bendera.
Bendera Merah Putih dikibarkan satu tiang penuh antara lain di Rumah Jabatan Bupati Takalar, di Kantor Polres Takalar, di Kantor Kodim 1426 Takalar, Kantor BRI Takalar, serta beberapa kantor lainnya yang sempat saya datangi.
Hotel dan rumah makan di pusat kota
Takalar umumnya bahkan tidak punya tiang bendera, antara lain Hotel Kalampa
yang cukup besar dan baru beberapa bulan beroperasi.
Pertanyaannya, mengapa masyarakat
Takalar kurang menghargai dua pahlawan nasional asal Takalar, yakni Ranggong
Daeng Romo dan Padjonga Daeng Ngalle? Apakah mereka tidak bangga memiliki
pahlawan nasional?
Saya juga heran, karena ternyata Pemkab Takalar setiap tahunnya melaksanakan upacara peringatan gugurnya kedua pahlawan nasional tersebut, tetapi gaungnya kurang terdengar dan nyaris “tidak berpengaruh” kepada masyarakat setempat.
Saya juga heran, karena ternyata Pemkab Takalar setiap tahunnya melaksanakan upacara peringatan gugurnya kedua pahlawan nasional tersebut, tetapi gaungnya kurang terdengar dan nyaris “tidak berpengaruh” kepada masyarakat setempat.
Saya yakin masyarakat Takalar, baik yang
berdomisili di Kabupaten Takalar, maupun yang berdomisili di luar Takalar,
bahkan yang berada di mancanegara, pasti bangga memiliki dua pahlawan nasional.
Kebanggaan tersebut antara lain diwujudkan
dengan dibuatnya patung kedua pahlawan nasional tersebut dan juga diabadikannya
nama mereka pada nama jalan dan nama gedung atau perkantoran, antara RSUD
Padjonga Daeng Ngalle Takalar.
Sayangnya, kebanggaan tersebut sepertinya
hanya kebanggaan semu, karena peringatan gugurnya kedua pahlawan nasional
tersebut pun boleh dikatakan hanya dilakukan setengah hati Pemerintah Takalar
dan tidak terasa gaungnya di tengah masyarakat.
Jangankan masyarakat umum, instansi
pemerintah pun banyak yang tidak mengibarkan bendera setengah tiang. Lebih
miris lagi, karena pejabat pun ada yang hanya tersenyum dan sama sekali tidak
memiliki beban ketika dikonfirmasi mengenai tidak dikibarkannya bendera
setengah tiang di kantor-kantor SKPD.
“Cukup diwakili kantor bupati,” katanya
sambil tertawa.
Apakah itu berarti kita bukan lagi
bangsa yang besar? (asnawin aminuddin/wartawan)