BENTENG BALANGNIPA. Eksistensi dan identitas kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai di masa lalu, semakin jelas dengan didirikannya sebuah benteng pada tahun 1557. Benteng ini dikenal dengan nama Benteng Balangnipa, sebab didirikan di Balangnipa, yang sekarang menjadi Ibukota Kabupaten Sinjai. Selain itu, benteng ini pun dikenal dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama oleh tiga kerajaan, yakni Kerajaan Lamatti, Kerajaan Bulo-bulo, dan Kerajaan Tondong. (Foto: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/)
-----
PEDOMAN KARYA
Sabtu, 27 Februari 2016
Sejarah Kabupaten
Sinjai
Ada nilai historis atau sejarah
tersendiri pada Kabupaten Sinjai yang berbeda dibanding dengan kabupaten-kabupaten
lain di Provinsi Sulawesi Selatan. Nilai sejarah tersebut antara lain Kabupaten
Sinjai dulu terdiri atas beberapa kerajaan.
Kerajaan-kerajaan tersebut tergabung dalam
Federasi Tellu Limpoe dan kerajaan-kerajaan yang tergabung dalam Federasi Pitu
Limpoe.
Federasi Kerajaan Tellu limpoe terdiri atas
beberapa kerajaan yang berada dekat pesisir pantai, yakni Kerajaan Tondong, Kerajaan
Bulo-bulo, dan Kerajaan Lamatti, sedangkan Federasi Kerajaan Pitu Limpoe adalah
kerajaan-kerajaan yang berada di daratan tinggi, yakni Kerajaan Turungen, Kerajaan
Manimpahoi, Kerajaan Terasa, Kerajaan Pao, Kerajaan Manipi, Kerajaan Suka, dan Kerajaan
Bala Suka.
Watak dan karakter masyarakat tercermin
dari sistem pemerintahan demokratis dan berkedaulatan rakyat. Komunikasi
politik di antara kerajaan-kerajaan dibangun melalui landasan tatanan kesopanan,
yakni Sipakatau (saling menghormati),
serta menjunjung tinggi nilai-nilai konsep Sirui' Menre’ Tessirui No’ (saling menarik ke atas, pantang saling menarik ke
bawah), serta mallilu sipakainge (bila
khilaf saling mengingatkan).
Sekalipun ada tiga kerajaan yang tergabung
ke dalam Persekutuan Kerajaan Tellu LimpoE, namun pelaksanana roda pemerintahan
tetap berjalan pada wilayahnya masing-masing tanpa ada pertentangan dan
peperangan yang terjadi di antara mereka.
Bila ditelusuri hubungan antara
kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai di masa lalu, maka tampak jelas
bahwa mereka terjalin dengan erat oleh tali kekeluargaan yang dalam Bahasa
Bugis disebut sijai', artinya sama
jahitannya.
Hal ini diperjelas dengan adanya gagasan
dari Lamassiajeng (Raja Lamatti X) untuk memperkokoh bersatunya antara Kerajaan
Bulo-Bulo dan Kerajaan Lamatti, melalui ungkapan “Pasija Singkerunna Lamatti Bulo-Bulo”, artinya satukan keyakinan
Lamatti dengan Bulo-bulo.
Itu pulalah yang mendasari sehingga
setelah meninggal dunia, Lamassiajeng diberi gelar Puanta Matinroe Risijaina.
Eksistensi dan identitas
kerajaan-kerajaan yang ada di Kabupaten Sinjai di masa lalu, semakin jelas
dengan didirikannya Benteng pada tahun 1557. Benteng ini dikenal dengan nama
Benteng Balangnipa, sebab didirikan di Balangnipa, yang sekarang menjadi
Ibukota Kabupaten Sinjai.
Selain itu, benteng ini pun dikenal
dengan nama Benteng Tellulimpoe, karena didirikan secara bersama-sama oleh tiga
kerajaan, yakni Kerajaan Lamatti, Kerajaan Bulo-bulo, dan Kerajaan Tondong.
Benteng itu kemudian dipugar oleh penjajah
Belanda melalui perang Mangara’bombang.
Agresi Belanda antara tahun 1859 sampai
dengan tahun 1561, menimbulkan perlawanan masyarakat setempat, sehingga terjadilah
pertempuran hebat.
Pertempuran hebat itu, dalam sejarah
dikenal dengan nama Rumpa’na Mangara’bombang atau Perang Mangara’bombang.
Pertempuran itu berakhir dengan jatuhnya Benteng Balangnipa ke tangan penjajah
Belanda pada tahun 1559.
Tahun 1636, pasukan Belanda mulai datang
membawa keluarga masing-masing ke daerah Sinjai. Mereka memakai taktik adu
domba, namun kerajaan-kerajaan di Sinjai menentang keras upaya penjajah Belanda
tersebut.
Mereka tahu taktik yang diterapkan
penjajah Belanda, yakni mengadu domba agar terjadi perpecahan di antara kerajaan-kerajaan
yang ada di Sinjai dan Sulawesi Selatan pada umumnya.
Untuk itulah, mereka melakukan
perlawanan dan puncaknya terjadinlah peristiwa pembunuhan terhadap orang-orang
Belanda yang mencoba membujuk Kerajaan Bulo-bulo untuk melakukan perang
terhadap Kerajaan Gowa. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1639.
Munculnya perlawanan pantang menyerah
tersebut, terutama disebabkan karena rakyat Sinjai perpegang teguh pada Perjanjian
Topekkong.
Tahun 1824, Gubernur Jenderal Hindia
Belanda Van Der Capellan, datang dari Batavia untuk membujuk I Cella Arung Bulo-Bulo
XXI, agar menerima Perjanjian Bongaya, dan mengizinkan Belanda mendirikan Loji
atau Kantor Dagang di Lappa, tetapi bujukan tersebut ditolak dengan tegas oleh
I Cella Arung Bulo-bulo XXI.
Tahun 1861, berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Sulawesi dan Daerah, takluknya wilayah Tellu Limpoe Sinjai, dijadikan
satu wilayah pemerintahan dengan sebutan Goster Districten.
Tanggal 24 Februari 1940, Gubernur Grote
Gost menetapkan pembagian wilayah administratif untuk daerah timur termasuk
residensi Celebes, dimana Sinjai bersama-sama
beberapa kabupaten lainnya berstatus sebagai Onther Afdeling Sinjai,
terdiri atas beberapa adat Gemenchap, yaitu Cost Bulo-bulo, Tondong,
Manimpahoi, Lamatti West, Bulo-bulo, Manipi, dan Turungeng.
Pada masa pendudukan Jepang, struktur dan
nama pemerintahan ditata sesuai dengaan
kebutuhan Bala Tentara Jepang yang bermarkas di Gojeng.
Setelah Indonesia merebut kemerdekaan pada
17 Agustus 1945, sejumlah wilayah kemudian ditetapkan sebagai sebuah kabupaten
atau kota. Kabupaten Sinjai resmi menjadi kabupaten pada 20 Oktober 1959,
berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 1959.
Bupati dari Masa ke Masa
Pada tanggal 17 Februari 1960, Abdul
Latief dilantik menjadi Kepala Daerah pertama Kabupaten Sinjai.
Hingga tahun 2013, tepatnya pada periode
2013-2018, Kabupaten Sinjai yang menggunakan motto “Sinjai Bersatu”, telah dinakhodai
oleh delapan (8) bupati, yaitu Mayor Abdul Lathief (1960-1963), Andi Azikin (1963-1967),
Drs H Muhammad Nur Thahir (1967-1971), Drs H Andi Bintang (1971-1983/2 periode),
H A Arifuddin Mattotorang SH (1983-1993/2 periode), H Muhammad Roem SH MSi (1993-2003/2
periode), Andi Rudiyanto Asapa SH (2003-2013/2 periode), dan H Sabirin Yahya SSos
(2013-2018)
Letak Geografis
Kabupaten Sinjai yang terletak di
Jazirah Selatan bagian timur Provinsi Sulawesi Selatan dengan Ibukotanya
Sinjai, berada pada posisi 50 19' 30" sampai 50 36' 47" Lintang
Selatan, dan 1190 48' 30" sampai 1200 0' 0" Bujur Timur.
Di sebelah Utara berbatasan dengan
Kabupaten Bone, di sebelah Timur dengan Teluk Bone, di sebelah Selatan dengan
Kabupaten Bulukumba, dan sebelah Barat dengan Kabupaten Gowa.
Kecamatan, Desa,
& Kelurahan
Wilayah administratif terbagi atas
delapan (8) Kecamatan, 13 kelurahan, 55 desa, dan 259 lingkungan/dusun dengan
luas wilayah 819,96 Km2, atau 1,29 persen dari luas wilayah daratan Provinsi
Sulawesi Selatan.
Dari 8 kecamatan itu, terdiri atas 68
desa/kelurahan, dengan rincian; Kecamatan Sinjai Barat (8 Desa/Kelurahan),
Kecamatan Sinjai Borong (7 Desa/Kelurahan), Kecamatan Sinjai Selatan (10
Desa/Kelurahan), Kecamatan Sinjai Timur (10 Desa/Kelurahan), Kecamatan Sinjai
Tengah (10 Desa/Kelurahan), Kecamatan Sinjai Utara (7 Kelurahan), Kecamatan
Bulupoddo (6 Desa), dan Kecamatan Tellulimpoe (10 Desa). (asnawin)
Sumber:
sejarah my kampuang nun jauh di mato, kabupaten sinjai.
BalasHapus