HARI KETIGA. Mantan pengurus PWI Sulsel, Muhammad Said Welikin, tampil sebagai Saksi, pada sidang hari ketiga gugatan Praperadilan Anggota PWI Sulsel, S Kadir Sijaya (insert) terhadap Kapolrestabes Makassar, di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 April 2016. (Foto: Upi Asmaradhana)
--------
Rabu,
13 April 2016
Anggota PWI
Sulsel Gugat Kapolrestabes Makassar
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sulsel, Sadir
Kadir Sijaya, menggugat Kapolrestabes Makassar (cq. Kasatreskrim Polrestabes
Makassar) melalui Pengadilan Negeri Makassar. Sidang praperadilan dimulai
Senin, 11 April 2016, serta dilanjutkan pada Selasa (12 April) dan Rabu (13
April 2016).
Pada sidang hari Rabu, mantan
pengurus PWI Sulsel, Muhammad Said Welikin, tampil sebagai saksi. Isteri S
Kadir Sijaya, yakni Aswani, Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi, Upi Asmaradhana, wartawan senior yang juga mantan Wakil Ketua PWI Sulsel, Hasan Kuba, serta sejumlah aktivis dan wartawan turut
menghadiri sidang hari ketiga tersebut.
Melalui pengacara dari Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Makassar, S Kadir Sijaya mem-Praperadilan-kan Kapolretrabes
Makassar berdasarkan tiga hal, yakni (1) penangkapan dan penahanan yang tidak
sah, (2) permohonan ganti kerugian, dan (3) penetapan tersangka yang tidak sah.
Pengajuan praperadilan ini berdasarkan
ketentuan Pasal 1 Angka 10, UU Nomor 8 Tahun 1981, tentang Kitab Undang-undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP). Kadir mengajukan permohonan praperadilan terkait
dengan penangkapan dan penahanan yang dijatuhkan atas dirinya oleh Polrestabes
Makassar atas laporan Zulkifli Gani Ottoh (Zugito) ke Polrestabes Makassar,
pada tanggal 2 Desember 2015, dengan surat laporan Nomor LP/2708/XII/2015/Polda
Sulsel/Restrabes Makassar.
Zugito melaporkan Kadir ke polisi karena
Kadir memberikan komentar pada grup Medsos PWI di facebook yang membahas tentang
penyewaan sebagian gedung PWI ke Alfamart.
Komentar Kadir tersebut menurut Zugito
telah mencemarkan nama baiknya.
Laporan
Zugito mendapat perhatian dari penyidik Reskrim Polrestabes Makassar. Penyidik
lalu memanggil Kadir untuk konfirmasi tanggal 8 Desember 2015. Kadir mematuhi
panggilan tersebut.
Pada tanggal 8 Januari 2016, penyidik
kembali memanggil Kadir, kali ini sebagai saksi dengan surat panggilan No.
S/Pgl/59/1/2016/Reskrim. Kadir pun mematuhi panggilan ini. Kadir juga diperiksa
berdasarkan surat perintah penyidikan nomor SP.Sidik/17.A/I/2016/Reskrim
tanggal 8 Januari 2016.
Setelah itu, penyidik Reskrim kembali
melayangkan surat panggilan kepada Kadir, kali ini sebagai tersangka dengan
nomor surat S.Pgl/277/II/2016/Reskrim disertai surat penetapan peralihan status
selaku tersangka dengan surat nomor STP/Asts/16/II/2016. Namun, panggilan ini
tidak dapat dipenuhi Kadir karena dia mendapat tugas jurnalis di Kalimantan
Utara.
Pada tanggal 23 Maret 2016, kembali
penyidik Reskrim melayangkan surat panggilan sebagai tersangka kepada Kadir
dengan surat nomor S/.PGL/277.a/III/2016/Reskrim.
Kali ini Kadir sudah ada di Makassar
karena memenuhi panggilan polisi. Hari itu Kadir langsung diperiksa lebih
kurang selama 8 jam. Setelah itu, Kadir tidak sempat lagi pulang ke rumahnya
karena dia langsung diberikan surat penangkapan No. SP.Kap/86/III/2016/Reskrim.
Menurut Kadir, penyidik memperlihatkan
barang bukti berupa print out percakapan di grup Medsos PWI, namun susunan
obrolan tersebut sudah tidak utuh sehingga diragukan keasliannya.
Kadir juga memprotes bahwa seharusnya
dirinya belum boleh dijadikan tersangka karena penyidik belum menghadirkan ahli
forensik IT, ahli IT, Kominfo, ahli bahasa dan ahli budaya guna memeriksa
barang bukti (print out) obrolan dan komentar di Medsos PWI tersebut. Polisi
tidak boleh mengambil kesimpulan sendiri terhadap obrolan dan komentar di
facebook tersebut.
Disesalkan oleh Kadir bahwa dirinya
sangat kooperatif saat diperiksa selama 1 x 24 jam, tetapi mengapa dirinya
langsung diberikan surat penahanan nomor SP.Han/57/III/2016/Reskrim.
Padahal, berdasarkan Pasal 43 ayat 6 UU
ITE, kepolisian tidak boleh melakukan penangkapan dan penahanan terhadap
seseorang dalam kasus ITE apabila belum ada surat izin penetapan dari Ketua
Pengadilan Negeri setempat, dalam kasus Kadir, berdasarkan izin dari Ketua
Pengadilan Negeri Makassar.
Karena itulah, LBH Makassar selaku kuasa
hukum S Kadir Sijaya menganggap bahwa penangkapan dan penahanan S Kadir Sijaya
oleh Reskrim Polrestabes Makassar, batal demi hukum.
Kepada Hakim yang mengadili perkara
praperadilan ini, Kadir meminta agar penangkapan dan penahanan atas dirinya
harus dianggap batal demi hukum. Kadir juga meminta ganti rugi sejak dirinya di
tahan sampai dibebaskan, serta menuntut hakim menghukum termohon untuk membayar
biaya perkara.
MENGHADIRI. Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi, Upi Asmaradhana (paling kanan), mantan Wakil Ketua PWI Sulsel, Hasan kuba (kedua dari kiri), dan isteri S Kadir Sijaya, Aswani (kedua dari kanan), turut menghadiri Sidang Praperadilan Hari Ketiga, di Pengadilan Negeri Makassar, Rabu, 13 April 2016. (ist)
Perempuan Hebat
Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis
dan Kebebasan Berekspresi, Upi Asmaradhana, memberikan pujian dan semangat
kepada S Kadir Sijaya dan isterinya dengan menulis komentar di akun
Facebook-nya.
“Di balik perlawanan seorang laki-laki,
selalu ada perempuan hebat yang mendampingi, mendoakan dan menjaga anak-anaknya
ketika sang suami tak berdaya. Ibu Aswani, istri Pak Kadir Sijaya, saat ini
harus menjadi tulang punggung keenam anaknya, sejak suami diterungku 23 Maret
2016, akibat jeratan UU ITE, tersangka pencemaran nama. Bagi saya dan sejumlah
kawan yang mengikuti perjalanan kasus ini, perjuangan ibu Aswani adalah sebuah
cerita tersendiri. Kami belajar banyak dari semangat perlawanan dan heroisme
sang ibu ini@pn mks: sidang ke-3 gugatan praperadilan pak kadir#cogitationis
poenam nemo patitur 23/04/2016,” tulis Upi. (uka/win)
Tags
Liputan Utama