ANGGOTA PWI Sulsel, S Kadir Sijaya, menulis surat terbuka dari balik jeruji besi Rumah Tahanan Negara Polrestabes. Pemegang kartu PWI, nomor: 23-00-11226-03, ditahan sejak 23 Maret 2016, atas laporan pencemaran nama baik yang diajukan oleh Zulkifli Gani Ottoh (Ketua Dewan Kehormatan/mantan Ketua PWI Sulsel).
-------
Senin, 18 April 2016
Surat Anggota PWI dari Balik Jeruji Besi
MAKASSAR, (PEDOMAN KARYA). Gugatan praperadilan anggota PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) Sulsel, S
Kadir Sijaya, melalui kelompok pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Makassar, kepada Kapolri (cq. Kapolda Sulsel, cq. Kapolrestabes Makassar), atas
penahanan dirinya di Rumah Tahanan Negara Polrestabes Makassar (sejak 23 Maret
2016), ditolak oleh Pengadilan Negeri Makassar, Senin, 18 April 2016.
Dengan demikian,
sidang perkara pokok atas laporan pencemaran nama baik yang diajukan oleh
Zulkifli Gani Ottoh (Ketua Dewan Kehormatan/mantan Ketua PWI Sulsel) kepada S
Kadir Sijaya (pemegang kartu PWI, nomor: 23-00-11226-03), kemungkinan besar akan
dilanjutkan oleh Pengadilan Negeri Makassar.
Sesaat setelah
pembacaan penolakan gugatan praperadilan oleh hakim di Pengadilan Negeri
Makassar, tangis Aswani (isteri S Kadir Sijaya) langsung pecah. Beberapa
wartawan yang mendampingi, juga ikut larut dalam kesedihan. Begitu pun dengan
beberapa pengacara dari LBH Makassar.
Wartawan yang
menghadiri sidang pembacaan putusan hakim tersebut antara lain Hasan Kuba
(mantan Wakil Ketua PWI Sulsel), Usamah Kadir (mantan anggota Dewan Kehormatan PWI
Provinsi Sulsel), Supriadi Syarifuddin (mantan Wakil Sekretaris PWI Sulsel),
Muhammad Said Welikin (mantan ketua salah satu seksi PWI Sulsel), dan Upi
Asmaradhana (Koordinator Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi).
Masih dalam suasana
sedih dan meneteskan air mata, ketika para pengacara dari LBH Makassar dan
beberapa wartawan sudah pulang, Aswani kemudian mengeluarkan beberapa lembar
kertas yang berisi tulisan tangan S Kadir Sijaya.
“Surat ini ditulis
suami saya dari dalam tahanan. Suami saya berharap, teman-teman bersedia
memuatnya di media massa,” kata Aswani.
Surat curahan hati S
Kadir Sijaya yang ditahan di Rumah Tahanan Negara Polrestabes Makassar sejak 23
Maret 2016, berjudul: “Tetesan Air Mata di Balik Jeruji Besi.”
“Mengurai kata
kebenaran, berujung derita di balik terali besi, berderai air mata. Kokohnya
tembok penjara, harusnya untuk orang yang benar-benar salah,” demikian kalimat
pembuka surat S Kadir Sijaya.
Dia kemudian
mempertanyakan mengapa dirinya berbaur dengan para pelaku (pengedar dan
pengguna narkoba) narkoba, begal, jambret, penggelapan, pembunuhan, pemerkosa, dan
perampok dalam satu ruangan.
S Kadir Sijaya
mengaku dirinya mencari kebenaran karena tidak ingin ada kesewenang-wenangan
dalam sebuah organisasi besar seperti PWI.
“Bagi diriku, untuk
PWI, jangan pernah diragukan kesetiaanku terhadap organisasi yang berjalan
sesuai anggaran dasarnya. Bagi pribadiku, rela mati syahid bersama kawan-kawan
yang sejalan dengan kebenaran. Sampai saat ini, bagiku, masih kuanggap diriku
benar, walau sudah mendekam dalam ganasnya kamar tahanan,” tulisnya.
Anggota PWI yang
masuk anggota grup tertutup PWI Sulsel (nama grupnya sudah beberapa kali
diganti, nama yang digunakan saat berita ini dibuat adalah “Obrolan Santai Anggota
PWI SULSEL”, dan beranggotakan 76 orang), tulis S Kadir Sijaya, terasa
bersemangat dalam mengurai kata dan kalimat.
“Mereka bahkan
menyemangatiku, mensupportku untuk selalu hadir menyuarakan kebenaran, tapi
mengapa hanya saya yang merasakan penderitaan ini? Tapi kalau ini takdirku,
tentu hanya Allah yang punya kehendak. Makanya, saya tak pernah benci, apalagi
dendam. Bagiku, PWI tempatku besar. PWI adalah nafasku. Tentu saja PWI adalah
kebanggaanku dan itu sudah saya buktikan,” tuturnya.
S Kadir Sijaya yang
menjadi Anggota Biasa PWI sejak 1995 dan sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW)
kelompok madya, mengaku sudah banyak merasakan pahit-getirnya dunia
kewartawanan dan sudah banyak menikmati asam-garamnya dunia pers.
Menyelamatkan Margiono
Tentang kesetiaan
dan pengorbanannya untuk PWI, dia mengatakan dirinya antara lain rela ditangkap
karena membela teman yang terkapar di lapangan hijau pada Porwanas di
Banjarmasin tahun 2012.
S Kadir Sijaya juga
rela patah blitz kameranya dan punggungnya menjadi sakit gara-gara membuang
dirinya ke lantai untuk menahan tubuh Margiono (Ketua PWI Pusat) yang terjatuh
ke lantai usai memberi sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dan
HUT PWI, di Gedung Islamic Centre, Kabupaten Takalar, tahun 2013.
“Kalau saya
bermasa-bodoh dan tak peduli, maka kubiarkan saja kepala Ketua PWI Pusat
terbentur keras di dinding tembok sehingga ceritanya jadi lain, tapi itulah
saya. Saya rela kesakitan karena tertimpa tubuh Pak Margiono, bahkan saya
memilih kameraku rusak demi menyelamatkan Ketua PWI Pusat,” paparnya.
Saat ini,
lanjutnya, dirinya rela dipenjara hanya karena obrolan kebenaran tentang Gedung
PWI Sulsel yang dikomersilkan.
Karena berada dalam
tahanan, dirinya tak bisa menjadi kepala keluarga yang baik, tidak bisa mencari
nafkah untuk menghidupi isteri dan anak-anaknya yang berjumlah enam orang.
“Saya hanya mampu
memberikan air mata kepada isteri dan anak-anakku,” kata S Kadir Sijaya seraya
manambahkan bahwa mungkin inilah yang diharapkan oleh pelapor terhadap diri dan
keluarganya.
Dia kemudian menyampaikan
terima kasih kepada rekan-rekan wartawan anggota PWI Sulsel, baik wartawan
senior maupun wartawan yang sebaya atau lebih muda darinya, yang selama ini
memberikan support dan dorongan semangat untuk bersama-sama menyuarakan
kebenaran tentang Gedung PWI Sulsel, walau pada akhirnya hanya dirinya yang
jadi tumbal.
“Kini sudah
kurasakan derita, menelantarkan isteri dan anak-anakku, karena selama dalam
tahanan, saya tak bisa memberi nafkah. Bahkan satu di antara tiga anakku yang
kuliah, sudah berhenti kuliah karena saya tak bisa membiayai kuliahnya,” ungkap
S Kadir Sijaya.
Melalui suratnya
dari balik jeruji besi, dia meminta maaf kepada isteri dan anak-anaknya, kepada
orangtua dan mertuanya, serta kepada teman-teman yang menganggapnya benar
karena memang faktanya Gedung PWI Sulsel sudah dikomersilkan dengan adanya sebuah
minimarket pada lantai satu gedung yang terletak di Jl AP Pettarani 31,
Makassar. (jik)
Tags
Liputan Utama