---------
PEDOMAN KARYA
Jumat, 13 Mei 2016
Sejarah
Perjalanan Peradaban di Kabupaten Takalar
Oleh: Alimuddin Daeng Namba
(Tokoh Masyarakat Kabupaten Takalar)
Peradaban
primitif ditandai dengan masyarakat yang berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat lain untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Khusus di Kabupaten Takalar, peradaban
primitif itu berakhir ketika to manurung
datang di Butta Ko’mara’. Saat itulah peradaban baru dimulai.
Peradaban
baru yang kemudian disebut peradaban modern itu ditandai dengan diperkenalkannya
cara bercocok-tanam. Langkah awal yaitu to
manurung bersama-sama dengan masyarakat setempat mencetak persawahan. Daerah
tempat pencetakan sawah pertama itu kemudian diabadikan dengan nama Tana Toa.
Pada
sawah yang mereka buat, to manurung
bersama masyarakat setempat di Ko’mara', selain menanam padi, juga menanam
jagung, labu, dan lain-lain.
Berdasarkan
Pa’pasangta’ ri Ko’mara’, peristiwa
kedatangan to manurung itu terjadi pada akhir abad ke-11. To manurung datang di
Tanah Ko’mara’ dengan dua misi, yaitu menyiarkan agama Islam dan membangun
peradaban.
Misi
syiar Islam tersebut cukup berhasil. Masyarakat Ko’mara’ akhirnya memeluk agama
Islam. Menurut Pa’pasangta’ ri Ko’mara’,
masyarakat di Ko’mara’ sudah menganut agama Islam jauh sebelum Raja Gowa,
Sultan Alauddin, masuk Islam dan meng-Islam-kan Kerajaan Gowa. Fakta sejarah tersebut
masih tersimpan rapi dalam bentuk Al-Qur’an Barakka' yang dibawa oleh to manurung.
Misi
membangun peradaban juga berhasil dengan baik. To manurung menjadi pionir dalam pengolahan lahan pertanian untuk
pemenuhan kebutuhan pokok. To manurung
juga membawa peralatan pertanian yang terbuat dari besi (yang dibuat oleh
pandai besi yang oleh masyarakat Takalar disebut tanrassang manurung).
Dengan
demikian, peralatan besi juga sudah diperkenalkan dan digunakan oleh masyarakat
setempat, meskipun peratalan tersebut masih sangat sederhana.
To
Manurung adalah cendekia (wali) yang datang dari Timur Tengah. Jadi, to manurung adalah orang yang datang dari suatu tempat, tetapi masyarakat yang didatangi oleh to manurung, tidak mengetahui dari mana asal-usul to manurung tersebut. Karena tidak
mengetahui asal-usul cendekia tersebut, maka masyarakat setempat menyebutnya to manurung.
Ko’mara’
adalah kampung pertama yang oleh to manurung dijadikan sebagai tempat membangun
peradaban baru (modern). Ko’mara’ berasal dari kata kato’mara yang berarti kering.
Sistem
Pemerintahan
Sebelum
to manurung datang ke Takalar, masyarakat setempat menganut sistem pemerintahan
kelompok-kelompok masyarakat yang tersebar di berbagai wilayah. Setelah to
manurung datang, kelompok-kelompok masyarakat yang berdekatan wilayahnya kemudian
bersatu dan mulailah dikenal adanya pemimpin kelompok masyarakat.
Kepemimpinan
ketua kelompok ini masih terbatas pada pengaturan (lembaga) dalam hal pemenuhan
kebutuhan hidup. Saat itu, kekuasaan terhadap wilayah belum menjadi perhatian.
Setelah
cukup lama diperkenalkan cara bercocok-tanam, orang-orang yang telah mendapat
bimbingan khusus dari to manurung mengenai kepemimpinan dalam kelompok, kemudian
disebar ke beberapa wilayah lain untuk membentuk kelompok baru dan
memperkenalkan cara bercocok-tanam untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Dari
situlah kemudian lahir sistem pemerintahan baru yang dikenal dengan nama
dampang (berasal dari kata dampeng, yang berarti pendamping).
Sistem
pemerintahan di era dampang kemudian mengalami kemajuan dengan adanya penetapan
batas-batas wilayah. Maka dilakukan pembagian dan penamaan wilayah, antara lain
Dampang Ko’mara’, Dampang Tengko, dan Dampang Cabelo.
Selain
pembagian wilayah, mereka juga sudah mulai melakukan pembagian tugas dalam
kelompok masyarakat. Karena masih baru, maka sistem pemerintahan ketika itu
juga relatif masih tertutup dan terbatas.
Meskipun
demikian, mereka sudah menguasai sistem bercocok-tanam dan juga sudah mengetahui
cara melakukan transaksi dengan kelompok lain, termasuk dengan sistem barter.
Kare
Lama kelamaan, sistem pemerintahannya berubah menjadi Sistem
Kare, yaitu mulai dibentuk struktur pemerintahan dalam kelompok-kelompok
masyarakat. Mereka juga sudah mulai menetapkan daerah yang menjadi pusat
aktivitas masyarakat.
Selain itu, mereka juga sudah mulai mengangkat pemimpin
wilayah dengan gelar Kare. Pemimpin wilayah atau Kare inilah yang mengatur tata
kelola pemerintahan dan melakukan pembagian wilayah. Maka kekuasaan pun mulai
jelas kelihatan.
Mereka pun memilih dan mengangkat Kare di beberapa
wilayah, antara lain Kare Loe ri Bajeng, Kare Loe ri Katinjang, dan Kare Loe ri
Bira.
Kekurangan
dari sistem kare tersebut adalah hubungan dengan dunia luar yang sangat minim,
sehingga perkembangan peradaban dari semua aspek kehidupan masih jauh dari
sempurna. Ego wilayah masih sangat kuat, karena pengaruh peradaban luar masih
sangat minim.
Namun
demikian, sistem pemerintahan kare kemudian bergeser dan mencari bentuknya
sendiri demi penyempurnaan dan kemudian dikenallah sistem pemerintahan karaeng.
Karaeng
Kare adalah sistem pemerintahan transisi dari Era Dampang
ke Era Karaeng. Tuntutan penyempurnaan sistem pemerintahan kemudian melahirkan
sistem pemerintahan dengan sebutan Karaeng, yang ditandai dengan semakin
kuatnya pengaruh karaeng sebagai pemimpin kelompok masyarakat, terhadap wilayah
kekuasaan dan sistem pemerintahan di wilayah yang kemudian berkembang menjadi
kabupaten dengan nama Kabupaten Takalar.
Sistem pemerintahan Karaeng lahir dari kesepakatan para
pemimpin atau penguasa kelompok, yaitu Dampang Ko’mara’, Dampang Cabelo, dan
Dampang Kurawa. Sistem pemerintahan Karaeng tersebut merupakan jawaban dari
tuntutan masyarakat yang menginginkan jaminan keutuhan wilayah dan kesetaraan
dengan kekuasaan yang ada di tempat lain.
Tata kelola pada sistem pemerintahan Karaeng relatif
masih sama dengan yang ada di setiap wilayah, termasuk yang ada di luar tiga dampang
tersebut (di luar wilayah Kabupaten Takalar).
Dalam sistem pemerintahan Karaeng, banyak hal yang
menjadi pertimbangan dalam pemilihan dan pengangkatan Karaeng, antara lain
kompetensi calon pemimpin, dan wilayah yang strategis sebagai pusat
pemerintahan.
Menurut Pa’pasang, dari beberapa dampang yang ada saat
itu, ada tiga dampang yang memiliki pengaruh cukup besar, yaitu Dampang Ko’mara’,
Dampang Cabelo, dan Dampang Kurawa. Pemimpin ketiga dampang ini kebetulan
bersaudara.
Setelah
melakukan pertemuan, para dampang (Ko’mara’, Cabelo, Kurawa, dan lain-lain)
dengan pertimbangan yang sangat bijak, kemudian sepakat memilih Dampang Cabelo
(adik bungsu) yang bermukim di Sanrobone sebagai Karaeng.
Pertimbangannya,
dalam menjalankan roda pemerintahan, Karaeng akan didampingi oleh kedua
kakaknya (Dampang Ko’mara’ dan Dampang Kurawa) sebagai penasehat, sehingga
sangat kecil kemungkinan Dampang Cabelo bertindak otoriter, karena ia pasti
akan selalu meminta pendapat dan mendengarkan nasehat dari kedua kakaknya.
Dampang
Cabelo bermukim di wilayah Sanrobone yang sangat strategis karena berada di
daerah pesisir dan memiliki pelabuhan, sehingga akses dengan daerah luar sangat
terbuka.
Maka
atas kesepakatan semua pihak, dilantiklah Dampang Cabelo sebagai karaeng
pertama di wilayah yang kini bernama Kabupaten Takalar. Karena pusat
pemerintahannya berada di Sanrobone, maka karaeng pertama tersebut diberi gelar
“Karaeng Sanrobone.”
Bersamaan
dengan pelantikan Karaeng Sanrobone, muncullah gelar kebangsawanan baru di
wilayah tersebut, yaitu “Daeng”, yang berarti kakak. Gelar kebangsawanan ini
digunakan karena Karaeng Sanrobone adalah adik bungsu dan etikanya, ia harus memanggil “Daeng”
kepada kedua kakaknya (Daeng na Karaenga).
Gelar
Karaeng tersebut menempatkan masyarakat yang mendiami wilayah kekuasaan Karaeng
Sanrobone (sekarang Kabupaten Takalar) setara atau sejajar dengan sistem
pemerintahan atau kekuasaan dimana pun di Negeri Nusantara.
---
(Catatan: Penulisan sejarah ini didasarkan pada Pa'pasang atau pesan-pesan yang disampaikan secara turun-temurun dari keluarga kerajaan)
(Catatan: Penulisan sejarah ini didasarkan pada Pa'pasang atau pesan-pesan yang disampaikan secara turun-temurun dari keluarga kerajaan)
Beliau sangat memahami sejarah takalar, wajarlah kalo dipilih sebagai pemimpin.
BalasHapusKammanjo.
BalasHapusAda hubunganya dengan imappadulung karaeng sanro bone? Raja Gowa yg ke 19
BalasHapusMakam karaeng loe pakuburang mangeppe di tonasa berasal dri karaeng sanrebone..
BalasHapus