BENTENG SOMBA OPU. Kompeni atau penjajah Belanda menghancurkan Benteng Somba Opu setelah memenangi perang melawan Kerajaan Makassar, antara tahun 1668 hingga 1669. (Foto: Asnawin Aminuddin)
-------
PEDOMAN KARYA
Selasa, 12 Juli 2016
Sejarah
Kota Makassar (3):
Benteng
Sombaopu Dihancurkan, Arung Palakka Dibangunkan Istana
Bandar Makassar selain menghasilkan kebutuhan pangan
yang berlimpah dan murah, seperti beras, ternak, dan ikan, juga tumbuh dan
berkembang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan kayu cendana.
Faktor lain yang sangat berpengaruh dan memikat para
pedagang menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan, yaitu jaminan
keamanan dan ketenteraman, baik dalam kegiatan perdagangan di kota niaga,
maupun kegiatan perdagangan ke pusat-pusat produksi.
“Kemajuan yang diukir dalam sejarah Kota Makassar
mulai mengalami kesuraman setelah Perang Makassar pada 1666-1669,” ungkap
sejarawan dari Unhas, Edward L Poelinggomang.
Perjanjian Bungaya yang dicapai untuk mengakhiri
perang itu (Perang Makassar), memuat pasal-pasal yang sangat merugikan pihak
Kerajaan Makassar dan sekutunya.
Pasal yang merugikan itu antara lain: (1) semua
benteng pertahanan yang dibangun untuk melindungi kota harus dihancurkan,
kecuali Benteng Jungpandang yang dipinjamkan untuk pemukiman dan kantor dagang
Verenigde Oost-Indie Compaigne (VOC), dan Benteng Sombaopu tetap menjadi pusat
pemerintahan kerajaan (pasal 10 dan 11).
Pasal lain berbunyi: “Semua pedagang asing yang
bermukim di Makassar harus diusir keluar”. (pasal 6). Yang paling menyakitkan,
yaitu pasal yang mengatakan “VOC saja yang boleh melakukan perdagangan di
Makassar dan bebas dari segala bentuk pajak perdagangan.”
Pihak Kerajaan Makassar dan sekutunya tampak tidak
menerima isi perjanjian yang merugikan itu, kemudian mereka kembali
mengorganisir kekuatan untuk mengusir VOC (kompeni).
Dengan dasar itulah, Speelman menulis surat kepada
Gubernur VOC di Batavia yang melaporkan bahwa pihak penguasa Kerajaan Makassar
belum bersedia menerima sepenuhnya butir-butir perjanjian dan tetap menunjukkan
sikap permusuhan.
Perang pun tak terhindarkan lagi antara tahun 1668
hingga 1669, tetapi perang dimenangkan oleh kompeni yang kemudian
membumihanguskan Benteng Sombaopu.
Selain itu, pihak Kompeni kembali memaksa penguasa
kerajaan untuk menerima butir-butir kesepakatan awal yang termuat dalam
Perjanjian Bungaya.
Kompeni juga mengambil alih sepenuhnya Benteng
Jungpandang dan sekitarnya, serta menjadikannya sebagai wilayah kekuasaan
langsung.
Seusai perang, Speelman tampil dengan gagasannya
membangun kota baru dan bergiat mengubah kedudukan Makassar.
“Benteng Jungpandang diubah namanya menjadi Fort
Rotterdam dan dijadikan tempat kegiatan administrasi dan niaga kompeni,” ulas
Edward.
Itulah sebabnya pihak penguasa kerajaan lokal yang
datang ke Makassar untuk menyerahkan upeti atau menjalin kerja sama, menyebut
kota benteng itu dengan nama Jungpandang atau Ujungpandang.
Kompeni kemudian membangun perkampungan pedagang
(negorij) di sebelah utara benteng, yang diberi nama Negorij Vlaardingen. Di
tempat inilah ditempatkan para pedagang Belanda menetap dan menjual barang
dagangan mereka.
Di bagian utara benteng, Kompeni menempatkan
pedagang Melayu sehingga tempat itu disebut Kampong Melayu. Di sebelah timur
benteng dibangun istana untuk Arung Palakka, Raja Bone, yang diberi nama
Bontoala.
Kompeni juga membuka lahan kebun untuk pedagang
Belanda yang disebut Kebun Kompeni (Compaigne Tuin). Di bagian timur, Kompeni
juga menguasai areal tanah yang disebut Koninksplein (Karebosi).
“Untuk menjamin keamanan kegiatan berkebun, dibangun
kemudian sebuah benteng di daerah Pattunuang, sebelah timur Karebosi, yang
dikenal dengan nama Benteng Vredenberg (Fort Vredenberg),” papar Edward.
(asnawin/bersambung)
--------------
Keterangan:
-- Artikel ini dimuat di harian Pedoman Rakyat,
Makassar, Kamis, 9 Agustus 2007, halaman 17/Humaniora, dengan judul: Sejarah
Kota Makassar (3): Kompeni Bumihanguskan Benteng Sombaopu
(http://pedomanrakyat.blogspot.co.id/2007/08/kompeni-bumihanguskan-benteng-sombaopu.html)
-- Materi tulisan diambil dari makalah sejarawan
Univesitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Edward L Poelinggomang, pada Seminar
Nasional 400 Tahun Makassar, di Hotel Sahid Makassar, 30 Juni 2007. Seminar
dengan tema ''Menemukenali dan Merangkai Sejarah dan Budaya Makassar" itu
menghadirkan 400 tokoh dan menampilkan beberapa pembicara.
--------------
Sejarah Kota Makassar (4): Kompeni Berupaya Mensirnakan Penyebutan Makassar
Sejarah Kota Makassar (2): Kerajaan Kembar Gowa-Tallo Dilebur jadi Kerajaan Makassar
http://pedomanrakyat.blogspot.co.id/2007/08/kompeni-bumihanguskan-benteng-sombaopu.html
BalasHapus