IDUL FITRI. Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Irwan Akib, tampil sebagai khatib shalat Idul Fitri 1437 H, di Lapangan KH Sanusi Maggu, Kampus Universitas Muhammadiyah parepare (Umpar), Rabu, 6 Juli 2016. (ist)
---
Kamis, 07 Juli 2016
Sapaan Manis
Allah kepada Manusia
PAREPARE,
(PEDOMAN KARYA).
Allah SWT menyapa manusia dengan sapaan manis: “Wahai hamba-hambaku”. Allah SWT
menyapa menusia dengan manis, meskipun hamba-hamba-Nya telah larut dalam dosa
dan petualangan.
“Sapaan manis itu diharapkan akan mampu
membangkitkan relung hati kita yang paling dalam untuk berubah, untuk siuman,
ke arah perbaikan dan koreksi diri secara total dan sungguh-sungguh,” kata
Rektor Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Dr Irwan Akib.
Hal tersebut dikemukakan Irwan saat
tampil sebagai khatib shalat Idul Fitri 1437 H, di Lapangan KH Sanusi Maggu
kampus Universitas Muhammadiyah parepare (Umpar), Rabu, 6 Juli 2016.
Dalam Al-qur'an, Surah Az-Zumar ayat 53
& 54, kata Irwan Akib, Allah berfirman: “Katakanlah! Wahai hamba-hamba-Ku
yang telah melampaui batas atas diri mereka (telah berkubang dalam dosa dan
dusta), janganlah kamu putus harapan dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah akan
mengampuni semua dosa, sesungguhnya Ia Maha Pengampun, penyayang. Dan
kembalilah kepada Tuhan-mu, dan berserah-dirilah kepada-Nya sebelum azab datang
kepadamu, kemudian kamu tidak dapat ditolong lagi.”
Dia mengatakan, Hari Raya Idul Fitri
tahun ini dirayakan di tengah keprihatinan yang melanda umat dan generasi masa depan
bangsa. Kerusakan akhlak yang melanda sebagian besar generasi muda kita hampir
sempurna.
Pergaulan bebas, meminum minuman keras,
penggunaan narkotika, dan berbagai perilaku menyimpang lainnya, terasa akrab
dan menjadi bagian dari kehidupan generasi muda.
“Generasi masa depan yang diharapkan
membawa perubahan dan kebaikan di negeri ini, semakin jauh merosot ke lembah
kehinaan, mereka telah dikuasai nafsu dan mereka kehilangan arah,” sebut Irwan.
Fenomena lain yang masih akrab dalam
keseharian kita yaitu penderitaan rakyat yang kadang hanya menjadi jualan para
elit, sementara sebagian elit semakin menunjukkan kerakusannya, menumpuk harta,
seakan-akan tidak akan berpisah dengan hartanya.
Mereka berlomba menunjukkan kekuasaan
dan keunggulan kelompoknya, mereka berlomba menunjukkan kemewahan tanpa peduli
bagaimana cara memeroleh harta tersebut, bahkan bila perlu harus melenyapkan
nyawa saudaranya demi kemewahan, merampas hak orang lain, mengeruk isi perut
bumi. Semua itu mereka lakukan dengan penuh kebanggaan.
“Pada sisi lain, sebagian besar rakyat
bersusah payah mengais rezeki untuk sekadar bertahan hidup, untuk sekadar
mengganjal perutnya dengan sebiji nasi,” papar Irwan.
Indonesia tercinta dengan jumlah
penduduk lebih dari 200 juta, kini masih saja tertatih-tatih dalam memetakan
masa depannya, sementara negara-negara tetangga sudah semakin melaju dan melaju
dalam upaya memberi kesehjahteraan kepada rakyatnya.
Kita masih disibukkan oleh kepentingan
diri masing-masing, para elit sibuk dengan dirinya, para koruptor sibuk mencari
cara agar harta hasil korupsinya tidak ketahuan, para pelanggar hukum yang
notabene orang-orang yang sangat paham tentang hukum, justru sibuk
menyembunyikan pelanggarannya, sementara rakyat semakin menampakkan
kesengasaraannya, kemiskinan semakin meningkat, pengangguran tidak semakin
berkurang, kekerasan semakin menjadi-jadi, rakyat kehilangan arah, tidak ada panutan
di tengah kebingungan anak-anak bangsa dalam mencari jati dirinya.
Kita sebenarnya tidak kekurangan orang
pintar, tapi yang kurang adalah sosok-sosok manusia yang peka dan arif dalam
menyikapi masalah-masalah besar yang datang silih berganti.
"Dengan demikian, kecerdasan otak
semata sudah tidak memadai lagi. Kecerdasan otak perlu dilengkapi dengan
kecerdasan rohani, yang seharusnya lahir antara lain dari praktek berpuasa.
Rasa lapar dan dahaga selama satu bulan (berpuasa), semestinya membangunkan kepekaan
batin akan tanggungjawab kolektif untuk memperbaiki keadaan yang terlanjur
rusak,” tutur Irwan.
Kita berharap, lanjutnya, mudah-mudahan
dusta dan dosa kolektif kita belum sampai kepada batas yang tidak dapat
ditolong. Mudah-mudahan kita akan segera siuman.
“Ini harapan kita semua. Kita harus
bangkit kembali dengan stamina baru yang lebih segar dan prima, berkat puasa
Ramadhan selama satu bulan penuh yang sudah dilewati,” ujar Irwan. (an)
Tags
Aneka