SYECH YUSUF. Nama Makassar menjadi buar bibir dan harum di beberapa negara karena perjuangan, kebesaran, dan ketokohan Syech Yusuf. Beliau adalah putra asli suku bangsa Makassar. Beliau adalah anak dari Raja Gowa ke-14, Sultan Alauddin (memerintah pada 1593-1639) dari isterinya Sitti Aminah (bukan permaisuri). (int)
--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 14 Juli 2016
Sejarah
Kota Makassar (5):
Syech
Yusuf Ditangkap di Banten, Pasukannya Dipulangkan ke Makassar
Nama Makassar menjadi buar bibir dan harum di
beberapa negara karena perjuangan, kebesaran, dan ketokohan Syech Yusuf. Beliau
adalah putra asli suku bangsa Makassar. Beliau adalah anak dari Raja Gowa
ke-14, Sultan Alauddin (memerintah pada 1593-1639) dari isterinya Sitti Aminah
(bukan permaisuri).
Syech Yusuf lahir pada 1626, ketika ayahnya giat
melakukan Islamisasi ke dalam masyarakat Sulawesi Selatan. Oleh orangtuanya,
Syech Yusuf dipersiapkan menjadi mubaligh untuk memantapkan ajaran Islam dalam
kerajaan.
“Sejak remaja, ia belajar ilmu agama pada Sayed Ba'
Alwy bin Abdullah Tahir, di Bontoala,”' tutur antropolog dari Universitas
Hasanuddin (Unhas) Makassar dan mantan Rektor Universitas 45 Makassar, Prof Dr
H Abu Hamid.
Hal tersebut diutarakan pada seminar nasional 400
Tahun Makassar, bertema "Menemukenali dan Merangkai Sejarah dan Budaya
Makassar", di Hotel Sahid Makassar, 30 Juni 2007.
Abu Hamid (lahir di Sinjai, 3 Maret 1934, dan
meninggal dunia di Makassar, 23 Mei 2011) dalam makalahnya mengatakan, ketika
berusia 18 tahun, Syech Yusuf berangkat ke Banten, lalu ke Aceh untuk
memperdalam ilmu agamanya. Setelah itu, ia ke Tanah Hijaz (negeri Yaman, Mekah,
dan Madinah) dan Damaskus.
Tahun 1664, Syech Yusuf kembali ke Hindia Timur
(Indonesia) memenuhi undangan Sultan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa, yang
sedang bersiap-siap menghadapi serangan kompeni.
Strategi Kompeni untuk mengamankan penjajahan,
mula-mula memerangi Kerajaan Gowa yang dikenalnya sebagai raksasa maritim pada
masa itu dan menguasai bagian timur Hindia Timur.
“Giliran berikutnya adalah Kerajaan Banten yang
menjadi pusat perdagangan di bagian barat,” ungkap Abu Hamid.
Perang antara Kerajaan Banten dengan Kompeni tak
dapat dihindarkan dan berlangsung antara tahun 1682-1683 (22 bulan). Sultan
Ageng Tirtayasa tertangkap (Maret 1683) dan lasykar pasukan kemudian dipimpin
oleh Syech Yusuf.
Lasykar yang berjumlah sekitar 5.000 orang itu
terdiri atas orang Makassar, orang Bugis, orang Melayu, dan orang Jawa.
Singkat cerita, Syech Yusuf bersama pasukannya terdesak
dan kemudian bergerilya, sehingga Kompeni kewalahan mengejar dan menumpasnya.
Tetapi berkat tipu muslihat yang dilakukan Kompeni, antara lain dengan
menyandera Sitti Asma, anak Syech Yusuf, akhirnya Kompeni berhasil menangkap
Syech Yusuf.
Syech Yusuf kemudian ditahan, sedangkan sebagian
anggota pasukannya yang terdiri atas orang Makassar dan orang Bugis,
dipulangkan ke Makassar pada 23 Januari 1684.
Selanjutnya Syech Yusuf bersama keluarga dan
komandan pasukan yang setia kepadanya, dibawa ke Batavia (Jakarta) dan
dimasukkan ke dalam kastle (benteng).
Sekitar enam bulan lamanya Syech Yusuf berada di
dalam benteng dan dijaga ketat agar tidak lolos berhubungan dengan penduduk,
bahkan diberitakan sudah meninggal.
Itu dilakukan oleh Kompeni karena pengaruh Syech
Yusuf cukup luas dan berakar di tengah penduduk Priangan. Ia dipuja bak orang
suci dan sufi. Karena dianggap sebagai ancaman, Kompeni pada 12 Desember 1684
kemudian memutuskan akan mengasingkan Syech Yusuf ke Ceylon (Srilanka).
Meskipun demikian, Syech Yusuf baru diasingkan ke
Srilanka ketika usianya sudah 58 tahun. Turut diasingkan, dua istri, dua wanita
pembantunya, 12 santrinya, serta beberapa orang putra-putrinya.
Dalam pengasingan itu, nama Syech Yusuf malah
menjadi terkenal di Srilanka. Ia mengajarkan syariat dan tasawuf kepada
murid-muridnya yang datang dari India (Hindustan) dan masyarakat Srilanka yang
sebagian besar beragama Buddha. Ia juga menulis risalah-risalah ajarannya,
beramal, dan mengajar.
Di Srilanka, Syech Yusuf membina semangat perjuangan,
semangat keagamaan, dan pembinaan kepribadian pemimpin. Kehadirannya kemudian
dikenal sebagai permulaan adanya Islam di Srilanka dan sebagian di Hindustan
(India).
Kaisar Hindustan, Aurangzeb Alamgir (1659-1770) yang
cinta kehidupan mistik, sangat menghormati Syech Yusuf. Ia pernah bersurat
kepada wakil pemerintahan Kompeni di Srilanka, supaya kehormatan pribadi Tuan
Syech Yusuf dipelihara, karena jika tuan itu diganggu, akan menggelisahkan umat
Islam di Hindustan. (asnawin/bersambung)
------
Keterangan:
-- Artikel ini dimuat di harian Pedoman Rakyat,
Makassar, Senin, 13 Agustus 2007, halaman 17/Humaniora, dengan judul: “Sejarah
Kota Makassar (5): Putra Makassar Pimpin Laskar Banten”
(http://pedomanrakyat.blogspot.co.id/2007/08/putra-makassar-pimpin-laskar-banten.html)
-- Materi tulisan diambil dari makalah antropolog
Univesitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, budayawan, dan penulis buku, Prof Abu
Hamid Hamid (lahir di Sinjai, 3 Maret 1934, dan meninggal dunia di Makassar, 23
Mei 2011), pada Seminar Nasional 400 Tahun Makassar, di Hotel Sahid Makassar,
30 Juni 2007.
-- Seminar dengan tema “'Menemukenali dan Merangkai
Sejarah dan Budaya Makassar” itu menghadirkan 400 tokoh dan menampilkan
beberapa pembicara.
------
Sejarah Kota Makassar (6): Pesan-pesan Terselubung kepada Raja Banten dan Raja Makassar
Sejarah Kota Makassar (4): Kompeni Berupaya Mensirnakan Penyebutan Makassar
http://pedomanrakyat.blogspot.co.id/2007/08/putra-makassar-pimpin-laskar-banten.html
BalasHapusKalau Nulis sejarah yg bnar, Sekh Jusuf d tangkap di Karang Tengah Cirebon bukan d Banten.
Hapus