MASYGUL. Abunawas pun masygul. Hatinya sedih. Abunawas tidak habis pikir, mengapa raja tidak punya kepedulian terhadap bawahannya yang telah bekerja sehari-hari demi kepentingan kerajaan, padahal bawahannya sesungguhnya sangat menderita.
---
PEDOMAN
KARYA
Rabu,
21 September 2016
Anekdot:
Sudah Tiga Hari
Tidak Punya Uang
Setelah menunaikan shalat lohor dan
berdoa di masjid yang terletak tak jauh dari istana raja, Abunawas bergegas
keluar masjid, namun matanya tertumbuk kepada seorang laki-laki paruh baya
yang duduk di pojok masjid. Orang itu seolah tidak ingin diperhatikan, karena
sedang makan dari bekal yang dibawanya dari rumah.
Karena mengerti bahasa tubuh orang
tersebut, Abunawas pun sengaja membiarkannya hingga orang itu selesai makan.
Setelah itu barulah Abunawas mendekatinya.
“Assalamu alaikum,” sapa Abunawas.
“Wa'alaikummussalam,” jawab orang
tersebut.
“Maaf, bapak penjaga masjid ini?” tanya
Abunawas.
“Oh bukan. Saya juru tulis istana,” kata
orang tersebut.
“Mengapa bapak makan di sini dan
sepertinya bapak membawa bekal makan dari rumah,” kata Abunawas.
“Saya selalu membawa bekal dari rumah,
karena pihak istana tidak menyediakan makan untuk saya,” kata orang itu.
“Bukankah bapak juru tulis istana?
Artinya, bapak selalu hadir di istana mendampingi raja dan mencatat segala hal
yang dilakukan oleh raja atau keputusan yang diambil dari rapat-rapat yang
dilakukan oleh raja?” tanya Abunawas.
“Betul, itu memang pekerjaan saya
sehari-hari,” jawab orang itu.
“Mengapa istana tidak menyediakan makan
untuk bapak? Apakah gaji bapak memang besar sebagai juru tulis?” tanya
Abunawas.
“Biasanya, kalau sudah selesai rapat
atau mencatat yang perlu saya catat, saya segera ke masjid menunggu shalat
lohor dan kemudian makan siang dari bekal yang diberikan isteri saya,” kata
orang itu.
“Bagaimana dengan gaji bapak?” tanya
Abunawas.
“Gaji saya kecil pak, kecil sekali.
Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan kami sehari-hari dengan satu isteri dan
lima anak, tapi sejak kecil saya memang sudah terbiasa berpuasa Senin-Kamis dan itu juga saya biasakan kepada anak-anak kami,” kata orang itu.
“Apakah raja tidak pernah menanyakan
soal cukup tidaknya gaji yang bapak terima untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
keluarga bapak?” tanya Abunawas.
“Raja tidak pernah menanyakan soal itu.
Raja hanya bertanya soal pekerjaan, soal catatan. Raja memuji kalau pekerjaan
saya bagus, dan raja akan marah kalau pekerjaan saya tidak sesuai dengan
keinginannya,” jawab orang itu.
Abunawas pun masygul. Hatinya sedih.
Abunawas tidak habis pikir, mengapa raja tidak punya kepedulian terhadap
bawahannya yang telah bekerja sehari-hari demi kepentingan kerajaan, padahal
bawahannya sesungguhnya sangat menderita.
“Terus-terang pak, sudah tiga hari ini
saya tidak punya uang. Simpanan isteri saya juga sudah habis. Untung masih ada
gandum yang kami masak untuk makan kami sekeluarga,” kata orang itu.
“Mengapa bapak tidak berterus-terang saja
kepada raja, bahwa bapak sudah tiga hari tidak punya uang?” tanya Abunawas.
“Wah, mana saya berani pak, bisa-bisa
saya dipecat oleh raja,” kata orang itu.
“Tidak bisa begitu pak. Pekerjaan bapak
ini tidak semua orang bisa melakukannya. Tidak semua orang bisa menulis dengan
baik dan raja selalu membutuhkan kehadiran bapak. Seharusnya, bapak diberi gaji
tinggi, agar bisa bekerja dengan baik dan tak perlu lagi terganggu dengan
masalah dapur,” kata Abunawas.
Lelaki paruh baya itu terdiam dan
tertunduk. Ia merenungi kata-kata Abunawas. Belum sempat ia berkata apa-apa,
pengawal istana tiba-tiba datang dan menyampaikan bahwa raja memanggilnya.
“Mohon maaf pak, saya ke istana dulu,
karena raja memanggil saya,” kata orang itu lalu menjabat tangan Abunawas. (asnawin)