TIDAK ADA KATA PENSIUN. Ketua III Kwartir Wilayah Hizbul Wathan Sulawesi Selatan, Mansyur Qadir (duduk paling kiri, dan foto kanan), menjadi peserta tertua pada Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur Wilayah (Dapiwil) Muhammadiyah Sulsel, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, 27 Desember 2016 – hingga 01 Januari 2017.
PEDOMAN
KARYA
Senin,
02 Januari 2017
Mansyur Qadir
Ikut Pelatihan Instruktur di Usia 70 Tahun
Usia 70 tahun bagi sebagian besar umat manusia dewasa ini, tentu bukan lagi usia yang muda. Malah tidak sedikit orang yang mencapai usia 70 tahun, tidak lagi energik dan tidak lagi beraktivitas sebagaimana pegawai negeri sipil atau karyawan perusahaan swasta.
Namun di usianya yang ke-70 tahun, Mansyur Qadir Sarro masih punya semangat besar dan masih bisa beraktivitas mengurus pondok pesantren, menjadi pengurus organisasi Muhammadiyah, dan juga masih aktif berceramah.
Semangat besar itu ditunjukkan dengan mengikuti dan tercatat sebagai peserta tertua Darul Arqam dan Pelatihan Instruktur Wilayah (Dapiwil) Muhammadiyah Sulsel, di Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, 27 Desember 2016 – hingga 01 Januari 2017.
Tidak ada kata pensiun dalam mengurus
Muhammadiyah. Tidak ada kata berhenti dalam mengurus Muhammadiyah. Tidak ada
sekat-sekat usia dalam mengurus Muhammadiyah. Tidak ada sekat-sekat jabatan dalam
mengurus Muhammadiyah. Tidak ada sekat-sekat status sosial dalam mengurus
Muhammadiyah.
Begitulah ucapan dan tekadnya. Mansyur Qadir
Sarro adalah pengurus
Lembaga Islah Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Makassar, Ketua III Kwartir
Wilayah Hizbul Wathan Sulawesi Selatan, serta pendiri dan pimpinan Podok
Pesantren Hizbul Wathan Parangloe, Kabupaten Gowa.
Anak kandung almarhum Qadir Sarro (tokoh pandu Hizbul Wathan Sulawesi Selatan), sama sekali tidak risih, apalagi
malu, bergabung dan menyatu dengan puluhan peserta Pelatihan Instruktur Wilayah
Muhammadiyah Sulsel.
Dia duduk bersama peserta lain ibarat siswa
yang sedang mengikuti pelajaran di kelas, atau seperti mahasiswa yang sedang
mengikuti perkuliahan, dalam ruangan pelatihan mengikuti materi dari para
instruktur, mulai hari pertama sampai hari terakhir.
Mansyur Qadir pun turut menikmati
suasana makan siang dan makan malam bersama dengan para peserta lain, dengan memakai
sarung atau celana panjang.
“Saya ikut pelatihan instruktur Muhammadiyah,
karena ingin menyesuaikan pengalaman (instruktur masa) lalu dengan perkembangan
keinstrukturan masa kini,” ungkap pria yang tampak masih energik dan lincah di
usianya yang sudah cukup tua.
Selain itu, pria kelahiran 03 Agustus
1946 juga ingin memberi semangat dan berbagi pengalaman dengan para instruktur
muda Muhammadiyah.
“Saya ingin memberi semangat kepada
kader-kader muda Muhammadiyah, bahwa saya yang sudah berusia 70 tahun pun masih
bersemangat mengikuti pelatihan instruktur dan masih bersemangat mengurus
Muhammadiyah,” papar Mansyur. (asnawin)