SEDIH. Fidelis Ari bertemu dan memegang pundak anaknya saat mendapat izin keluar dari bui dengan pengawalan ketat dari aparat keamanan, untuk mengantar jenazah isterinya ke pemakaman, Senin, 27 Maret 2017, sekitar pukul 09.30 WIB. (Foto: kalbar.deliknews.com)
-------
PEDOMAN
KARYA
Kamis,
30 Maret 2017
SURAT PEMBACA:
Fidelis Ari,
Berjuang dan Menderita Demi Isteri
Pagi tadi (Kamis pagi, 30 Maret 2017,
red), saya membaca kabar tentang Fidelis Ari, seorang yang sesungguh-sungguhnya
suami. Ia rela menanam ganja, melanggar hukum di republik ini untuk menolong
istrinya yang dilanda penyakit langka. Ejaannya pun susah kita lafalkan:
Syringomyelia.
Wikipedia menjelaskan bahwa penyakit ini
merujuk pada tumbuhnya kista dalam sumsum tulang belakang. Kista ini bisa
bertambah luas dan memanjang.
Pada tingkatan tertinggi, dampaknya pada
kelumpuhan dan nyeri yang hebat. Penderita pula akan kehilangan kemampuan
merasai panas dan dingin. Peluang sembuhnya sangat tipis.
Sejak istrinya didera penyakit, Fidelis
telah menempuh banyak cara, menghalau rasa sakit dengan beribu upaya.
Ia telah ke sejumlah rumah sakit di
tempat ia tinggal, di Sanggau, Kalimantan Barat. Dia juga ke terapis, hingga ke
pengobatan alternatif, tapi hasilnya nihil. Pun ada keinginan untuk membawa
istrinya berobat ke Pulau Jawa, tapi tak diizinkan dokter karena jantung
istrinya, Yeni Riawati yang lemah.
Hingga suatu waktu, ia mendapati artikel
di Google, tentang ekstrak daun Cannabis Sativa alias ganja yang bisa
meringankan sakit kekasihnya. Mengembalikan senyum yang menahun hilang di wajah
Yeni.
Dan benar, setelah rutin memberi ekstrak
itu ada dampaknya. "Dari susah tidur, jadi nyenyak tidurnya. Dari susah
makan, jadi lahap makannya. Dari tidak bisa bicara, jadi bisa bicara. Jadi
sudah ada tanda-tanda kesembuhan," ujar Yohana, kakak Fidelis.
Fidelis lalu berangan-angan akan membawa
istrinya untuk operasi ke rumah sakit jika kendala fisik Yeni telah terobati
oleh ekstrak ganja.
Namun nasib punya jalannya sendiri, ia
ditangkap BNN dengan barang bukti 39 batang ganja yang ia tanam. Fidelis tak
berkutik. Padahal dari hasil pemeriksaan, ia tak sekalipun ikut mengkonsumsinya
apalagi menjualnya.
Begitulah hukum, betapa hitam putih.
Sedangkan hidup, sedemikian peliknya. Tiga puluh dua (32) hari setelah Fidelis
ditahan, sepanjang itu pula istrinya tak mendapat pengobatan. Ajalnya tiba di
kala suaminya masih di bui.
Di hari pemakaman, Fidelis diijinkan
untuk menjenguk jasad istrinya. Di teras rumahnya, ia dekati putra bungsunya
yang duduk sendiri. Ia nampak memegang kedua pundak anaknya.
Melihat fotonya, saya seolah
membayangkan Fidelis mengutip kata-kata Nyai Ontosoroh di Bumi Manusia; “Kita
telah melawan nak, sebaik-baiknya, sehormat-hormatnya.”
Gunawan Mashar
(Ketua AJI Makassar, 2013-2016)