TALK SHOW. Irman Yasin Limpo tampil pada sesi acara Bincang-Bincang tentang Pendidikan yang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Silaturrahim Nasional (Silatnas) Alumni IKIP – UNM, di Pelataran Lantai I Menara Pinisi Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Jl AP Pettarani, Makassar, Sabtu, 11 Maet 2017. (Foto: Humas Dinas Pendidikan Provsinsi Sulsel)
----------
Senin, 13 Maret 2017
Irman YL Ungkap Masalah-masalah Pendidikan di Sulsel
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Kadis Pendidikan Provinsi Sulsel, Irman Yasin Limpo,
mengungkapkan masalah-masalah pendidikan di Sulawesi Selatan, khususnya
pendidikan tingkat SMA dan sederajat lingkup Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dia mengatakan sekolah ke-58 yang ia kunjungi
di Sulsel yaitu di Kabupaten Bantaeng. Dari kunjungan-kunjungan ke sejumlah
sekolah tersebut, ia menemukan berbagai masalah yang dihadapi dunia pendidikan
di Sulsel.
“Rasio guru dan murid sudah tidak
seimbang. Ada kelas yang jumlah siswanya 50 orang. Ada juga guru yang meng-handle (menangani) dua tiga mata
pelajaran. Saya bilang, ini bukan lagi guru tapi Superman,” papar Irman.
Hal itu dipaparkan saat tampil pada sesi
acara Bincang-Bincang tentang Pendidikan yang merupakan bagian dari rangkaian
kegiatan Silaturrahim Nasional (Silatnas) Alumni IKIP – UNM, di Pelataran Lantai
I Menara Pinisi Kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Jl AP Pettarani,
Makassar, Sabtu, 11 Maet 2017.
Bincang-bincang tentang Pendidikan yang
dipandu Direktur Program Pascasarjana UNM, Prof Jasruddin, dihadiri Nurdin
Halid (Plt Ketua DPD I Partai Golkar Sulsel), Akbar Faisal, Samsu Niang, Azikin
Solthan, Akmal Pasluddin (Anggota DPR RI), Rektor UNM Prof Husain Syam, serta belasan
ribu alumni IKIP-UNM.
Irman mengungkapkan, peningkatan
kualitas tidak merata pada seluruh guru di Sulsel, karena ada guru yang sering
ikut pelatihan, tetapi ada pula yang hampir tidak pernah ikut pelatihan dan
semacamnya.
“Ada guru yang sampai 15 kali ikut pelatihan
dalam satu tahun, tetapi ada juga guru yang tidak pernah ikut pelatihan atau
hanya satu kali ikut pelatihan dan itupun hanya Diklat Pra-jabatan,” ungkap
Irman yang langsung disambut tawa oleh para hadirin.
Tentang kualitas guru, Kadis Pendidikan
Provinsi Sulsel mengatakan nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) di Sulsel pada tahun
2015 rata-rata 55, tetapi setelah dilakukan pelatihan kepada belasan ribu guru,
nilai UKG meningkat menjadi rata-rata 72,55 pada tahun 2016, atau di atas
rata-rata nilai UKG nasional yang rata-rata 68.
Dari segi sarana dan prasarana, katanya,
masih ada sekolah yang tidak punya pagar, bahkan di Tana Toraja, ada sekolah
yang siswanya belajar di ruangan kelas yang dindingnya sudah roboh.
“Anak-anak belajar berdampingan dengan
babi. Saya bilang, ikutkan saja nanti babi itu UNBK (Ujian Nasional Berbasis
Komputer), pasti nilainya baik karena setiap hari ikut belajar bersama siswa,”
kata Irman sambil tersenyum dan lagi-lagi mengundang tawa dari para hadirin.
Masalah lain yang ditemukan yaitu ada
sekolah yang sering mendapat bantuan, tapi ada pula sekolah yang jarang
mendapat bantuan.
“Ada sekolah yang seperti hujan lebat
bantuannya, tapi ada juga sekolah yang seperti mendapat tetesan hujan bantuannya,”
kata Irman.
Bahasa Kearifan
Lokal
Adik kandung Syahrul Yasin Limpo
(Gubernur Sulsel) juga mengungkapkan bahwa dirinya masih kerap menemukan guru
yang menggunakan bahasa atau kata-kata yang sebenarnya kurang pantas digunakan
pada proses belajar mengajar di sekolah.
“Masih ada guru yang menggunakan kata
kau sambil menunjuk kepada para siswanya. Kenapa tidak pakai kata ananda dan
kemudian menunjuk dengan jempol sambil empat jari yang lain dilipat,” ujar
Irman.
Guru di daerah juga umumnya lebih memilih
kata iya dibandingkan iye’, padahal
para siswa di lingkungan keluarganya masing-masing terbiasa menggunakan kata iye’ merupakan kata yang sangat sopan
yang muncul dari kearifan lokal masyarakat Sulawesi Selatan.
“Penggunaan kata iye’ seperti tabu di
kelas, sehingga terjadi standar ganda. Di sekolah, para siswa dibiasakan
menggunakan kata iya, padahal di rumah masing-masing, mereka terbiasa
menggunakan kata iye’,” kata pria
yang juga kerap disapa dengan menggunakan nama kecilnya, None’.
Perumahan Guru
Pada kesempatan tersebut, Irman
Yasin Limpo selaku Kadis Pendidikan Provinsi Sulsel, juga mengungkapkan
rencananya membangun perumahan guru dengan harga terjangkau, bahkan dapat dibayar
dengan tanpa uang muka.
Rencana lain yang diungkapkan yaitu
akan mengusulkan perubahan istilah dari istilah “Guru Honorer” menjadi “Asisten
Guru”. Perubahan itu ingin dilakukan karena para guru honorer (jumlahnya
berkisar 4.000 di Sulawesi Selatan) mengalami kendala administrasi untuk
peningkata kesejahteraan mereka. (win)
Tags
Liputan Utama