“Ketika Anda memilih jalan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”, berarti Anda memilih mengikatkan diri dalam barisan yang rapi, berdiri tegak lurus dalam sikap yang benar, dan tidak menjadi pelacur intelektual.”
- Fajlurrahman Jurdi -
(Dosen Fakultas Hukum Unhas Makassar/mantan Ketua DPP IMM)
----
PEDOMAN KARYA
Selasa,
14 Maret 2017
Memilih Ber-IMM,
Memilih Tidak Menjadi “Pelacur Intelektual”
Oleh:
Fajlurrahman Jurdi
(Dosen
Fakultas Hukum Unhas Makassar/mantan Ketua DPP IMM)
Bersama adalah pilihan rasional, karena
sendiri kadang bisa berakhir tak berdaya. Jika rumah punya tiang-tiang sebagai
penyangga, Muhammadiyah punya anak-anak muda perekat, yang berjejal dalam
rantai jaringan yang panjang.
Anak-anak muda itu dimulai dari
tunas-tunas baru di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), homo academicus di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), serta benar-benar
anak muda di Nasyiatul Aisyiyah (Nasyiah) dan Pemuda Muhammadiyah.
Orang yang berorganisasi punya tujuan,
seperti halnya Anda naik kendaraan, tentu memiliki tujuan. Ketika Anda hendak
masuk ke dalam organisasi, mesti ada tujuan-tujuan yang hendak dikejar. Semakin
kencang Anda bekerja dan memenuhi target, maka akan semakin kuat organisasi
yang Anda tumpangi. Kuatnya organisasi biasanya selaras dengan target yang akan
dicapai.
Beberapa “tiang”, “penyangga”, atau
wadah “tunas-tunas” muda Muhammadiyah yang saya sebutkan di atas, IMM menjadi
penentu, karena ia berada di saat situasi transisi, dari remaja yang dilakoni
IPM menuju Pemuda yang dinakhkodai oleh Pemuda Muhammadiyah.
Maka jangan heran jika di IPM, pengkaderan
kadang bersifat indoktrinasi, sedangkan di IMM sudah mulai reflektif. Jika
masih ada yang menggunakan pola indoktrinasi di IMM, berarti ia “ketinggalan
kereta”, karena gerbong rasionalitas dan pemikiran sudah jauh melaju ke depan.
Dua organisasi tunas, yakni IPM dan IMM,
dimulai dengan nama “ikatan”, bukan “lembaga”, bukan “himpunan”, bukan persatuan”,
juga bukan “aliansi”. Makna transendensi dari nama “ikatan” sebenarnya mengacu kepada
sesuatu yang “batin”, perekat.
Jika Anda pernah melihat penjual kayu bakar,
maka Anda akan menemukan tali pengikat untuk menyatukan kayunya, sehingga tidak
berjejal. Kayu bakar yang diikat harus diletakkan secara “sejajar” dan “sama
lurus” agar gampang diikat. Semakin rapi posisinya, maka tali untuk mengikat
akan gampang dikuatkan.
Secara transendental, “ikatan"
sebagai nama “Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”, merupakan “penyatuan manusia yang
rapi dan lurus”. Maksudnya adalah berbaris rapi dalam organisasi dan bekerja
secara lurus dan ikhlas.
Jika ada kader IMM yang berharap imbalan,
maka sebaiknya ia menyingkir, karena bisa jadi ia pengkhianat. Jika ada pengurus
organisasi yang menggunakan kendaraan IMM untuk mencari makan, menipu teman dan
sejenisnya, maka ia tidak cocok berada di sana, karena watak yang demikian lebih
cocok berbisnis atau berpolitik.
Itulah sebabnya kader IMM disebut “cendekiawan
berpribadi”, “susila, cakap, takwa kepada Allah”. Hal ini merupakan konsekuensi
dari nama yang berawal dari kata “ikatan.”
Kata “ikatan” diikuti dengan kata “mahasiswa”,
yang dalam istilah Pierre Boudieu disebut sebagai homo academicus. Mahasiswa secara harfiah adalah “terpelajar”. Kata
terpelajar ini menjadi beban sosial dan beban psikologis tersendiri bagi mereka
yang menjalani kuliah di kampus, khususnya bagi yang mengerti tugas dan tanggungjawab
insan akademis.
Karena itu, ketika Anda memilih jalan “Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah”, berarti Anda memilih “mengikatkan diri” dalam barisan
yang rapi, berdiri tegak lurus dalam sikap yang benar, dan tidak menjadi “pelacur
intelektual”.
Pertanyaannya sekarang adalah, apakah
tidak ada kader IMM yang menjadi “pelacur intelektual?” Ada, banyakk.... Jika Anda
merasa, menyingkirlah dari ikatan ini, karena jika tidak, Anda adalah kawanan
yang lepas dari “ikatan.”
Selamat milad ke-53 IMM!
Keterangan:
- Tulisan ini dibuat di Perpustakaan
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Selasa, 14 Maret 2017
Tags
Opini
Mantap,
BalasHapus