LITERASI DAN ADVOKASI. Rusdin Tompo menemukan kedalaman filosofis hidup lewat menulis dan membaca puisi. Sebuah aktivitas yang dilakoninya sejak kelas IV di SD Negeri 7 Ambon, Provinsi Maluku. Melalui tulisan-tulisannya, Rusdin memadukan aktivitas literasi dan kegiatan advokasi untuk membangun kesadaran kritis masyarakat terkait isu-isu yang menjadi fokus pembelaannya.
-----
PEDOMAN
KARYA
Rabu,
08 Maret 2017
Rusdin Tompo, Aktivitis
Literasi dan Dunia Advokasi
Rusdin Tompo menemukan kedalaman
filosofis hidup lewat menulis dan membaca puisi. Sebuah aktivitas yang
dilakoninya sejak kelas IV di SD Negeri 7 Ambon, Provinsi Maluku.
Rusdin memang lahir dan besar di kota
berjuluk Ambon Manisse itu, tepatnya 3 Agustus 1968. Meski begitu, ia mulai
menyimpan puisi-puisi yang ditulisnya sekitar tahun 1982. Puisi-puisi itu ada
yang ditulis di potongan koran, pembungkus nasi, pada aluminium foil rokok,
juga pada sobekan buku.
Puisi-puisi yang terserak dalam ragam
kertas itu baru sempat dikumpulkan dan diketik rapi tahun 1993. Puisi-puisi
yang ikut menandai perjalanan kepenulisan dan kecintaannya pada dunia sastra
pada usia remaja tersebut, beberapa di antaranya sudah dibukukan dalam buku,
antara lain “Tuhan Tak Sedang Iseng” (Rayhan Intermedia, 2014) dan “Sehimpun
Puisi Mantera Cinta” (Liblitera, 2016).
Jejak lelaki berdarah Makassar ini di
bidang tulis-baca puisi selama di Ambon terbilang lumayan. Semasa masih duduk di
bangku SMP dan SMA, ia pernah juara lomba menulis maupun lomba baca puisi, baik
pada level sekolah maupun tingkat remaja masjid se-Kota Ambon.
Beberapa prestasi yang diukir pada lomba
yang diikutinya, antara lain Juara I Lomba Baca Puisi Remaja Masjid Nurul
Yaqin, Juara I Lomba Baca Puisi Remaja Masjid An-Nashar, serta Juara II Lomba
Cipta Puisi Al-Quran yang dilaksanakan Majelis Taklim Pelajar se-Kotamadya
Ambon.
Begitu ia ke Makassar untuk kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), tahun 1987, kegemarannya
berpuisi berlanjut. Rusdin kerap membaca puisi-puisinya di Radio Gandaria pada
akhir 80-an.
Setelah itu, ia vakum cukup lama dari
dunia penulisan puisi, hingga tiba era Facebook, Rusdin banyak memposting
puisi-puisinya di media sosial hasil temuan Mark Zuckerberg tersebut.
Rusdin sebenarnya bercita-cita ingin
menjadi seniman sejak kecil. Karena selain punya talenta menulis dan membaca
puisi, ia juga cukup mahir melukis, menyanyi dan sedikit bermain musik. Tak heran,
semasa kuliah, beberapa dosennya berseloroh bahwa jika ia sarjana, gelar SH-nya
bukan “Sarjana Hukum” melainkan “Seniman Hukum.”
Tulisan-tulisannya dalam bentuk opini,
esai dan puisi, antara lain, pernah dimuat di Harian Pedoman Rakyat, Harian
Fajar, Harian Tribun Timur, Koran Tempo Makassar, dan Harian Cakrawala, Buletin
Info Sulsel, Buletin Media Empati, dan Majalah AnaKita.
Melalui tulisan-tulisan itu, Rusdin
memadukan aktivitas literasi dan kegiatan advokasi untuk membangun kesadaran
kritis masyarakat terkait isu-isu yang menjadi fokus pembelaannya.
Rusdin memang lebih dikenal sebagai
aktivis hak dan perlindungan anak. Lelaki berperawakan tinggi dan berkumis ini,
ikut mendirikan dan pernah menjadi pengurus Lembaga Perlindungan Anak (LPA)
Sulsel, ia mendirikan Lembaga Investigasi Studi Advokasi Media dan Anak
(LISAN), menjadi Koordinator Tim Telepon Sahabat Anak (TeSA) Makassar, pengurus
Komite Aksi Provinsi (KAP) Sulsel Penghapusan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan
untuk Anak, dan pernah bekerja sebagai Project Officer CNSP Plan Indonesia di
Makassar.
Organisasi yang pernah dan masih
diakrabinya, antara lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Makassar,
Solidaritas Perempuan Anging Mamiri (SP-AM), Persatuan Radio Kampus Makassar
(PERAKMAS), Masyarakat Pemantau Film (MPF), dan Ikatan Penulis Indonesia
Makassar (IPIM).
Ia pernah bekerja sebagai broadcaster di
Radio Venus AM dan jurnalis di Radio Bharata FM dan Tabloid LENSA. Di Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI) Daerah Sulsel, ayah tiga anak ini pernah menjabat
selama dua periode, masing-masing sebagai anggota (2007-2010) dan sebagai Ketua
(2011-2014) di lembaga negara independen tersebut.
Rusdin telah terlibat dalam sejumlah
penerbitan buku, sebagai editor maupun penulis, di antaranya, “Ayo’ Lawan
Korupsi” (LBH-P2i dan Partnership, 2005), “Media dan Perubahan Politik
Represif” karya Dr. Mansyur Semma (Pemkot Makassar, 2008), “Anak, Media dan
Politik” (KPID Sulsel, 2009), “MasaDPan Makassar, Dinamika Demokrasi dan
Pemerintahan” (Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Makassar, 2014).
Selain itu, “Mengawal Demokrasi di
Udara” (Pijar Press, 2015), “Bintang Kecil dalam Kotak Ajaib” (Pijar Press,
2015), “Mohammad Hidayat, 730 Hari Mengabdi” (Rayhan Intermedia, 2015), “Woro
Susilo, Polisi di Zona Merah” (Rayhan Intermedia, 2015), “Mimpi Seorang
Prajurit” (Rayhan Intermedia, 2015), “Menolak Takluk” (LBH Makassar) dan
“Cerita tentang Toraja” (Pijar Press, 2015).
Masih ada lagi buku yang dikerjakannya,
yakni “7342 Mengawal 115 Pulau” (Pijar Press, 2015), “Mozaik Penyiaran”
(MediaQita, 2015), “Menggugat Politik Perlindungan Anak” (Pijar Press dan
LISAN, 2015), “4,5,6, Spiritualitas Adex Yudiswan” (MediaQita, 2016), “Pudji
Hartanto Iskandar, Kenapa Makassar, Refleksi Kritis Seorang Bhayangkara”
(Rayhan Intermedia, 2016), “Advokasi Anak Jalanan Makassar” (MediaQita, 2016),
“Menyelamatkan Anak-anak Tanpa Kewarganegaraan” (Pustaka Sawerigading, 2016),
dan “(Bukan) Karena Aku Seorang Ibu” (Fire Publisher, 2017).
Produktivitas Rusdin dalam penulisan
buku diapresiasi oleh media Kabar Group dengan memberikannya penghargaan berupa
“Penulis Terbaik Sulawesi Selatan 2016.”
Rusdin merupakan pembicara seminar untuk
isu media dan perlindungan anak. Ia bersama beberapa teman penyair dan penggiat
literasi mendirikan komunitas Makkareso dan aktif membaca puisi di beberapa
tempat. Rusdin kini menjadi host acara bincang-bincang “Beranda Pak RT”, di RRI
Pro1 Makassar.
Kontak dengan Rusdin Tompo bisa melalui
e-mail: lisan_makassar@yahoo.com atau rusdin.tompo@gmail.com, twitter @RusdinTompo,
dan mobile phone 081543185183. (Badaruddin
Amir)