MENGENANG SUAMI. Risma Niswaty menuangkan kerinduan dan ungkapan kata hatinya lewat tulisan untuk mengenang suami tercinta, almarhum Ahyar Anwar, yang meninggal dunia pada tahun 2013. (Dok. Pribadi)
------
PEDOMAN KARYA
Ahad, 02 April 2017
Aku hanya ingin menyentuhmu....
Siang yang basah
ini mengajakku larut untuk menyentuhmu kekasih, ketika takdir membuat kita tak
mungkin lagi bertemu kini. Bukan tak ikhlas menjalani semuanya setelah empat tahun
kita berjarak... aku hanya ingin menyentuhmu saja.
Aku justru lebih
miris menyaksikan takdir mereka yang bersama, saling bertemu, tapi mereka tak
pernah saling menyentuh, hati mereka tak pernah saling berpaut.
Kita tetap selalu
bersentuhan sayang. Aku menyentuhmu dengan Al-Fatihah dan Yaasin-ku. Kau menyentuhku
dengan karya-karyamu yang mengalir dari kedalaman cintamu. Kau membelaiku dari
mata dan harapan-harapan kelima pahlawan kecil kita.
Seperti siang
ini....
Seorang sahabatku
menceritakan perjalamannya ber-umrah untuk merapalkan doa yang bisa membuatnya
tenang menjauh dan pergi dari kehidupan kekasihnya.
Kita... aku juga
kau, belum pernah sempat berkunjung dan merapalkan doa di sisi Multazam, tapi
aku masih begitu ingat kau pernah begitu ikhlas menuliskan doa-doamu dalam “Sebuah
Doa Cinta di Multazam.”
Tiba-tiba aku begitu
ingin membacakannya di hadapan Nesha. Lalu aku memilih violin compose dari
Pablo Arellano untuk sound latarnya.
Lalu aku membaca
bait ini...
“Baginya, orang
yang berdoa untuk harapannya yang tidak ia mengerti adalah orang yang tidak
melihat wajah misteri dalam kehidupannya. Ada rahasia yang bersembunyi dari
setiap waktu yang telah berlalu dan akan tiba dalam seluruh hidupnya. Itulah
sebabnya ia ingin menemukan wajah dari harapan yang tersembunyi itu. Sesuatu
yang bercahaya kemilau seperti matahari yang menyala terik.
Kekasih itu masih
terus berjalan dalam pencariannya sebelum ia mendengar bisikan dari dalam
dirinya sendiri.
Pada setiap jiwa ia
terselip diantara tumpukan jiwa-jiwa yang saling tersentuhkan. Seperti tumpukan
kartu-kartu remi yang dikocok dengan tangan takdirnya masing-masing.”
Kekasih itu
tiba-tiba merasakan dirinya seperti sebuah kartu yang terselip di antara begitu
banyak orang. Ia lalu membayangkan semua orang yang pernah ia temui dalam
hidupnya. Semua menyadarkannya, bahwa setiap pertemuan menitipkan sebuah
misteri dari lipatan rahasia yang bersembunyi di balik semua pertemuan itu.
Ayah sayang... beruntung
hujan ini bisa menandingi sesenggukku, ketika tiba pada catatatanmu:
“Engkau harus masuk
pada jiwamu yang paling hening dan bening. Karena pada keheningan dan
kebeningan jiwamu itulah kau bisa mendengarkan suara dirimu yang selama ini
tersembunyi. Jika kau bisa menemukan suara dirimu yang tersembunyi dari
kedalaman jiwamu! Maka dengan suara itulah seharusnya engkau berbicara dengan
Tuhanmu.”
Rumah Cinta, Ahad siang, 02 April 2017
Risma Niswaty