DUA BABAK. Pada dasarnya, sejarah surat kabar di Indonesia terbagi dalam dua babak, yakni babak pertama yang biasa disebut babak putih, dan babak kedua antara tahun 1854 hingga Kebangkitan Nasional.
------
Rabu, 24 Mei 2017
Sejarah dan Perkembangan Surat Kabar
-
Surat Kabar Pertama di Makassar Terbit Tahun 1800-an
-
Namanya “Celebes
Courant” dan “Makassarsch Handelsbland”
Oleh: Dewi Astuti, Nurmutmainnah, Rosmiati, Sitti
Sayani Dama, Mutmainnah, Arfiani
B, Windasari Mallo, Irma
Supardi
Lebih dari 200
tahun lamanya, surat kabar atau koran menjalankan fungsinya sebagai
satu-satunya media penyampai berita kepada khalayak dan sebagai sumber
satu-satunya bagi khalayak dalam mengakses informasi yang sama secara
bersamaan.
Surat kabar
pertama kali diterbitkan di Eropa pada abad ke-17. Di Indonesia sendiri, surat
kabar berkembang dan mempunyai peranannya sendiri di tengah masyarakat hingga
sekarang.
Sejarah mencatat
bahwa produk mesin cetak Johann Gutenberg ini, telah mengambil peran yang cukup
signifikan dalam perkembangan surat kabar di Indonesia dari berbagai aspek
kehidupan keterkaitannya sebagai media massa yang berpengaruh di masyarakat.
Berikut adalah
paparan singkat mengenai surat kabar di Indonesia. Pada
dasarnya, sejarah surat kabar di Indonesia terbagi dalam dua babak, yakni babak
pertama yang biasa disebut babak putih, dan babak kedua antara tahun 1854 hingga
Kebangkitan Nasional.
Kedua babak
inilah yang amat berperan dalam perkembangan surat kabar di Indonesia. Babak
pertama adalah babak putih, yaitu saat Indonesia masih dalam keadaan terjajah
oleh kolonialisme Belanda.
Disebut babak
putih karena surat kabar pada waktu itu mutlak milik orang-orang Eropa,
berbahasa Belanda dan diperuntukkan bagi pembaca berbahasa Belanda. Kontennya
hanya seputar kehidupan orang-orang Eropa dan tidak mempunyai kaitan kehidupan
pribumi. Babak ini berlangsung antara tahun
1745-1854.
Babak kedua berlangsung antara tahun 1854 hingga Kebangkitan Nasional, yang secara kasar dapat
dibagi dalam tiga periode.
Periode pertama, tahun
1854-1860. Dalam periode ini surat kabar dengan
bahasa Belanda masih memegang peranan penting dalam dunia pers Indonesia, namun
surat kabar dengan bahasa Melayu telah terbit bernama Slompret Melajoe di
Semarang yang diterbitkan oleh H.C. Klinkert.
Periode kedua, tahun
1860-1880. Surat kabar dengan bahasa pra-Indonesia
dan Melayu mulai banyak bermunculan tetapi yang menjadi pemimpin surat
kabar-surat kabar ini semuanya adalah orang-orang dari peranakan Eropa.
Periode ketiga, tahun
1881 sampai Kebangkitan Nasional. Periode
ini mempunyai ciri tersendiri karena para pekerja pers terutama para
redakturnya tidak lagi dari peranakan Eropa tetapi mulai banyak peranakan
Tionghoa dan Indonesia atau biasa disebut dengan pribumi.
Lima Periode
Surat Kabar Indonesia
Surat kabar di
Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang yang secara singkat terbagi
dalam enam periode, yakni zaman Belanda, zaman Jepang, zaman kemerdekaan, zaman
Orde Lama, zaman Orde Baru dan zaman reformasi.
Zaman Belanda
Pada tahun 1744
dilakukanlah percobaan pertama untuk menerbitkan media massa dengan
diterbitkannya surat kabar pertama pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van
Imhoff dengan nama Bataviasche Nouvelles, tetapi surat kabar ini hanya
mempunyai masa hidup selama dua tahun.
Kemudian pada
tahun 1828 diterbitkanlah Javasche Courant di Jakarta yang memuat berita-berita
resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa.
Mesin cetak
pertama di Indonesia juga datang melalui Batavia (Jakarta) melalui seorang
Nederland bernama W Bruining dari Rotterdam yang kemudian menerbitkan surat
kabar bernama Het Bataviasche Advertantie Blad yang memuat iklan-iklan dan
berita-berita umum yang dikutip dari penerbitan resmi di Nederland
(Staatscourant).
Di Surabaya
sendiri pada periode ini telah terbit Soerabajasch Advertantiebland yang
kemudian berganti menjadi Soerabajasch Niews en Advertantiebland, sedangkan
di Semarang terbit Semarangsche Advertetiebland dan De Semarangsche Courant.
Secara umum
surat kabar-surat kabar yang muncul saat itu tidak mempunyai arti secara
politis karena cenderung pada iklan dari segi konten. Tirasnya tidak lebih dari
1000-1200 eksemplar tiap harinya. Setiap surat kabar yang beredar haruslah
melalui penyaringan oleh pihak pemerintahan Gubernur Jenderal di Bogor.
Tidak hanya itu,
surat kabar Belanda pun terbit di
daerah Sumatera dan Sulawesi. Di Padang terbit Soematra Courant, Padang
Handeslsbland, dan Bentara Melajoe. Di Makassar
(Ujung Pandang) terbit Celebes Courant dan Makassarsch Handelsbland.
Pada tahun 1885
di seluruh daerah yang dikuasai Belanda telah terbit sekitar 16 surat kabar
dalam bahasa Belanda dan 12 surat kabar dalam bahasa Melayu seperti, Bintang
Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar (terbit di Bogor), Selompret
Melayu dan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan surat kabar
berbahasa Jawa, Bromatani yang terbit di Solo.
Zaman Jepang
Saat wajah
penjajah berganti dan Jepang memasuki Indonesia, surat kabar-surat kabar yang
beredar di Indonesia diambil-alih secara
pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan penghematan namun
yang sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang memperketat pengawasan terhadat
isi surat kabar.
Kantor Berita
Antara diambil alih dan diubah menjadi kantor berita Yashima dengan berpusat di
Domei, Jepang. Konten surat kabar dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk
memuji-muji pemerintahan Jepang.
Wartawan
Indonesia saat itu bekerja sebagai pegawai sedang yang mempunyai kedudukan
tinggi adalah orang-orang yang sengaja didatangkan dari Jepang.
Surat Kabar Tjahaja
Salah satu surat
kabar yang terbit pada masa ini adalah Tjahaja (ejaan baru Cahaya). Surat kabar
ini sudah menggunakan Bahasa Indonesia dan penerbit berada di Kota Bandung.
Surat kabar ini
terbit di Indonesia namun berisikan berita tentang segala kondisi yang terjadi
di Jepang. Para pemimpinnya di antaranya adalah Oto Iskandar Dinata, R.
Bratanata, dan Mohamad Kurdi.
Pada tampilan
tampak bahwa surat kabar tersebut bertuliskan tanggal 24 Shichigatsu 2604, yang
pada penanggalan masehi sama dengan tanggal 24 Juli 1944.
Zaman
Kemerdekaan
Ketika
pemerintah Jepang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda pencitraan
pemerintah, Indonesia pun melakukan
hal yang sama untuk melakukan perlawanan dalam hal sabotase komunikasi.
Edi Soeradi
melakukan propaganda agar rakyat berdatangan pada Rapat Raksasa Ikada pada
tanggal 19 September 1945 untuk mendengarkan pidato Bung Karno.
Dalam
perjalanannya, Berita Indonesia (BI) berulang kali mengalami pembredelan dimana
selama pembredelan tersebut para pegawai kemudian ditampung oleh surat kabar
Merdeka yang didirikan oleh BM Diah.
Surat kabar
perjuangan lainnya adalah Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan
Makmur dan Rinto Alwi,
dimana surat kabar tersebut menampilkan “pojok” dan “Bang Golok” sebagai
artikel.
Surat kabar
lainnya yang terbit pada masa ini adalah Soeara
Indonesia, Pedoman Harian yang berubah menjadi Soeara Merdeka (Bandung),
Kedaulatan Rakyat (Bukittinggi), Demokrasi (Padang),
dan Oetoesan Soematra (Padang).
Zaman Orde Lama
Setelah
dikeluarkannya Dekrit Presiden,
tanggal 5 Juli 1959, oleh Presiden
Soekarno, terdapat larangan terhadap kegiatan politik termasuk pers.
Persyaratan untuk mendapat Surat Izin Terbit dan Surat Izin Cetak diperketat
yang kemudian situasi ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk
melakukan slowdown atau mogok secara
halus oleh para buruh dan pegawai surat kabar.
Karyawan pada
bagian setting melambatkan pekerjaannya yang membuat banyak kolom surat kabar
tidak terisi menjelang batas waktu cetak (deadline). Pada akhirnya kolom
tersebut diisi iklan gratis. Hal ini menimpa surat kabar Soerabaja Post dan
Harian Pedoman di Jakarta. Pada periode ini banyak terjadi kasus antara surat
kabar pro-PKI dan anti-PKI.
Zaman Orde Baru
Pada periode
ini, surat kabar yang dipaksa untuk berafiliasi kembali mendapatkan pribadi
awalnya, seperti Kedaulatan Rakyat yang pada zaman orde lama harus berganti
menjadi Dwikora.
Hal ini juga
terjadi pada Pikiran Rakyat di Bandung. Bahkan pers kampus pun mulai aktif kembali. Namun di balik itu semua, pengawasan dan
pengekangan pada pers terutama dalam hal konten,
tetap diberlakukan.
Pemberitaan yang
dianggap merugikan pemerintah harus dibredel dan dihukum dengan dilakukan
pencabutan SIUP seperti yang terjadi pada Sinar Harapan, Tabloid
Monitor dan Tabloid Detik,
serta Majalah Tempo dan Majalah Editor.
Pers lagi-lagi
dibayangi dalam kekuasaan pemerintah yang cenderung memborgol kebebasan pers
dalam membuat berita serta menghilangkan fungsi pers sebagai kontrol sosial
terhadap kinerja pemerintah. Pembredalan pun
marak pada periode ini.
Surat Kabar dan Media Cetak Lain
Berikut ini
perbedaan-perbedaan antara surat kabar, majalah, dan tabloid versi Farof antara
lain; surat kabar dan tabloid berbentuk
lembaran, tetapi majalah berbentuk buku. Ukuran
lembaran tabloid setengahnya dari surat kabar. Sedangkan ukuran majalah mirip
seperti tabloid.
Surat kabar
biasanya diterbitkan setiap hari. Sementara majalah dan tabloid umumnya
diterbitkan setiap minggu, dua-minggu, atau bulanan. Surat kabar membahas topik
terkini, majalah membahas tentang hiburan, dan tabloid membahas berita yang
ringan.
Berbeda dengan surat
kabar yang biasanya dicetak hitam-putih, majalah dan tabloid dicetak secara
berwarna.
Media Online dan Televisi
Sementara
perbedaan media cetak dengan media online yang paling mencolok di antara mereka
adalah mediumnya. Yang satu virtual, satunya lagi tercetak. Sedangkan perbedaan
media cetak dengan media audiovisual televisi adalah salah satu bentuk media
elektronik.
Dalam televisi
biasanya menyampaikan informasi berupa audiovisual (penglihatan
dan pendengaran). Informasi
biasanya disampaikan oleh presenter atau pembawa berita.
Informasi yang
disampaikan biasanya adalah berita yang aktual yang saat ini sedang terjadi di
masyarakat dalam negeri maupun masyarakat luar negeri.
Informasi yang
disiarkan dalam televisi biasanya lebih bisa dimengerti oleh khlayak banyak, tetapi
berita yang disiarkan melalui televisi biasanya cepat menghilang atau tidak
dapat diulang kembali.
Surat Kabar dan Radio
Radio adalah
salah satu media elektronik. Dalam
radio, informasi biasanya disampaikan dalam bentuk audio (pendengaran). Informasi
yang disampaikan melalui radio biasanya berita-berita yang terjadi pada suatu
daerah (hanya suatu wilayah). Dalam radio juga bisa menemukan banyak
hiburan lain seperti lagu-lagu yang diputar.
Kelebihan Surat Kabar
Kelebihan surat kabar yaitu biasanya relatif tidak mahal. Fleksibel (lebih luwes dalam
menentukan jadwal publikasi iklan dan surat kabar yang mempublikasikan (apakah
lokal, regional ataukah nasional) berkaitan dengan khalayak yang dijadikan
sasaran iklan), dapat dinikmati lebih lama.
Surat kabar juga market coverage, artinya surat
kabar mampu menjangkau daerah-daerah perkotaan sesuai cakupan wilayahnya, comparison shooping artinya
surat kabar sering digunakan sebagai bahan acuan atau referensi konsumen dalam
membeli barang atau jasa, serta positive consumer attitude artinya
aktualitas informasi yang sampaikan digunakan juga sebagai acuan pembaca.
Kekurangan Surat Kabar
Sementara
kekurangan media cetak adalah mudah diabaikan, cepat basi, serta
short life span, artinya meski
jangkauannya luas dan massal serta dapat didokumentasikan, pembaca surat kabar
hanya butuh waktu kurang lebih 15 menit hingga 30 menit untuk membacanya,
serta umumnya hanya sekali saja membacanya.
Selain itu,
usia informasinya hanya 24 jam setelah itu sudah dianggap basi, clutter (jika isi dan tata
letaknya kacau akan mempengaruhi pemaknaan dan pemahaman isi pesan iklan oleh
pembacanya), limited
coverage of certains group (beberapa
kelompok tertentu tidak bisa dijangkau oleh surat kabar, misalnya
kelompok masyarakat menengah ke bawah atau masyarakat usia di bawah 15 tahun),
products that don’t fit (beberapa
produk tidak dapat diiklankan dengan menggunakan surat kabar karena memerlukan
demonstrasi atau memerlukan pertimbangan tertentu, contoh
iklan BH atau iklan peralatan olahraga), dan
jenis bahan yang digunakan biasanya mudah
sobek, artinya gangguan mekanis tinggi, sehingga informasi yang diterima tidak
lengkap.
Daftar Pustaka:
Drs.
Elvinaro Ardianto, M.Si dan Dra. Lukiarti Komala Erdinaya, M.Si, 2005. Komunikasi Massa Suatu Pengantar.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Anonymous.
2002. Beberapa Segi Perkembangan Sejarah
Pers di Indonesia. Jakarta: Penerbit buku Kompas
Keterangan:
Ø
Para penulis adalah mahasiswa Angkatan 2014/2015, Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP), Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar
Ø
Artikel ini adalah tugas mata kuliah Jurnalistik yang
diampu oleh Asnawin Aminuddin, pada semester genap (semester VI), tahun
akademik 2016/2017