WARTAWAN, SENIMAN, DRAMAWAN. Goenawan Monoharto menggeluti profesi wartawan sejak 1980-an, tetapi ia juga seorang seniman, sastrawan, dramawan, dan penulis buku, serta pemilik perusahaan penerbit.
------
PEDOMAN
KARYA
Senin, 22 Juni 2017
Goenawan Monoharto: Wartawan, Seniman, Dramawan
Saya bertemu
dan mulai mengenal Goenawan Monoharto, pada sekitar tahun 1993. Ketika itu,
saya baru saja terangkat sebagai wartawan tetap (setelah melalui berbagai
rangkaian proses seleksi sejak 1992) di Harian Pedoman Rakyat, Makassar.
Penampilan keseharian Pak Gun, sapaan akrab Goenawan Monoharto, sungguh sangat sederhana. Ia juga
jarang terlihat membawa kamera sebagaimana kebanyakan wartawan foto atau
wartawan tulis yang juga sering memotret, tetapi karya-karya foto jurnalistik
dan karya foto seninya terbilang luar biasa.
Kami lebih
sering bertemu di Gedung PWI Sulsel (Persatuan Wartawan Indonesia), baik saat
masih “bermarkas” di Jalan Pasar Ikan, Pantai Losari, maupun setelah Gedung PWI
“pindah” ke Jalan AP Pettarani 31, Makassar.
Belakangan
barulah saya tahu bahwa pria kelahiran Makassar, 21 Maret (tahunnya
dirahasiakan, tapi yang jelas lebih tua dari saya, ha..ha..ha..), ternyata juga
seorang seniman, sastrawan, dramawan, dan penulis buku. Lebih belakangan lagi,
saya juga tahu ternyata Pak Gun juga punya perusahaan penerbit.
Perihal
profesinya sebagai wartawan, Goenawan Monoharto sudah menggeluti dunia wartawan
sejak 1980-an. Pekerjaannya berawal sebagai reporter merangkap korektor di Surat
Kabar Umum “Makassar Press.”
Kemudian
bekerja pada Mingguan “Pos Makassar”, lalu ke Surat Kabar Mingguan “Gema”, dan ke
majalah Mimbar Aspirasi. Tentu saja ia pun mengalami perpindahan desk (bagian / bidang liputan), antara lain lain dari Desk Pariwisata, ke Desk Ekonomi, Desk Seni
Budaya, hingga Desk Investigasi.
Puisi dan Cerpen
Di awal era reformasi,
saat runtuhnya rezim Orde Baru, ia mendirikan surat kabar dan menjadi Pemimpin
Redaksi SKU Potika, sambil tetap menulis puisi, cerpen, dan bermain teater,
serta tentu saja fotografi.
Dari
tangannya kemudian lahir sejumlah buku, baik sebagai penulis, maupun sebagai
editor, antara lain “Parepare Membangun (1988), “Sulawesi Selatan Pembangunan
Manusia dan Lingkungan” (1996), “Makassar Doeloe, Kini dan Nanti” (2000).
Puisi-puisinya
juga pernah dimuat di media nasional terbitan Jakarta dan Makassar, serta antologi
puisi “Pasar Puisi” (1986), ”Ombak Losari” (1992), “Inninawa” (1997), “Sastra
Kepulauan” (1999), “Ombak Makassar”, “Moyangku Bugis” (2000), “Surat Cinta untuk
Makassar” (2016), “Tanam Jarum Lautan Hati Jutaan Garis Menjahit Kisah” (2016),
“Yogya dalam Nafasku” (2016), “Janji di Bulan Desember” (2017), “Antologi Puisi
Makassar Pasar Puisi” (2017), serta “Tanda pada Pohon Beringin” (kumpulan
Cerpen).
Kumpulan
puisi, Ritual Percintaan Gelap (2006), SAJAK (Januari 2014), Hujan (2014),
April Malam Tiada Bulan (2015), Cinta di Permulaan Musim Panas (2015), Jangan
Pernah Takut Pada Hujan(2016). Sengat itu Telah Patah (2016), Ketika itu Jiwamu
Penuh Jejak Bibir (2016) dan Jejak Waktu (2017) Puisi dua bahasa, The Gentleman
(2016), Sailing on the Rock Sea (2016). Puisi Bahasa Inggris The lady is Rib
(2016).
Organisasi dan Drama
Goenawan
Monoharto juga aktif berorganisasi, antara lain sebagai pengurus organisasi kesenian,
Komite Fotografi, dan Komite Sastra Dewan Kesenian Sulawesi Selatan, serta Bendahara
Badan kerjasama Kesenian Nasional Indonesia (BKKNI).
Dalam
organisasi penerbit, ia menjabat Sekretaris Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI)
Sulawesi Selatan sejak tahun 2000 sampai sekarang. Perusahaan penerbitnya
bernama “De La Macca” dan ia juga menjabat Direktur Penerbit Garis Khatulistiwa.
Sebagai seorang
seniman dan dramawan, Goenawan Monoharto kini tercatat sebagai Pimpinan Teater
Studio Makassar yang pada 14-16 Mei 2017, mementaskan drama “Ca Bau Kan”, di
Gedung Kesenian Societeit de Harmonie, Jl Riburane, No 15, Makassar.
Melihat
berbagai aktivitas dan karya-karyanya, tidak berlebihan kiranya kalau Goenawan
Monoharto disebut sebagai manusia multitalenta dan aset yang sangat berharga
bagi Sulawesi Selatan dan Indonesia.
Terima kasih,
selamat, dan teruslah berkarya saudaraku, karena karya-karyamu itulah yang
membuatmu akan hidup selamanya, meskipun jasadmu kelak sudah menyatu dengan tanah.
(asnawin aminuddin)
Catatan:
- Goenawan
Monoharto dapat dihubungi via ponsel: 0811-412-4721 dan 0811-413-3371, serta
email: gunmonoharto@yahoo.com.