Kemarin sore, singgahka’ ngopi di terminal. Ada sopir yang jago sekali bicara,” kata Daeng Tompo’ kepada Daeng Nappa’ saat keluar dari masjid seusai shalat subuh.
“Apa nabilang?” tanya Daeng Nappa’.
“Dia bilang kita sekarang hidup di negara pancasalah,” kata Daeng Tompo’.
“Apa itu pancasalah?” tanya Daeng Nappa’. (Foto: Asnawin)
-------------
PEDOMAN KARYA
“Dia bilang kita sekarang hidup di negara pancasalah,” kata Daeng Tompo’.
“Apa itu pancasalah?” tanya Daeng Nappa’. (Foto: Asnawin)
-------------
PEDOMAN KARYA
Selasa,
22 Agustus 2017
Obrolan Daeng
Tompo' dan Daeng Nappa' (13):
Kita Hidup di
Negeri Pancasalah
“Kemarin sore, singgahka’ ngopi di
terminal. Ada sopir yang jago sekali bicara,” kata Daeng Tompo’ kepada Daeng
Nappa’ saat keluar dari masjid seusai shalat subuh.
“Apa nabilang?” tanya Daeng Nappa’.
“Dia bilang kita sekarang hidup di
negara pancasalah,” kata Daeng Tompo’.
“Apa itu pancasalah?” tanya Daeng Nappa’.
“Itumi, jadi kutanyaki apa itu
pancasalah. Dia bilang pancasalah itu, satu keuangan yang berkuasa. Dua,
kemanusiaan yang tidak adil dan tidak beradab. Tiga, persatuan koruptor
Indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh mafia hukum dan mafia di segala
bidang. Lima, tidak ada keadilan bagi rakyat kecil Indonesia,” tutur Daeng
Tompo’.
“Weh, jago betul tawwa,” kata Daeng
Nappa’ sambil tertawa. (asnawin)
Obrolan sebelumnya: Kayak Pamitki Kodong Sama Ade'na