TERMINAL MALENGKERI. Plafon dibiarkan rusak, pelataran sangat jarang dibersihkan, dan bekas tempat jualan pedagang (para penjual meninggalkan tempat jualannya karena kurang pembeli) dibiarkan kotor dan berdebu tanpa ada upaya dari pihak pengelola terminal untuk membersihkannya. Gambar diabadikan pada Rabu, 23 Agustus 2017. (Foto: Asnawin)
-----------
-----
PEDOMAN KARYA
Senin,
28 Agustus 2017
SURAT PEMBACA:
Terminal Tamalate yang lebih dikenal
dengan sebutan Terminal Malengkeri, terletak di Malengkeri, perbatasan Kota
Makassar dan Kabupaten Gowa.
Terminal Malengkeri sebenarnya sangat
merana, karena tidak dikelola dengan baik.
Ada
lima pelataran yang ada di terminal tersebut, satu pelatatan di bagian depan
untuk menurunkan penumpang dari luar kota, serta empat terminal di bagian
belakang untuk parkir mobil bus antar kota, sekaligus tempat para penumpang
menunggu pemberangkatan.
Itu ditandai dengan pemasangan rambu
yang bertuliskan nama daerah pada setiap pelataran di bagian belakang. Ada
jurusan Jeneponto, jurusan Bantaeng, jurusan Bulukumba, jurusan Selayar, jurusan
Sinjai, jurusan Malino, dan jurusan Selayar.
Faktanya, pengelola terminal justru
menjadikan pelataran depan sebagai tempat parkir mobil bus antar kota, dan
membiarkan empat pelataran bagian belakang kosong melompong.
Pengelola terminal juga membiarkan sopir
dan agen penumpang memarkir mobil di luar terminal untuk menunggu penumpang,
yaitu di Jalan Sultan Alauddin sekitar Polsek Rappocini, dan di Jalan Sultan Hasanuddin
sekitar perbatasan Gowa-Makassar.
Dari empat pelataran di bagian belakang,
hanya satu pelataran yang diisi beberapa pedagang / penjual makanan dan
minuman, tetapi kondisi pelataran belakang sangat memprihatinkan sehingga terkesan
sangat merana.
Plafon dibiarkan rusak, pelataran sangat
jarang dibersihkan, dan bekas tempat jualan pedagang (para penjual meninggalkan
tempat jualannya karena kurang pembeli) dibiarkan kotor dan berdebu tanpa ada
upaya dari pihak pengelola terminal untuk membersihkannya.
Karena mobil bus antar kota hanya parkir
di pelataran depan, maka secara otomatis para penumpang, serta para pengantar
dan penjemputnya hanya duduk di pelataran depan, sehingga para pedagang yang
menjual di pelataran depanlah yang ramai pembelinya.
Malahan, pihak pengelola terminal
membuat kios-kios semi permanen di pelataran depan yang posisinya membelakangi
pelataran belakang.
Sebaliknya, karena empat pelataran di
bagian belakang tidak difungsikan sebagaimana mestinya, maka kondisinya sangat
memprihatinkan, karena kosong melompong dan para pedagang pun ikut merana
karena sangat kurang pembeli.
Ironisnya, pihak pengelola terminal
ingin memaksakan pemberlakuan yang sama kepada seluruh pedagang, baik yang ada
di pelataran depan, maupun yang ada di pelataran belakang.
Ironis karena para pedagang di pelataran
depan dimanjakan dengan ramainya mobil bus antar kota dan tentu saja penumpang
bersama pengantar atau penjemputnya, sedangkan para pedagang di pelataran
belakang terpaksa gigit jari, bahkan sebagian sudah pergi meninggalkan tempat
jualannya, karena sangat jarang ada penumpang, pengantar atau penjemput yang
datang.
Pemaksaan pemberlakuan yang sama dalam hal pembayaran itu akhirnya diwujudkan dalam bentuk peringatan (pintu-pintu kios belakang diberi cat bertuliskan “Dalam Pengawasan PD. Terminal Makassar Metro”) yang kemudian disusul dengan penyegelan kios pada hari Senin, 28 Agustus 2017.
Inilah ironi pengelolaan terminal yang kurang bagus dan berdampak negatif terhadap pelayanan masyarakat, maupun terhadap sebagian pedagang atau penjual di dalam terminal.
Inilah ironi pengelolaan terminal yang kurang bagus dan berdampak negatif terhadap pelayanan masyarakat, maupun terhadap sebagian pedagang atau penjual di dalam terminal.
Semoga Pak Danny Pomanto selaku Walikota Makassar mau meluangkan waktu untuk jalan-jalan melihat kondisi di dalam Terminal Malengkeri dan berbincang-bincang dengan para pedagang dan penjual.
Makassar,
28 Agustus 2017
Asnawin Aminuddin