HIJRAH. Rasa malas itu merupakan turunan dari hawa nafsu dan sikap yang paling disenangi oleh syaitan, baik syaitan dari bangsa jin maupun manusia, dan orang-orang yang malas adalah temannya syaitan.
--------
PEDOMAN
KARYA
Minggu,
24 September 2017
Berhijrah Dari
Rasa Malas
Oleh:
Dahlan Lama Bawa
(Dosen
Unismuh Makassar / Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Sulsel)
Memasuki tahun baru Islam 1439 H, sebaiknya
dimaknai sebagai momentum untuk Berhijrah Dari Rasa Malas kepada suasana
jiwa yang mencerahkan (yukhrijukum minadz-dzulumaati ilannuur) yang merupakan
manifestasi dari makna Qs.Al-Baqarah ayat 257. Dalam diri manusia terdapat dua
potensi yang saling berkembang, yakni potensi taqwa untuk berbuat baik dan
potensi fujur untuk berbuat jahat (Qs.Asy-Syams ayat 8). Oleh karena itu,
diperlukan ikhtiar untuk berhijrah.
Terdapat beberapa perspektif untuk
menjelaskan perihal malas. Pertama, Rasa
malas itu sesuatu yang lumrah dialami oleh setiap lapisan usia manusia, kecuali
orang-orang yang beriman dan beramal saleh (Qs.Al-Asr ayat 3), di mana atmosfir
kehidupan orang-orang yang beriman dan beramal saleh senantiasa penuh dengan
aktivitas kebaikan dan memberi kemashalahatan bagi dirinya dan lingkungannya.
Kedua, Rasa malas itu
merupakan turunan dari hawa nafsu dan sikap yang paling disenangi oleh syaitan,
baik syaitan dari bangsa jin maupun
manusia (Qs.An-Nas ayat 5-6), dan orang-orang yang malas adalah temannya
syaitan.
Ketiga, Rasa malas itu
awalnya merupakan kebiasaan yang salah, tetapi lama kelamaan menjadi kebiasaan benar,
karena rasa malas dalam jangka panjang akan menjadi mindset yang mampu mempengaruhi cara kerja otak, itulah sebabnya
pepatah mengatakan ala bisa karena
biasa.
Akibat Rasa
Malas
Segala sesuatu di dunia ini terjadi
karena ada sebab-akibat (hukum causalitas), demikian pula rasa malas akan
membawa konsekuensi logis dan berakibat pada gangguan psikologis, hal tersebut
dapat dilihat pada ciri-ciri orang malas.
Pertama, Orang malas
senantiasa berpikiran negatif, sebagai contoh, orang malas dalam merespons
suatu persoalan selalu mengatakan sulit, tidak bisa, khawatir, dan lain-lain.
Hal ini, menurut Agus Sukoco, akan menurunkan hormon di jantung dan otak
seseorang sehingga semangatnya melemah, jadilah ia orang yang pesimistis.
Sebaliknya, apabila seorang dalam
merespon suatu persoalan, senantiasa berkata Insya Allah, siap, akan ada jalan,
dan lain-lain, maka hormon di jantung dan otak akan meningkat, dan jadilah ia seorang yang optimistis.
Kedua, Orang malas itu
suka menunda-nunda urusan, senantiasa tidak menghargai waktu, cenderung
menyaia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan pada dirinya.
Ketiga, Orang malas itu
biasanya banyak mendatangkan mudharat apabila dibutuhkan bantuannya, tidak
menjadi bagian dari solusi tetapi selalu menjadi bagian dari masalah.
Keempat, Orang malas itu
sering sekali menyalahkan keadaan, menyalahkan
orang lain, bahkan tidak segan-segan menyalahkan taqdir.
Kelima, Orang malas itu
dipastikan dalam satu episode
kehidupannya akan mengalami penyesalan panjang karena ia kehilangan jaminan
kesejahteraan masa depan.
Mengapa Harus
Berhijrah
Untuk menjawab pertanyaan ini, minimal
ada tiga argumentasi. Pertama, Berhijrah
merupakan siklus kehidupan. Menujuk pada Qs.Asy-Syams ayat 8, bahwa pada diri
manusia terdapat potensi untuk berbuat baik dan potensi untuk berbuat jahat,
maka tidak dapat disangkal lagi bahwa karena pengaruh hawa nafsu, maka setiap
insan tidak terlepas dari khilaf dan dosa. Pada siklus tertentu, seorang hamba
ingin kembali kepada jiwa yang suci karena setiap bayi yang lahir dalam keadaan
fitra (suci).
Kedua, Berhijrah untuk
merawat potensi fitrawi manusia. Allah SWT yang Maha Khaliq (Pencipta)
menciptakan manusia dengan lima potensi dasar, yaitu potensi roh yang bertugas
membimbing kesucian jiwa, potensi rasa yang menghadirkan rasa iba dan malu,
potensi hati yang membimbing kejujuran, potensi akal yang membedakan manusia
dengan makhluk lain, potensi nafsu yang menghadirkan rasa tanggungjawab, ego
dan ambisi.
Potensi-potensi tersebut harus senaniasa
dirawat agar senantiasa berada pada fitrahnya.
Ketiga, Berhijrah
sebagai gerak maju untuk memperoleh kesenangan dan terhindar dari tekanan.
Menurut salah seorang motivaor kaliber dunia, Anthony Robbins, ada dua faktor
yang membuat seseorang bergerak maju dan meninggalkan rasa malasnya.
Pertama, karena secara naluriah seseorang senantiasa ingin memperoleh
pujian, penghargaan atau sesuatu yang menyenangkan, sehingga ia senantiasa bersungguh-sunggu berusaha mencapai idaman
hatinya.
Kedua, secara naluriah semua orang ingin
terhindar dari tekanan yang menyebabkan hidupnya menjadi terhina, dan semua
orang enggan hidup dalam tekanan. Dengan demikian, setiap manusia senantiasa
berusaha untuk menghindari hinaan dan celaan.
Cara Berhijrah
Minimal ada tiga argumentasi untuk
menjawab pertanyaan ini. Pertama,
membuat target dengan resolusi yang jelas. Dimulai dari target harian, pekanan,
bulanan, bahkan tahunan. Dengan target dengan resolusi yang jelas, biasa
seseorang bersungguh-sungguh memanfaatkan waktu, kesempatan, potensi, peluang,
dan kepercayaan dengan sebaik-baiknya.
Misalnya target untuk tetap dipercaya di
tempat kerja, maka sungguh-sungguh bertangungjawab, mempertahankan kinerja, dan
meningkatkan kapasitas diri.
Kedua, membuat
punishment / hukuman untuk diri sendiri, dengan cara menghadirkan rasa bersalah
atau rasa takut berbuat salah, seperti takut datang terlambat di tempat kerja,
takut terlambat datang di sekolah atau kampus, takut dipotong gajinya, takut
nilainya jelek, takut diberhentikan atau di-PHK, takut dihukum, takut di
skorsing, dan berbagai jenis rasa takut lainnya yang akan membuat dirinya
terhina.
Dengan demikian, seorang senantiasa giat
bekerja tanpa kenal lelah, tak mengenal rasa malas yang selalu mendera.
Ketiga, membuat
stimulus otaknya untuk selalu sukses, dengan stimulus seperti itu, maka akan
terpatri komitmen dan termotivasi hati untuk senantiasa bekerja keras, bekerja
cerdas, bekerja tuntas, serta bekerja ikhlas. Orang-orang yang senantiasa
menstimulus otaknya untuk sukses, biasanya selalu bersemangat dalam kesulitan,
karena ia yakin bahwa bersama kesulitan akan ada kemudahan. Setelah
menyelesaikan suatu prestasi, ia segera melanjutkan prestasi lainnya
(Qs.Asy-Syarh ayat 5-8)
Sebagai kesimpulan dari artikel ini adalah
berhijrah dari rasa malas
merupakan suatu kemuliaan dan kehormatan diri, baik di mata sesama manusia
maupun di mata Allah SWT. Wallahu a’lambissawab.
Tags
Opini