------
Jumat,
06 Oktober 2017
Kemenristek-Dikti
Bantu Petani Bawang di Gowa
-
Dipandu oleh
Tiga Dosen Unismuh Makassar
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA). Kementerian
Ristek-Dikti melalui Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (DRPM)
tahun anggaran 2017, membantu para petani di Kabupaten Gowa untuk pengembangan
budidaya bawang.
“Bantuan tersebut disalurkan melalui Program
Pengembangan Desa Mitra (PPDM) atau IbDM, dan ini terlaksana atas biaya dari
Kementerian Ristek-Dikti,” kata Ketua Pelaksana PPDM Dr Abubakar Idhan, didampingi
dua anggota tim, Dr Syamsia, dan Amanda Patappari Firmansyah SP MP, kepada
wartawan di Makassar, Jumat, 06 Oktober 2017.
Program Pengembangan Desa Mitra yang
diberi judul “IbDM Produksi Biji Botani Bawang Merah Berbasis Kelompok Tani”,
katanya, dilaksanakan di Desa Tabbinjai, Kecamatan Tombolopao, Kabupaten Gowa.
Abubakar Idhan yang sehari-hari menjabat
Ketua Lembaga Penelitian, Pengembangan, dan Pengabdian pada Masyarakat (LP3M)
Unismuh Makassar, mengatakan, pihaknya melibatkan tiga kelompok tani, yaitu
Kelompok Tani Pattallassang 1, Kelompok Tani Pattallassang 2, serta Kelompok
Tani Cendana.
“Para anggota ketiga kelompok tani
sangat antusias mengikuti kegiatan bimbingan dan pelatihan. Itu terlihat pada
saat dilaksanakan pertemuan dan pelatihan teknologi budidaya bawang merah
dengan menggunakan benih atau biji sebagai bahan tanaman,” ungkap Abubakar.
Dia mengatakan, bawang merah merupakan
salah satu komoditi horti kultura jenis sayuran yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Secara umum bawang merah dibudidayakan oleh petani dengan menggunakan
umbi bibit sebagai bahan tanaman.
“Belum banyak petani yang mengetahui
bahwa bawang merah dapat dikembang-biakkan dengan menggunakan benih botani atau
sering disebut Truu Shallod Sheed disingkat TSS,” papar Abubakar.
Keuntungan atau kelebihan jika
menggunakan benih botani, katanya, yaitu bahan tanaman (benih) tidak
membutuhkan gudang penyimpanan dan alat transportasi khusus, karena hanya
dibutuhkan 3 kg benih per hektar luas pertanaman, dengan harga benih Rp2.000.000/kg.
“Kalau dibandingkan dengan menggunakan
umbi bibit, dibutuhkan 800 sampai 1.400 kg umbi bibit per hektar dengan harga
Rp24 juta sampai Rp42 juta,” sebut Abubakar.
Keuntungan lain, potensi produksinya yaitu
sebesar 25 sampai 35 ton per hektar, sedang umbi bibit hanya 15 sampai 20 ton
per hektar. Benih atau biji botani juga tahan disimpan sampai dua tahun,
sedangkan umbi bibit hanya tahan disimpan selama empat bulan, sehingga benih dapat
tersedia sepanjang tahun, serta bebas dari patogen penyakit dan jamur.
“Tentu ada juga kekurangannya, yaitu jika
menggunakan benih harus disemai terlebih dahulu selama 30-40 hari atau nanti
memiliki 5-6 helai daun, barulah dapat dipindah ke pertanaman, sedangkan umbi
bibit hanya dibutuhkam waktu 2-3 hari sudah dapat ditanam ke areal pertanaman
setelah dilakukan pemotongan umbi, tapi keuntungan yang akan diperoleh petani
jauh lebih besar jika menggunakan benih botani,” urai Abubakar. (zak)