KEPALA DESA Sapanang,
Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto, Lukman (kiri) menerima kedatangan
penulis di kediamannya, Sabtu, 25 November 2017. (Foto: Ahriyanti Hamid)
---------
PEDOMAN
KARYA
Ahad,
26 November 2017
Lukman dan Desa
Sapanang yang Unik
Apa tantangan terberat yang dihadapi
seorang pemimpin? Jawabannya tentu bsa berbeda-beda, tetapi salah satu jawaban
yang paling banyak dikemukakan orang yaitu mengubah pola pikir orang-orang yang
dipimpin.
Jawaban itu pula yang dirasakan oleh
Lukman, pria usia 37 tahun yang sejak tahun 2015 menjabat Kepala Desa Sapanang,
Kecamatan Binamu, Kabupaten Jeneponto.
“Pola pikir masyarakat sangat susah
diubah. Mereka sangat sulit meninggalkan kebiasaan lama, meskipun sudah
disampaikan bahwa kebiasaan lama tersebut kurang bagus, bahkan banyak yang bertentangan
dengan ajaran agama Islam,” kata Lukman kepada “Pedoman Karya”, di kediamannya,
Sabtu, 27 November 2017.
Meskipun demikian, katanya, sudah banyak
kebiasaan lama yang berhasil diubahnya, antara lain penghormatan berlebihan
kepada kepala desa pada setiap ada acara pesta, syukuran, dan semacamnya.
“Saya bilang kepada warga bahwa kepala
desa itu sebenarnya manusia biasa juga dan warga biasa yang kebetulan mendapat
amanah memimpin, jadi tidak perlu diperlakukan terlalu istimewa,” kata Lukman.
Usianya memang masih tergolong muda
untuk ukuran seorang kepala desa yang dipilih langsung oleh masyarakat dan
harus memimpin lima-ribuan warga yang tentu saja beragam usia dan latar-belakang
pendidikannya.
“Saya bisa beradaptasi dengan warga desa,
karena saya memang penduduk asli di sini. Sebelum menjadi kepala desa, saya memang
menetap di Makassar, tetapi sekitar dua tahun sebelum maju dalam pemilihan
kepala desa, saya hampir setiap minggu datang ke sini (Desa Sapanang, red)
untuk berceramah dari masjid ke masjid, sekaligus bersilaturrahim dengan warga,”
ungkap Lukman.
Rumah yang ia tempat juga adalah rumah
peninggalan orangtuanya yang keduanya sudah meninggal dunia. Rumah tersebut
adalah rumah panggung yang memanjang ke belakang dan halamannya cukup luas,
serta terletak di pinggir jalan raya.
“Ya, rumah ini adalah rumah orangtua
kami dan sekarang sayalah yang menempatinya,” katanya.
Saat “Pedoman Karya” berkunjung ke
kediamannya, kebetulan juga tengah berlangsung pengecekan berkas dan denah desa
untuk pembuatan sertifikat tanah yang merupakan proyek nasional Kementerian Agraria
dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional.
“Ini kebetulan banyak anak muda yang kumpul
di rumah, karena ada proyek nasional Prona untuk membuat 2.500 sertifikat tanah
di Desa Sapanang,” ungkap Lukman.
Sebagamana diketahui, PRONA adalah
singkatan dari Proyek Operasi Nasional Agraria. PRONA yang diatur dalam
Kepmendagri No. 189 Tahun 1981 tentang Proyek Operasi Nasional Agraria.
Tujuan utama dari PRONA adalah memproses
pensertipikatan tanah secara massal sebagai perwujudan dari pada program Catur
Tertib di bidang pertanahan yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dan
ditujukan bagi segenap lapisan masyarakat, terutama bagi golongan ekonomi
lemah, serta menyelesaikan secara tuntas terhadap sengketa-sengketa tanah yang
bersifat strategis.
“Prona ini sangat bagus karena sangat
membantu kami selaku pemerintahan desa dan juga membantu masyarakat, tapi kami
agak kewalahan karena batas waktu yang diberikan untuk menyelesaikan proyek ini
agak singkat,” kata Lukman.
Menyinggung banyaknya kepala desa yang
akhirnya menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Lukman
mengatakan, dirinya belum berpikir ke sana karena masih fokus menjalankan
amanah yang sedang diembannya.
“Saya belum berpikir ke sana, karena
sekarang malah ada anggota dewan yang mengatakan seandainya bisa bertukar
tempat, maka dirinya bersedia menjadi kepala desa dan meminta kepala desa menggantikannya
sebagai anggota dewan,” tutur Lukman.
Satu-satunya
Desa
Yang unik dari desa yang dipimpinnya
yaitu Desa Sapanang adalah satu-satunya desa di Kecamatan Binamu yang merupakan
ibukota Kabupaten Jeneponto.
“Desa Sapanang ini sebenarnya desa tua
yang cukup luas dan sudah dipecah menjadi empat desa, tetapi desa pecahan itu
sudah jadi kelurahan, sedangkan induknya tetap desa dan malah satu-satunya desa
di Kecamatan Binamu,” papar Lukman sambil tertawa.
Kecamatan Binamu terdiri atas 12
kelurahan dan satu desa. Ke-12 kelurahan tersebut yaitu Kelurahan Empoang, Kelurahan
Empoang Utara, Kelurahan Empoang Selatan, Kelurahan Sidenre, Kelurahan Balang, Kelurahan
Balang Toa, Kelurahan Balang Beru, Kelurahan Panaikang, Kelurahan Monro-Monro, Kelurahan
Pabiringa, Kelurahan Biringkassi, dan Kelurahan Bontoa.
“Kadang-kadang saya jadi tidak enak
sendiri kepada teman-teman para lurah kalau ada undangan pertemuan yang membahas
dana desa, karena mereka tetap diundang meskipun sebenarnya tidak terkait
langsung dengan masalah yang tengah dibahas,” ungkap Lukman.
Sebagai kepala desa, ia telah dan
terus-menerus berupaya melakukan yang terbaik untuk pembangunan dan
kesejahteraan warga Desa Sapanang, dan karena itulah ia berharap warga desa
dapat menerima segala kelebihan dan kekurangannya dalam memimpin.
“Mudah-mudahan warga Desa Sapanang dapat
menerima saya apa adanya,” kata Lukman. (asnawin)