PISTOL ITU. Saya menerima pistol itu dari ketua kami. Sebuah vickers Jepang yang berisi empat butir propertil yang sudah terpasang di lop. Jadi tinggal klik dan ah, sudahlah. Aku pasti akan bertemu dengan dia, ya dia, di persimpangan jalan itu.
-------------
PEDOMAN
KARYA
Minggu,
17 Desember 2017
Preman-Preman
Cerpen Badaruddin Amir
Saya
menerima pistol itu dari ketua kami. Sebuah vickers
Jepang yang berisi empat butir propertil yang sudah terpasang di lop. Jadi
tinggal klik dan ah, sudahlah. Aku pasti akan bertemu dengan dia, ya dia, di persimpangan jalan itu.
Kuulangi lagi dialog yang diajarkannya.
Seolah menghapal naskah drama saja.
Saya : “Kau...yang dipanggil Budiman, ya
?”
Dia
: “Ya !”
(Saya
mengamati sekucur tubuhnya inci demi inci. Di jidat kutemukan codet itu dan di
betis, ada bekas luka selebar benggol. Dia inilah orangnya, pikirku).
Saya : “Kenapa kau dipanggil Budiman,
padahal kau...sama sekali tak punya budi ?”
Dia
: “Apa ? kau menghina ?” (Dia mencabut pistolnya dari balik baju. Aku
melompat ke samping dan ternganga ketika ujung laras pistol itu telah menempel
di jidatku begitu cepatnya).
***
Sompret ! Tidak seperti itu. Aku
mengulang lagi menghayal.
Saya : “Kau...yang bernama Budiman ?”
Dia
: “Iya, kenapa ?” (Dia mengibaskan sebelah ujung bajunya ke belakang dan
tampaklah pistolnya mengilat terselip di
perutnya).
Saya : “Nggh, anu, saya ...saya mau
minta tolong, Bang ?”
Dia : “Mau ini ?!” (Dia menunjuk pistol yang terselip di
perutnya)
Saya : “Oh, oh ti..tidak, Bang. Permisi,
saya buru-buru”. (Dia menutup kembali bajunya sehingga pistol itu kembali tersembunyi. Kemudian
memilin-milin kumisnya).
***
Sial ! Tak seperti itu skenarionya. Saya berhenti. Saya sungguh-sungguh
belum tahu siapa dia, bagaimana postur tubuhnya dan apakah betul dia berkumis
tebal dan sering memilin-milin kumisnya saat dia menggertak preman lain yang
mencoba mengusik wilayah kekuasaannya.
Saya
jalan lagi sambil mulai menghayal. Di depan ada sweeping
kendaraan bermotor. Saya tidak perlu
khawatir diperiksa. Saya toh tidak
sedang naik motor. Saya hanya jalan
kaki saja menuju ke simpang jalan yang disebutkan ketua kami.
Di sana saya
akan bertemu dengan seseorang yang harus kuhabisi dengan sebuah ledakan yang
keluar dari mulut vickers Jepang pemberian ketua kami. Hanya dengan sekali ledakan
yang dipastikan akan menewaskan orang tersebut. “Jangan menembak dua kali,
kecuali jika terpaksa.” Itu pesan ketua kami.
***
Saya
berhayal lagi, sambil melihat-lihat kendaraan
melewati area sweeping. Ada
yang ditahan polisi, diperiksa surat-suratnya, kemudian dipersilakan meneruskan
perjalanan. Tapi ada juga yang ditahan, diperiksa surat-suratnya, kemudian
disuruh menepi.
“SIM Bapak sudah mati !” kata polisi yang memeriksa pengedara motor yang
disuruh menepi itu. Orang itu kaget, entah dibuat-buat entah memang kaget sesungguhnya.
“Oh, maaf. Saya tidak tahu itu, Pak. Saya tidak pernah perhatikan SIM
saya karena baru kali ini saya kena sweeping.”
Polisi itu pun membacakan peraturan yang dilanggar pengendara itu,
kemudian mengisi lembaran merah bukti pelanggarannya. Kulihat pengendara itu
enggan menandatangani surat tilang itu.
“Kita berdamai saja, Pak !” katanya. Kemudian transaksipun terjadi, ah
sudahlah !
***
“Tabe, Bapak juga harus saya periksa !” Kata salah seorang polisi
kepadaku saat memasuki area sweeping kendaraan itu.
“Tapi, Pak, saya kan tidak punya motor, saya hanya jalan kaki,” kata saya.
“Ya, Bapak memang tidak sedang naik motor dan saya tidak ingin memeriksa
surat-surat kendaraan Bapak. Tapi pinggang Bapak itu, mencurikagan.”
Ia menunjuk pinggang saya yang menyembulkan vickers Jepang.
“Bapak angkat tangan !” perintahnya.
Gila ! Tiba-tiba khayalan saya berakrobatik. Saya melihat polisi itu
berkumis tebal dan saya melihat jidatnya bercodet. Saya mencabut vickers Jepang
itu dari pinggang saya dengan cepat, kemudian dengan sekali klik, ah sudahlah !
***
Sudah pasti saya bakal dilontarkan ke penjara dengan tuduhan menembak
seorang petugas polisi. Saya pun telah mengakui dan menerima tuduhan itu. Tapi
seorang polisi kemudian datang memberi persaksian di pengadilan bahwa saya
tidak membunuh polisi.
“Orang ini hanya sedikit sinting. Ia mengira dirinya telah membunuh
seorang polisi yang sedang bertugas. Saat itu kami sedang sweeping kendaraan di
jalan umum, ketika seorang perampok berkumis tebal dan jidatnya bercodet kami
cegat karena telah menerima informasi dari pos lain. Tiba-tiba orang ini
mengeluarkan sebuah senjata mainan dari pinggangnya dan berlagak detektif
sambil berteriak keras ‘dor-dor-dor!’,” kata Pak Polisi yang baik itu.
“Yang aneh, Pak Hakim” lanjutnya, “perampok itu memang terkapar. Tapi hasil
visum dokter menjelaskan bahwa ia meninggal karena serangan jantung !”
Barru, 2017
-----
Biografi Penulis:
Badaruddin Amir, lahir di Barru pada 4
Mei 1962. Esai, puisi, dan cerpen-cerpennya dimuat di berbagai media, antara
lain Harian Pedoman Rakyat, Harian Fajar, Inti Berita, BKKI News, Republika,
Bernas, Harian Nusa Tenggara, Jurnal Puisi, dan majalah sastra Horison.
Pernah memenangi Lomba Menulis Puisi
Dewan Kesenian Mojokerto (1998), Lomba Menulis Puisi Dewan Kesenian Sulawesi
Selatan (1999), Lomba Menulis Cerpen BKKI Sulawesi Selatan (1999), dan Lomba
Menulis Cerpen Dirjen Dikdasmen Depdiknas Jakarta (2003).
Karya-karyanya dimuat juga dalam
berbagai antologi puisi seperti Antara Dua Kota (1997), Bangkit III (1999),
Temu Penyair Makassar (1999), Ombak Makassar (2000), Pintu yang Bertemu (2003),
Lima Puluh Seniman Sulawesi Selatan dan Karyanya (2005) dan Cerita Kita Bersama
(2010).
Kumpulan puisi tunggalnya bejudul Aku
Menjelma Adam (Saji Sastra Indonesia, 2002) dan kumpulan cerpennya berjudul
Latopajoko & Anjing Kasmaran (AKAR Indonesia, 2007).
Mengikuti acara-acara sastra seperti
Pertemuan Sastrawan Nusantara (PNS) IX, Festival Internasional Lagaligo, Sastra
Kepulauan, dan diundang sebagai sastrawan tamu pada kegiatan SBSB program Kaki
Langit majalah sastra Horison di Sulawesi Selatan.
November 2005, ia menerima anugrah seni
bidang sastra “Celebes Award” dari Pemerintah Propinsi Sulawesi Selatan.
Sekarang aktif sebagai guru sambil jadi wartawan majalah Dunia Pendidikan Dinas
Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan.