KENANGAN. Haidir Fitra Siagian (kiri) foto bersama AM Fatwa pada sebuah kesempatan. AM Fatwa meninggal dunia pada Kamis pagi, 14 Desember 2017. (Dok. Haidir Fitra Siagian)
-----------
PEDOMAN
KARYA
Jumat,
15 Desember 2017
Wakaf AM Fatwa
untuk Muhammadiyah Sulsel
Dalam tahun 1992-1993, saat itu usiaku
masih sekitar 16 tahun, sehabis Isya, sebagai staf yang menjagai kantor, saya
menerima telepon di Kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Jl Gunung
Lompobattang No 201 Makassar (sekarang sudah digunakan sebagai Kantor Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Makassar).
Setelah menjawab salam, si penelepon
bertanya: “Saya, Fatwa, kenal saya?”. Saya jawab pernah dengar namanya. Beliau
ingin menyampaikan pesan khusus kepada Pak Kiyai (almarhum KH Djamaluddin Amien
yang saat itu menjabat Ketua PWM Sulsel). Inilah komunikasi dan hubungan
pertama dengan Pak AM Fatwa.
Kedua, sebagai staf, sekitar tahun 2002,
saya menerima surat dari beliau di Kantor PWM Sulsel Jl Perintis Kemerdekaan,
Km.10 No 38 Tamalanrea, Makassar.
Setelah surat tersebut saya buka, isinya
adalah pernyataan wakaf kepada Muhammadiyah atas sebidang tanah di Kompleks BTN
Pepabri, Sudiang. Tak lama datang pula kiriman sertifikatnya via pos.
Penyerahan wakaf ini, dapat dilihat pada dokumen PWM Sulsel tentang laporan
kepada Musypim Tahun 2003.
Ketiga, saat tanah Unismuh Makassar Jl Sultan
Alauddin No 259 Tala'salapang, sedikit bermasalah. Saya tahu persis beliau
memiliki peran yang sangat penting dalam menyelesaikannya.
Saya dengar sendiri dari Pak Kiyai
Djamal dan Kiyai Nasruddin Razak, perhatian Pak Fatwa terhadap kasus tanah
Unismuh ini sangat tidak dapat dinafikan.
Keempat, sekitar tahun 2006, beliau
datang shalat dhuhur di Masjid Pusat Dakwah Muhammadiyah (Pusdam) Sulsel.
Setelah shalat, saya persilahkan beliau memberikan kuliah tujuh menit (Kultum).
Saat itu sebenarnya ada acara syawalan, dia terlambat datang, karena baru tahu
ada acara Muhammadiyah setelah baca koran. Dia menyesalkan kami tidak
mengundangnya.
Kelima, tahun 2010 di Yogyakarta, saat
Muktamar Muhammadiyah, saya sempat ketemu beliau. Untuk menjadi anggota PP
Muhammadiyah. Hampir saja beliau terpilih, urutan ke-14, selisih sedikit suara
dari nomor 13 batas akhir anggota terpilih.
Terakhir saya ketemu beliau adalah
beberapa bulan lalu di Hotel Clarion Makassar atas undangan Badan Pekerja MPR,
membicarakan tentang Pancasila. Beliau sempat bicara dan sebelum pulang ke
Jakarta, saya menyempatkan diri foto bersama.
Saya berteman dengan melalui media
sosial. Saya sering memberi komentar atas pernyataannya. Tidak semua komentar
dan sikap politiknya sesuai dengan sikap saya. Beberapa hal berbeda. Akan
tetapi saya meyakini seyakin-yakinnya, komitmennya kepada Islam, satu-satunya
agama yang paling benar di sisi Allah SWT.
Kamis pagi, 14 Desember 2017, sepulang
dari mengantar anak ke pesantren dan membawa seorang warga yang kecelakaan di
Pattalassang ke Poliklinik UIN, saya mendengar ucapan presenter TV yang
membacakan pesan WA dari Dian Islamiah Fatwa, bahwa putra kelahiran Kajuara
Bone ini, telah dipanggil Sang Khalik. Semoga Allah SWT memberikan tempat yang
layak di sisi-Nya. Amiin. (Haidir Fitra Siagian, Dosen UIN Alauddin Makassar, Pengurus
Muhammadiyah Sulsel)