BERHALA POLITIK. Ceramah dai kondang ustadz Bachtiar Nasir pada tabligh akbar, di Auditorium Al-Amien Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Selasa, 23 Januari 2018, dihadiri seribuan jamaah. (Foto: Asnawin Aminuddin)
---------
Selasa,
23 Januari 2018
Jangan Pilih
Pemimpin Berdasarkan Berhala Politik
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA).
Sulawesi Selatan dan daerah lainnya di Indonesia pada tahun 2018 akan
menyelenggarakan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada). Menghadapi tahun politik
tersebut, umat Islam dianjurkan agar tidak memilih pemimpin berdasarkan berhala
politik.
“Kalau kita ingin Indonesia memiliki
pemimpin yang kuat dan berkemajuan, dipimpin oleh orang yang memang pilihan
rakyat, tidak dengan berdasarkan tiga berhala ini, karena selama tiga berhala
ini jadi pegangan, saya yakin peradaban Islam yang kuat dan kokoh tidak akan
bangkit di Indonesia,” tegas dai kondang ustadz Bachtiar Nasir.
Hal tersebut dikemukakan Ketua Alumni
Madinah Islamic University se-Indonesia, dan penanggung jawab Aksi Damai 4
November 2016 di bawah nama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (GNPF-MUI), saat membawakan tabligh akbar, di Auditorium Al-Amien
Kampus Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Selasa, 23 Januari 2018.
Tiga berhala politik dimaksud yaitu
survei atau poling pendapat tentang calon pemimpin terpopuler, uang, dan
koalisi parpol.
“Berhala pertama yaitu memilih pemimpin
yang hasil survei atau pollingnya tertinggi. Saya mau tanya, survei atau
polling ini bisa direkayasa atau tidak?” tanya Bachtiar yang langsung dijawab
oleh para hadirin dengan jawaban serempak “bisa!”
Berhala kedua, katanya, adalah uang.
Jika memiliki uang banyak, maka seseorang akan terpilih menjadi pemimpin.
Berhala ketiga yaitu koalisi partai politik, seakan-akan jika semua parpol
berkoalisi untuk memilih seorang calon pemimpin, maka Tuhan pun akan kalah.
“Ternyata tidak. Ketiga-tiganya (berhala
politik itu) runtuh (pada Pilgub) di Jakarta (pasangan Ahok-Djarot kalah dari
pasangan Anis-Sandi). Kekuatan umat, kekuatan kebersamaan, kekuatan ukhuwah
Islamiyah merontokkan ketiga berhala itu,” sebut Bachtiar.
Dia mengatakan, kalau umat Islam mau
kembali kepada fitrahnya, mau kembali kepada dasar negara yang sudah disusun
oleh para pendiri bangsa Indonesia, maka kekuatan umat Islam pada tahun 2018
ini dan tahun 2019 mendatang, tidak ada yang bisa mencegahnya.
Untuk itulah, pria asal Kabupaten Bone
Sulawesi Selatan yang lahir di Jakarta pada 26 Juni 1967, menganjurkan kepada
semua tokoh, termasuk tokoh muda dan para aktivis, agar menjalankan struktur
sosial versi Allah, versi Rasulullah Muhammad SAW.
“Rasulullah adalah orang yang paling
banyak bermusyawarah dengan para sahabat. Orang yang bermusyawarah berarti
tunduk kepada Allah. Kebanyakan cara kita memilih pemimpin adalah cara
jahiliyah, memilih berdasarkan loyalitas kepada partai, kepada ormas, kepada
suku, sehingga nilai-nilai Islam menjadi hilang, padahal itu adalah akar
nilai-nilai kearifan lokal,” tutur Bachtiar.
Tabligh Akbar tersebut dihadiri seribuan
pelajar, mahasiswa, guru, dosen, serta kader dan simpatisan Muhammadiyah,
termasuk sejumlah pengurus Muhammadiyah Sulsel dan pengurus Muhammadiyah
kabupaten kota se-Sulsel. (win)