PAHLAWAN NASIONAL. Karaeng Bontomarannu adalah Panglima Angkatan Laut Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Keberadaan Angkatan Laut Kerajaan Gowa di bawah komando Karaeng Bontomarannu menjadi armada laut paling modern di wilayah Nusantara saat itu.
---------
PEDOMAN
KARYA
Ahad,
25 Februari 2018
Pantaskah
Karaeng Bontomarannu Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Oleh: Alimuddin
Daeng Namba
Sebelumnya saya minta maaf karena saya
bukanlah orang yang kompeten untuk memberikan penilaian apakah seseorang berhak
atau tidak berhak menyandang gelar Pahlawan Nasional. Tapi, isinkan saya
sebagai anak bangsa untuk menyampaikan pendapat pribadi sesuai pengetahuan dan
pemahaman saya tentang sejarah perjuangan Karaeng Bontomarannu dan Karaeng
Galesong.
Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional,
bukanlah persoalan prestise atau kebanggaan semata suatu daerah asal (kelahiran)
penyandang Gelar Pahlawan Nasional tersebut, tetapi gelar Pahlawan Nasional
adalah “kepantasan”. Sehingga pertanyaan kemudian muncul, Pantaskah Karaeng
Bontomarannu dan Karaeng Galesong dianugerahi gelar Pahlawan Nasional?
Kedua pejuang di masanya (abad 16)
adalah putra terbaik Kerajaan Gowa (sekarang wilayah Kabupaten Takalar).
Karaeng Bontomarannu adalah Panglima
Angkatan Laut Kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin.
Keberadaan Angkatan Laut Kerajaan Gowa di bawah komando Karaeng Bontomarannu
menjadi armada laut paling modern di wilayah Nusantara saat itu.
Catatan sejarah mengungkap bahwa
beberapa kali perang di laut yang dilakoni oleh armada laut di bawah komando Karaeng Bontomarannu melawan armada laut penjajah Belanda yang menggunakan
kapal dan persenjataan modern, armada Belanda tidak mampu mengalahkan armada
laut Kerajaan Gowa.
Catatan sejarah ini menjadi bukti bahwa
armada laut Kerajaan Gowa adalah armada modern melihat kemampuannya yang
seimbang dengan armada Belanda yang modern.
Satu bukti lagi tentang ketangguhan
armada laut Kerajaan Gowa adalah pengakuan yang jujur dari Pemerintah Penjajah Belanda
dengan pemberian gelar kepada Sultan Hasanuddin, yakni Ayam Jantan dari Timur.
Perlawanan yang dilakukan oleh Kerajaan
Gowa atas kehadiran penjajah, menempatkan Raja Gowa, Sultan Hasanuddin, sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia.
Adalah Karaeng Bontomarannu yang
perannya paling besar membantu Sultan Hasanuddin pada setiap peperangan di
laut.
Sebenarnya pada episode ini gelar yang
dianugerahkan kepada Sultan Hasanuddin sudah mewakili seluruh perlawanan yang
dilakukan oleh seluruh rakyat Kerajaan Gowa kepada penjajah Belanda, termasuk
perjuangan Karaeng Bontomarannu.
Pada episode dimana Sultan Hasanuddin dipaksa
oleh pihak Belanda dan sekutunya menandatangani sebuah perjanjian yang nyata-nyata
merugikan pihak Kerajaan Gowa yang dikenal dengan sebutan “Perjanjian Bungaya”.
Disinilah komitmen Karaeng Bontomarannu
tentang Perlawanan terhadap ketidakadilan diuji dan sedikit pun Karaeng
Bontomarannu tidak bergeser dari komitmennya. Itu dibuktikan dengan
permintaannya kepada Raja Gowa, yaitu (1) agar Sultan Hasanuddin tidak
menyetujui Perjanjian Bungaya, (2) dan mengangkat senjata alias perang melawan
penjajah Belanda.
Kedua permintaannya tidak dikabulkan
oleh Sultan Hasanuddin dengan berbagai pertimbangan, maka Karaeng Bontomarannu
mengambil sikap dan memutuskan untuk meninggalkan Kerajaan Gowa, karena mereka
menganggap tidak ada lagi ruang untuk melawan ketidakadilan di Tanah Kerajaan Gowa.
Maka berangkatlah Karaeng Bontomarannu
bersama armadanya meninggalkan Kerajaan Gowa dan di sinilah awal keruntuhan Kerajaan
Gowa. Karaeng Bontomarannu kemudian sampailah di suatu tempat di tanah Jawa
(Madura). Di tempat itu kebetulan sedang bergolak peperangan melawan penjajah
Belanda.
Peristiwa sejarah ini menjelaskan kepada
kita tentang kuatnya komitmen Karaeng Bontomarannu terhadap perlawanan atas
ketidakadilan. Seandainya mereka meninggalkan Kerajaan Gowa hanya karena marah
atau kecewa, maka mereka tidak perlu mendatangi tempat yang sedang bergolak.
Secara logika apa hubungannya Karaeng
Bontomarannu dengan pergolakan di tanah Jawa yang dipimpin oleh Trunojoyo, tetapi
menurut Karaeng Bontomarannu, di sini ada ruang bagi mereka untuk melawan ketidakadilan
kaum penjajah, maka bergabunglah armada Karaeng Bontomarannu dengan pasukan
Trunojoyo melawan pasukan penjajah.
Karaeng Bontomarannu melakukan
perlawanan terhadap ketidakadilan (berperang) di negeri yang bukan tanah tumpah
darahnya ini, menunjukkan kepada kita semua bahwa perjuangan Karaeng
Bontomarannu bukan semata-mata mempertahankan kedaulatan negaranya, tetapi
lebih dari itu mereka melawan ketidakadilan, sehingga perjuangannya tidak
dibatasi oleh sekat-sekat wilayah (batas-batas kerajaan).
Jawaban atas pertanyaan, Apakah Karaeng
Bontomarannu pantas dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, menurut saya sangat
pantas.
Sebagai kesimpulan dari tulisan ini, (1)
Pada saat Karaeng Bontomarannu memutuskan meninggalkan Kerajaan Gowa, mereka
menganggap tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk melawan ketidakadilan oleh
kaum penjajah. Ini adalah keputusan pribadinya dan inilah yang menegaskan
kepribadian seorang pejuang sejati melekat pada dirinya.
(2) Pada saat memutuskan membantu
Trunojoyo berperang melawan penjajah Belanda, Karaeng Bontomarannu tidak di bawah
pengaruh siapapun atau kepentingan pribadi dan kelompoknya. Keputusan mereka
semata atas komitmennya yang kuat untuk melawan ketidakadilan dan tidak peduli
dimanapun dia berada. Inilah sikap seorang pejuang sejati.
Makassar,
24 Februari 2018
Sebelum ke pulau Jawa, Karaeng BontoMarannu membangun kekuatan di kesultanan Bima
BalasHapusdimana kuburan beliau karaeng bontomarannu
BalasHapusKira" ada g foto atau sketsa wajah beliau
BalasHapus