PROFESOR. Profesor itu harus dosen yang memang mengajar terus menerus dan telah melewati beberapa persyaratan. Profesor atau guru besar yang asli di suatu universitas kebanyakan profesornya “mandul”, karena hasil karyanya terkesan tidak ada dan bahkan sangat susah untuk membuat karya. Inzet: Andi Baso Tancung.
--------
PEDOMAN KARYA
Kamis, 08 Februari 2018
Profesor itu
Jabatan Akademik
Oleh: Andi Baso
Tancung
(Ketua Ikatan Penulis Indonesia Makassar Sulsel)
Ilmu itu memang
mahal. Jadi siapapun yang ingin menuntut ilmu,
harus siap-siap mengeluarkan biaya. Sebab kapan biaya tidak cukup tersedia,
berarti mengejar ilmu tidak bisa kesampaian. Wajar saja jika sekarang ini
banyak orang yang berlomba mengejar ilmunya,
meski itu mahal. Karena selain untuk menambah wawasan,
juga terkesan memperbaiki citra alias prestise.
Dengan demikian,
di era modern, orang-orang berlomba melanjutkan pendidikan,
meski usianya tergolong tua. Tetapi,
mengejar ilmu itu memang tidak ada batasnya dan tidak seorang pun yang bisa
melarangnya.
Wajarlah kalau
sekarang ini lulusan sarjana bagaikan lulusan SMA. Hal itu terbukti banyaknya
lulusan S1 yang juga menjadi pengangguran,
lantaran tidak dapat lowongan kerja. Begitu pula
dengan alumni S2 yang juga sudah mulai banyak. Meski
S3 belum terlalu, tapi itu sudah berangsur-angsur untuk menduduki posisi
seperti S2.
Perburuan ilmu
pengetahuan ini sudah tidak terbendung lagi mengingat persaingan juga semakin
ketat, apalagi era modern juga memang harus
dituntut untuk menambah wawasan atau ilmu pengetahuan.
Sebab kapan
tidak mengikuti perkembangan zaman itu berarti sama dengan “memenjarakan” diri
sendiri alias ketinggalan informasi. Wajarlah kalau semua orang berkeinginan
menambah titel dan tidak tekecuali Aparatur
Sipil Negara (ASN).
Belum lagi jika
menyandang gelar sebagai “profesor”,
yang selama ini banyak mengincarnya,
terutama bagi orang yang bergelut di lingkungan akademik. Sebab gelar profesor itu memang perlu bagi
orang yang berkeciumpung di dunia pendidikan seperti dosen.
Memang diakui,
bahwa gelar profesor bagi seseorang tidaklah mudah disandang atau diraih,
karena gelar itu harus memenuhi berbagai persyaratan atau tingkatan baru bisa
diberikan kepadanya. Tanpa melalui proses yang sesuai dengan
aturan, tentunya gelar profesor sangat tidak
sesuai jika hal itu diberikan.
Berbeda jika
pemberian gelar Doktor Honoris Causa (HC). Pemberian gelar Doktor HC
ini bisa diberikan kepada siapa saja yang dianggap berprestasi luar biasa.
Sementara gelar
profesor itu tidak segampang membalikkan telapak tangan. Profesor memang gelar,
tapi ikut jabatan. Dan itu harus melalui jurnal internasional dan diakui oleh
Dikti, harus mengajar.
Profesor
itu harus dosen yang memang mengajar terus menerus dan telah melewati beberapa
persyaratan. Kita tidak boleh menggampangkan sesuatu hanya untuk memberikan
orang gelar.
Contohnya,
Thomas Alfa Edison, kenapa tidak diberi gelar profesor padahal dia seorang
penemu listrik yang hingga saat ini dipakai hasil temuannya. Tapi tetap tidak
diberikan gelar profesor.
Jadi sekarang
ini pemberian gelar harus hati-hati sebab jangan sampai kita hanya terjebak
pada kepentingan sesaat dan tidak sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh negara.
Hal ini perlu kehati-hatian dan tidak mudah kita terjebak ke pusaran yang tidak
pasti. Hanya karena ingin sesuai dan meningkatkan image
di tengah masyarakat sehingga pemberian gelar itu
sangat mudah dan gampang dikeluarkan atau diberikan.
Kalau memang
keberhasilan atau penghargaan yang diterima seseorang lantas diberikan gelar
profesor, berarti banyaklah orang yang pantas jadi profesor tanpa melalui
mekanisme yang memang sudah menjadi syarat mutlak untuk jadi seorang guru
besar.
Banyak
orang yang berhasil di bidangnya
masing-masing, tapi karena dia bukan seorang dosen yang berarti tidak berkecimpung
di lingkungan akademik, maka gelar profesor itu tidak
bisa disandangnya.
Olehnya itu, pemberian
gelar kepada siapa yang kita inginkan harus melalui berbagai proses. Sebab
memudahkan yang susah dan menyusahakan yang gampang itu bisa jadi kebablasan.
Tidak
semua ilmuwan jadi professor,
apalagi kalau bukan ilmuwan. Jadi kita harus hati-hati dalam
mengambil kebijakan atau sikap untuk menentukan sebuah gelar, karena profosor
itu memang gelar tapi ikut jabatannya. Jadi sangat susah untuk menyandangnya.
Jadi penentu
kebijakan dalam pemberian gelar profesor sebaiknya tidak tergesa-gesa dan
menggampangkan sesuatu yang memang sangat susah untuk didapatkan. Kita harus
berpikir posistif dan jauh memandang ke depan. Kita tidak boleh berpikir
sempit dan mengikuti kemauan sesaat.
Jangan sampai
ini menjadi ancaman bagi dunia pendidikan di masa datang. Kalau
sudah ada yang lolos untuk menyandang gelar profesor tanpa melewati berbagai
persyaratan yang telah ditentukan, maka yakin dan percaya bahwa gelar profesor
itu bakal ramai nantinya.
Bisa saja profesor
di negeri ini ibarat lulusan SMA yang bertebaran dimana-mana, tapi profesornya
“mandul” tanpa bisa berbuat apa-apa. Jangankan pemberian gelar
profesor kepada orang yang berhasil di berbagai
bidang, guru besar yang asli di suatu universitas saja kebanyakan profesornya
“mandul”, karena hasil karyanya terkesan tidak
ada dan bahkan sangat susah untuk membuat karya. Seperti bikin buku,
atau menulis saja di media-media harian itu sangat jarang seorang profesor yang
mampu menulis, tapi kalau mengajar itu sudah pasti jagonya.
Nah, apalah
artinya bisa memberikan kuliah kalau tidak mampu membuat karya yang dapat dijadikan
rujukan atau pedoman bagi generasi pelanjut.
Menjadi
profesor itu memang susah. Jadi janganlah memberikan sesuatu yang belum mampu
disandang kepada orang hanya karena terkesan pencitraan. Lebih baik profesor
yang ada sekarang diasah untuk berkarya dari pada menjadi perdebatan gelar
profesor.
Semoga gelar
profesor ini tidak diplintir dan tidak dipermainkan hanya karena kepentingan
sesaat. Semoga ini menjadi catatan buat kita semua. Renungkanlah
gelar profesor itu agar tidak terjadi adu argument di tengah masyarakat. Semoga!