HUT KE-71. Foto kenangan beberapa wartawan dan karyawan Pedoman Rakyat tahun 1997. Dari kiri ke kanan HL Arumahi, Rusdy Embas, Petrus Sofyan, (alm) Elvianus Kawengian, Jurlan Em Saho'as, Frits Yusun, Henny Katili, Herman, Danial, Asnawin Aminuddin. (Dok. pribadi HL Arumahi)
------------
Kamis,
01 Maret 2018
Semangat Harian “Pedoman
Rakyat” Tetap Hidup
MAKASSAR,
(PEDOMAN KARYA).
Surat kabar harian “Pedoman Rakyat” memang sudah lebih dari 10 tahun tidak lagi
terbit menemui pembacanya, tetapi semangatnya tetap hidup, khususnya di hati
dan jiwa para mantan wartawan, mantan karyawan, dan keluarga besar harian “Pedoman
Rakyat.”
“Fisik PR (singkatan Pedoman Rakyat) boleh
lenyap, tetapi semangatnya senantiasa hidup pada jiwa-jiwa wartawan dan
karyawan yang kini bertebaran di mana-mana. Saya bangga pernah menjadi bagian
kecil dari PR,” kata Andi Suruji (mantan wartawan Pedoman Rakyat yang kemudian
hijrah ke Harian Kompas, Jakarta) dalam komentarnya di grup WhatsApp Alumni
Pedoman Rakyat, pada peringatan HUT ke-71 Harian Pedoman rakyat, Kamis, 01
Maret 2018.
Mantan Pemred “Pedoman Rakyat” yang kini
menjabat Ketua Bawaslu Sulsel, Laode Arumahi, hikmah yang bisa diambil pada Ultah
ke-71 “Pedoman Rakyat” ke-71 ini hikmah yaitu
meneguhkan kembali idealisme dan semangat berjuang, serta integritas yang didapatkan
oleh para mantan wartawan dan mantan kayawan “Pedoman Rakyat” dari pendiri dan para
senior dalam bingkai kebersamaan dan saling merindukan.
Yusuf Akib, mantan wartawan “Pedoman
Rakyat” menyampaikan terima-kasihnya di akun Facebook dan di grup WA Alumni
Pedoman Rakyat, karena dirinya telah mendapat pengalaman dan saat-saat
menyenangkan di tempat spesial tersebut.
“Selalu menggetarkan mengenang hari-hari
sarat sukacita, hingga akhirnya terbit untuk penghabisan. Salam hormat kepada
para senior yang telah sudi mengajarkan cara-cara menjadi jurnalis, juga rasa
kangen yang tak pernah pupus kepada kawan-kawan. Tanggal 1 Maret --yang tahun
ini jika PR masih terbit, berusia 71, senantiasa menjadi momen tak tergantikan,”
tulis Yusuf Akib.
Jurlan Em Saho’as, wartawan Pedoman
Rakyat yang juga seorang seniman dan budayawan, mengucapkan selamat ulang tahun
dan mengemukakan rasa bangganya sebagai mantan wartawan “Pedoman Rakyat.”
“Selama menjadi keluarga PR, semua
kenangan jadi indah dan semua pengalaman jadi pelajaran besar jika ingin meraih
sukses. Selamat teman-teman, saudaraku, sahabatku, seniorku dan guruku, terutama
LE Manuhua (alm, mantan Pemred Pedoman Rakyat), Henny Katili (alm), Om Buce (alm
Buce Rompas), dan Kak Kobu (Jacobus Kamarlow Mayong Padang),” tulis Jurlan di
Grup WA Alumni Pedoman Rakyat.
Ibarat bintang kecil yang selalu
bersinar, sambung Jurlan, sekalipun berjauhan tetap menambah indah pancaran PR,
sekalipun bintang itu sebetulnya sudah tidak di posisi semula.
“Kebanggaan saya waktu diterima di PR, karena
ketemu tokoh dan jurnalis yang luar biasa dan disegani lewat tulisan-tulisannya,
termasuk Pak Andi Suruji, yang saya ingat kalau bicara serius suaranya dengan
sorot mata yang khas, lalu tertawa terbahak bahak. Saya tahu pak Manuhua sangat
bangga waktu menulis HUT Ambon, beliau malam itu membaca lay-out di percetakan.
Saya lihat beliau tersenyum bangga,” ungkap Jurlan.
Foto Soeharto
Didemo
Pengalaman menarik dikemukakan mantan
wartawan Pedoman Rakyat, Muhammad Arafah, dengan mengatakan dirinya teringat kepada
Buce Rompas yang waktu itu menjabat Redaktur Foto.
“Suatu ketika di jaman Orde Baru, kami
dan beberapa wartawan muda sedang melaskanakan tugas piket malam. Untuk foto
utama malam itu ternyata belum ada. Tiba-tiba ada foto dari (Kantor Berita) Reuter
masuk tentang demo di luar negeri memegang spanduk yang protes tentang (Presiden)
Soeharto. Teman-teman sepakat, foto itu bagus untuk foto headline. Saat jam 10
malam Om Rompas datang. Saat disampaikan tentang foto itu, Om Rompas langsung bilang,
aduh..aduh... ini anak muda, mau bikin masalah. Foto itu jangan dipasang. Nanti
kita semua dipanggil pihak berwajib. Akhirnya foto Soeharto didemo tidak jadi
dimuat,” ungkap Arafah.
Jadi
Penyelenggara Pemilu
Mantan wartawan Pedoman Rakyat yang kini
menjabat Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Takalar, Jussalim Sammak, juga
menuliskan kesan-kesannya.
“Sekalipun saya hadir di akhir
penerbitan, tapi saya sangat bangga mendapat identitas wartawan Pedoman Rakyat
dan saya menjadi bagian sejarah Pedoman Rakyat dan menjadi bagian pengalaman
hidup saya sebagai jurnalis. Rekomendasi Pedoman Rakyat kala itu masih ada
perwakilan media, mengantar saya menjadi Ketua Panwaslu (Kabupaten) Takalar
tahun 2007. Pedoman Rakyat mengantar saya menjelajah sebagai penyelenggara Pemilu
dan tidak lepas dari senior dan kolega semua. Bravo Pedoman Rakyat. Selamat
Ultah Harian Pedoman Rakyat. Kamu tidak terbit lagi, tapi nafas dan langkahku
tetap mengenangmu terus, terutama aktivitas lantai tiga Arif Rate (Kantor
Harian Pedoman Rakyat terletak di Jalan Arif Rate, Makassar, red),” tutur
Jussalim.
Generasi
Terakhir
Warta Sally, mantan wartawan Pedoman
Rakyat tak ketinggalan menulis bahwa dirinya bangga dan berterima kasih pernah
dididik di Harian Pedoman Rakyat. Warta pun mengemukakan harapannya agar nama Pedoman
Rakyat terus abadi karena telah melahirkan generasi-generasi terbaik bagi
negara, khususnya di Sulawesi Selatan.
Mantan wartawan Pedoman Rakyat yang kini
dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK) Universitas Negeri Makassar (UNM), Dr Wahyudin,
mengaku tidak banyak yang bias ia kemukakan tentang Harian Pedoman Rakyat,
karena dirinya termasuk generasi terakhir di hariant tersebut.
“Saya hanyalah generasi terakhir dari koran
perjuangan itu, tapi tentu banyak makna selama saya bergabung di Kampus ke-2 ku
tersebut. Selamat ulang tahun PR, saya akan tetap mengenangmu setiap saat,”
kata Wahyudin.
Skripsi dan
Honor
Mengomentari status Yusuf Akib di
Facebook, Fahruddin Palapa mengatakan dirinya memang bukan bagian dari Pedoman
Rakyat, tetapi banyak kesan yang tak terlupakan dari harian tertua di kawasan timur
Indonesia itu.
“Saya jadi sarjana di IKIP Makassar (sekarang
Universitas Negeri Makassar) karena Pedoman Rakyat. Skripsiku tentang Campur
Kode pada Rubrik Coto Mangkasara Edisi Minggu Pedoman Rakyat. Kedua, saya kerap
bayar SPP karena honor menulis cerpen dari koran ini,” ungkap Fahruddin. (win)
Tags
Aneka