DIALIRI LISTRIK. Wakil Bupati Bulukumba Tomy Satria dan ratusan masyarakat menghadiri acara Press Tour Implementasi Hasil Litbang dan Inovasi Mikrohidro, di Kelurahan Borong Rappoa, Kamis, 19 April 2018. (Foto: Andi Ayatullah/Humas Pemkab Bulukumba)
-----------
Kamis,
26 April 2018
Daerah Terisolir
di Bulukumba Kini Diterangi Listrik
-
Empat
Perkampungan di Kelurahan Borong Rappoa
-
Menggunakan
Aliran Listrik Mikrohidro
-
Bulukumba
adalah Kabupaten Pertama di Sulsel
-
Iuran
Pemeliharaan Hanya Rp10.000 / Bulan
BULUKUMBA,
(PEDOMAN KARYA).
Setelah lebih dari 70 tahun Indonesia merdeka, ternyata masih ada daerah
terisolir yang belum mendapat penerangan listrik. Salah satunya yaitu beberapa
lingkungan di Kelurahan Borong Rappoa, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba.
Borong Rappoa merupakan pusat perkotaan
Kecamatan Kindang, namun sejumlah perkampungan yang masuk dalam wilayah
tersebut masih terisolir. Jalan masuk menuju Lingkungan Benteng Senggang yang
terdiri atas empat perkampungan yakni Perkampungan Na'na, Perkampungan Kayubiranga,
Perkampungan Senggang, dan Perkampungan Katimbang, ternyata belum tersentuh
aspal.
Pendakian dan tebing terjal menjadi
alasan perkampungan tersebut tidak dapat dialiri listrik PLN (Perusahaan
Listrik Negara). Namun berkat adanya kemauan dari berbagai pihak, keempat
perkampungan tersebut akhirnya diterangi penerangan listrik.
Warga pada empat kampung di Lingkungan
Benteng Senggang, Kelurahan Borong Rappoa pun bersyukur. Mereka kini dapat menikmati
penerangan lampu listrik pada malam hari yang berasal dari aliran listrik
mikrohidro.
Aliran listrik mikrohidro (PLTMH) di Lingkungan
Benteng Senggang, Kelurahan Borong Rappoa terdiri atas,7,5 KW (8 KK) di
Perkampungan Senggang, 5 KW (15 KK) di Perkampungan Katimbang, 15 KW (47 KK) di
Perkampungan Kayu Biranga, serta 20 KW (43 KK) di Perkampungan Na'na.
Adanya penerangan listrik dengan inovasi
mikrohidro tersebut dirintis sejak 2015 oleh Badan Penelitian Pengembangan dan
Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar, dengan melibatkan
banyak pihak.
Mereka berhasil memanfaatkan sumber daya
air untuk menghasilkan energi listrik melalui pembangunan mikrohidro.
Mikrohidro yang terbangun tersebut dibangun di aliran sungai di kaki Gunung
Lompobattang.
Dulu Pakai
Pelita
“Masyarakat di sini, awalnya hanya
menggunakan pelita dari bahan bakar minyak tanah. Masa-masa penggunaan pelita
cukup memprihatinkan, di mana minyak tanah semakin langka dan harganya pun
mahal,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat setempat, Andi Saleh, pada
kegiatan Press Tour Implementasi Hasil Litbang dan Inovasi Mikrohidro, di
Kelurahan Borong Rappoa, Kamis, 19 April 2018.
Pada 2007, katanya, masyarakat setempat mendapatkan
bantuan listrik tenaga surya untuk 125 KK. Sayangnya peralatan itu mengalami
banyak kerusakan pada usia dua tahun dan masyarakat tidak tahu memperbaikinya,
sehingga harapan penerangan dari tenaga surya pun pupus.
“Masyarakat pun kembali kepada
penerangan pelita,” tutur Andi Saleh.
Sejumlah anggota masyarakat yang mampu kemudian
membeli penerangan dari genset yang dihidupkan menggunakan bahan bakar premium
atau bensin. Satu liter bensin hanya untuk penerangan listrik selama satu jam,
sehingga dalam semalam biaya untuk penerangan cukup membebani.
“Meski demikian masyarakat sangat senang
karena dengan genset sudah dapat menonton televisi,” kata Saleh yang disambut
tawa para peserta Press Tour.
Masyarakat pun terpaska harus berhemat
listrik. Caranya, jika ada selingan iklan, maka televise pun dimatikan. Setelah
diperkirakan iklannya sudah lewat, maka televise dinyalakan lagi.
“Kami dari Na'na selalu berharap agar
bisa juga menikmati listrik seperti di perkampungan lainnya,” ungkap Saleh.
Dia mengatakan, kehadiran listrik yang
difasilitasi Balai Litbang dan Inovasi LHK Makassar melalui inovasi mikrohidro
atau Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMh) pada 2015, sangat membantu
masyarakat.
Harapan rakyat kini adalah penambahan
debit air dengan penambahan pipa agar pancuran air semakin deras sehingga
aliran listrik semakin kuat. Harapan tersebut sejalan dengan pertumbuhan
masyarakat dan pemanfaatan energi listrik untuk peningkatan perekonomian.
“Sudah sekian lama gelap, kini sudah
dipetik cahayanya dari hutan Lompobattang. Sekarang kami membutuhkan agar
energi listrik semakin kuat, sehingga dayanya dapat dinikmati lebih luas lagi,”
pinta Saleh.
Pertama di
Sulsel
Kepala Badan Litbang dan Inovasi KLHK,
Agus Justianto mengatakan, Bulukumba merupakan program mikrohidro pertama di
Provinsi Sulawesi Selatan,yang berbasis pelibatan masyarakat.
Oleh karena proses pembangunannya
berbeda dengan daerah sebelumnya, dimana Agus mengakui Borong Rappoa unik,
karena implementasi tenaga listriknya berbasis kelestarian hutan dan
benar-benar atas partisipasi masyarakat berbasis rakyat.
Ada empat pilar yang berperan dalam
program mikrohidro, selain masyarakat ada Litbang sebagai penyedia iptek, LSM
pendamping, juga tidak lepas dari pemerintah daerah,
“Di sini saya lihat mikrohidro dibangun
bersama masyarakat. Jadi proyek ini dari masyarakat dilandasi dengan adanya manfaat
yang akan diperoleh masyarakat di sini. Dialiri listrik untuk dimanfaatkan
bersama-sama,” tutur Agus.
Menjaga kelestarian hutan di kawasan
itu, lanjut Agus, tak hanya menjadi tugas pemerintah, namun juga masyarakat,
LSM, dan pihak lainnya bersama-sama melakukan kegiatan yang nyata. Salah satu
contoh mikrohidro di Borong Rappoa yang diharapkan dapat direplikasikan
pemerintah di perkampungan lainnya yang belum tersentuh listrik.
“Dengan demikian manfaatnya dapat
dinikmati lebih luas lagi dan dampak lainnya adalah peningkatan kesejahteraan
dan menggerakkan perekonomian masyarakat,” kata Agus.
Menjadi Motivasi
Wakil Bupati Bulukumba, Tomy Satria
Yulianto mengatakan, pelestarikan hutan bukan hanya menjaga hutan, melainkan juga
harus memberi manfaat kepada warga di sekitar hutan. Pada tahun 2015 sampai
2017, katanya, membuktikan bahwa menjaga kelestarian hutan telah memberikan
dampak dan efek yang positif.
Kini masyarakat secara langsung dapat
menikmati manfaat hutan dengan adanya PLTMh. Hanya dengan membayar iuran untuk
pemeliharaan Rp 10.000 perbulannya, tidak seperti listik PLN yang dibayar
ratusan ribu oleh pelanggan.
“Saya berharap keberadaan listrik ini
tak hanya dimanfaatkan untuk menonton sinetron di televisi. Namun listrik
diharapkan menjadi motivasi bagi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas,
misalnya meningkatkan nilai tambah dari hasil perkebunan. Dengan demikian dapat
menguatkan perekonomian masyarakat dan menjadikan Lingkungan Benteng Senggang
yang dulunya dikenal terisolir menjadi perkampungan mandiri,” kata Tomy.
Wabup Bulukumba juga menyampaikan terima
kasih kepada warga yang telah menjaga hutan, sehingga dampaknya pun dapat
dirasakan oleh warga di kota, seperti aliran sumber air minum yang dirasakan
sampai saat ini.
“Begitu pula terima kasih kepada pihak
Balai Litbang dan Inovasi dan LSM pendamping yang telah membantu masyarakat
mewujudkan mimpinya menikmati listrik dan penerangan lampu,” kata Tomy. (ulla/win)